Jepang Temukan 16 Juta Ton Mineral Langka, Cukup untuk Hajat 780 Tahun

3 Januari 2019 17:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mineral tanah jarang (Foto: Peggy Greb, US department of agriculture via Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Mineral tanah jarang (Foto: Peggy Greb, US department of agriculture via Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Awal tahun lalu para peneliti di Jepang menemukan deposit mineral langka yang disebut sebagai mineral tanah jarang. Deposit berisi 16 juta ton mineral tanah jarang ini berada di lepas pantai Jepang.
ADVERTISEMENT
Menurut hasil riset para peneliti yang telah dipublikasikan di jurnal Nature pada April 2018, deposit mineral tanah jarang ini bisa mencukupi kebutuhan dunia untuk berabad-abad mendatang. Menurut Science Alert, mineral tanah jarang banyak digunakan di berbagai komponen barang, mulai dari smartphone hingga kendaraan listrik.
Secara definisi, mineral tanah jarang adalah mineral yang mengandung satu atau lebih dari 18 unsur logam tanah jarang. Unsur-unsur yang merupakan logam tanah jarang ini adalah lanthanum, cerium, praseodymium, neodymium, promethium, samarium, europium, gadolinium, terbium, dysprosium, holmium, erbium, thulium, ytterbium, lutetium, scandium, yttrium, dan lutetium.
Dalam tabel periodik, unsur-unsur mineral tanah jarang ini berada dalam deretan kolom tiga serta deretan barisan delapan atau dua terbawah.
Deretan unsur mineral tanah jarang dalam tabel periodik kimia (Foto: Sandbh via Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Deretan unsur mineral tanah jarang dalam tabel periodik kimia (Foto: Sandbh via Wikimedia Commons)
Game changer untuk Jepang
ADVERTISEMENT
Menurut para peneliti dalam makalah ilmiah, deposit yang ditemukan ini cukup untuk "memasok logam-logam ini secara semi-tak terbatas ke dunia."
Mereka memaparkan, yttrium yang ada dalam deposit ini cukup untuk memenuhi permintaan global selama 780 tahun, dysprosium cukup untuk hajat selama 730 tahun, europium selama 620 tahun, dan terbium selama 420 tahun.
Deposit ini terletak di lepas pantai Pulau Minamitori, sekitar 1.850 kilometer di tenggara Tokyo. Lokasi ini berada di dalam zona ekonomi eksklusif Jepang. Jadi Negeri Matahari Terbit itu punya hak tunggal atas sumber daya yang ada di sana.
"Ini adalah game changer untuk Jepang," kata Jack Lifton, pendiri perusahaan riset pasar bernama Technology Metals Research kepada The Wall Street Journal.
ADVERTISEMENT
"Perlombaan untuk mengembangkan sumber daya ini sedang berlangsung."
Pulau Minamitori di Jepang (Foto: Chief Master Sergeant Don Sutherland, U.S. Air Force via Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Pulau Minamitori di Jepang (Foto: Chief Master Sergeant Don Sutherland, U.S. Air Force via Wikimedia Commons)
Sebelumnya dikendalikan China
Reuters pada 2014 melaporkan, Jepang mulai mencari cadangan mineral tanah jarang sendiri setelah China menahan pengirimannya di tengah perselisihan perebutan pulau-pulau yang sama-sama diklaim kedua negara tersebut sebagai milik mereka.
Sebelumnya China juga telah mengurangi kuota ekspor mineral tanah jarang pada 2010 sehingga mendorong harga mineral ini naik hingga 10 persen, sebagaimana dilansir The Journal. Saat itu Jepang dan negara-negara lainnya mau tidak mau harus bergantung pada harga yang ditentukan China mengingat pasokan mineral ini begitu dikontrol Negeri Tirai Bambu tersebut.
Atas kondisi ini, China kemudian dipaksa untuk mulai mengekspor lebih banyak mineral tanah jarang lagi setelah persoalan pasar ini diambil alih dan dikendalikan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organisation).
Ilustrasi bendera Amerika Serikat dan China. (Foto: Reuters/Damir Sagolj)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bendera Amerika Serikat dan China. (Foto: Reuters/Damir Sagolj)
Kini Jepang berpotensi mengendalikan pasar
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini Jepang belum menggali deposit mineral yang telah ditemukan ini. Prosesnya mahal, jadi perlu lebih banyak penelitian untuk menentukan metode termurah, kata Yutaro Takaya, penulis utama makalah ilmiah hasil penelitian tersebut, kepada The Journal.
Jepang tentunya sadar mineral tanah jarang akan tetap menjadi tulang punggung dari beberapa sektor yang tumbuh paling cepat dalam ekonomi dan teknologi global. Pasalnya, mineral ini dibutuhkan dalam industri elektronik hingga manufaktur.
Sekalipun Jepang belum memanfaatkan deposit besar yang telah ditemukan ini, setidaknya dengan penemuan ini, Negeri Matahari Terbit itu memiliki kesempatan untuk mengendalikan sejumlah besar pasokan global dan memaksa negara-negara yang memproduksi barang-barang elektronik, seperti China dan AS, untuk membeli mineral ini dengan aturan main Jepang.
Ilustrasi Kota di Jepang. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kota di Jepang. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT