news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ilmuwan: Orang Pintar Justru Terobsesi Bikin Hoaks

19 Februari 2019 10:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hoax (Ilustrasi) Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Hoax (Ilustrasi) Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Tak selamanya mereka yang berlatar belakang pendidikan rendah dan memiliki literasi yang minim gemar menyebarkan berita bohong atau hoaks. Seseorang dengan gelar pendidikan tinggi juga bisa menjadi pelaku penyebar atau bahkan pencipta hoaks.
ADVERTISEMENT
Menurut sosiolog dari Universitas Indonesia Roby Muhamad, semakin tinggi pendidikan, maka semakin kreatif seseorang membuat berita bohong. Hal ini disampaikannya dalam sebuah acara bertajuk The Science Behind Hoax di Perpustakaan Nasional, Jakarta, pada Senin (18/2).
"Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi rasa ingin untuk membenarkan sesuatu," kata Roby.
Ia menambahkan, hoaks saat ini telah dijadikan alat untuk melegitimasi informasi yang disukai. Oleh sebab itu, hoaks bisa mungkin akan terjadi pada orang pintar, terutama yang memiliki kepentingan tertentu.
Roby Muhamad, sosiolog dari Universitas Indonesia. Foto: Alfadillah/kumparan
Hal senada juga disampaikan oleh Ahli neurosains dari Institut Pertanian Bogor Berry Juliandi. Menurutnya, hoaks bukanlah kebutuhan biologis, melainkan memiliki kepentingan atau tujuan tertentu.
Orang pintar, kata Berry, justru mengambil keuntungan dalam informasi palsu tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kalau yang manusia tadi bikin hoaks itu sudah lebih ke arah greedy yang ingin sesuatu yang lebih dari yang harusnya dia punya, ingin posisi yang lebih baik, itu lebih dari yang dibutuhkan, dan ada niat jahat," ucap Berry.
Berry menambahkan, manusia memiliki kemampuan theory of mind. Istilah tersebut mengacu pada kemampuan untuk menerka kepercayaan, niat, dan pengetahuan orang lain.
Theory of mind itu adalah cara seseorang menebak pikiran orang lain. jadi si pembuat hoaks dapat menebak nilai-nilai yang dianggap penting untuk targetnya, jadi ini melewati alam bawah sadar yang untuk dikelola sehingga dipercaya hoaksnya,” tambahnya.
Berry Juliandi, ahli neurosains dari Institut Pertanian Bogor. Foto: Alfadillah/kumparan
Meski tampak bahaya bagi informasi palsu yang disebar oleh mereka yang berpendidikan tinggi, namun hal itu masih bisa dicegah. Berry punya caranya, yakni dengan menstimulasi salah satu bagian otak yang dinamakan amigdala.
ADVERTISEMENT
Amigdala yang dimaksud oleh Berry adalah dengan meragukan segala sesuatu yang ada. Dengan begitu, seseorang tidak akan mudah untuk percaya terhadap berita bohong.
Sebagai informasi, amigdala berfungsi untuk persepsi emosi, seperti marah, takut, kecemasan, dan sebagainya. Amigdala juga bekerja untuk mengambil keputusan untuk percaya terhadap sesuatu.
“Jadi serang amigdala, serang kepercayaannya, sejak kecil. Kita harus menanamkan anak kita sejak kecil untuk meragukan segala hal, apa pun yang bikin dia cemas dan ragu. Buat amigdalanya agar tidak permanen,” kata Berry.