news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kenapa Beberapa Orang Sering Berpikir soal Kematian?

20 September 2019 8:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi laki-laki yang kerap berpikir soal kematian. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi laki-laki yang kerap berpikir soal kematian. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagian orang sering berpikir soal kematian, tapi sebagian orang lainnya tidak. Lalu mengapa ada sebagian orang yang begitu sering berpikir soal kematian?
ADVERTISEMENT
Hasil sebuah riset terbaru menemukan bahwa orang-orang yang kerap menganggap diri mereka diasingkan, diabaikan, dan tak dimengerti sama sekali, lebih cenderung untuk berpikir soal kematian secara terus-menerus. Meski belum jelas apakah keterasingan menjadi penyebab pasti kekacauan pikiran itu, namun ada beberapa hal yang mengarah pada kesimpulan tersebut.
"Ini (berpikir soal kematian) adalah pengalaman yang benar-benar dimiliki oleh beberapa orang, dan beberapa orang memiliki pengalaman ini setiap saat," kata Peter Halm, mahasiswa pascasarjana di bidang psikologi sosial dari University of Arizona, Amerika Serikat, sekaligus peneliti utama dalam riset ini sebagaimana dikutip dari Live Science.
Ilustrasi peti mati. Foto: Shutter Stock
Dalam riset terbaru ini ditemukan bahwa orang-orang yang terisolasi secara eksistensial, cenderung kerap mengeluarkan kata-kata yang berhubungan dengan kematian. Kondisi tersebut bertolak belakang dengan mereka yang tidak mengalami hal serupa. Dengan demikian, pikiran tentang kematian lebih kerap menghampiri orang-orang yang sering menghadapi keterasingan.
ADVERTISEMENT
Isolasi eksistensial ini erat kaitannya dengan perasaan kesepian, namun keduanya merupakan hal yang berbeda. Menurut Halm, kesepian adalah perasaan yang dialami seseorang ketika mereka kurang berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan isolasi eksistensial adalah perasaan yang timbul ketika seseorang menganggap tak ada satu pun yang bisa mengerti dirinya. Nah, di saat kamu memaksakan diri untuk tetap bersosialisasi di tengah kondisi keterasingan yang masih membelenggumu, menurut Halm, itu akan membuat keadaan justru semakin buruk.
Ilustrasi seseorang yang kerap merasa diabaikan. Foto: Ryan McGuire/Pixabay
Dari riset ini tim peneliti melakukan uji coba untuk melihat apakah isolasi eksistensial benar-benar memunculkan pikiran soal kematian dalam benak manusia. Mereka melakukan uji coba kepada 277 responden yang terbagi menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama diminta menuliskan pengalaman mereka saat merasa terasingkan. Kelompok kedua diminta menuliskan pengalaman mereka saat merasa kesepian. Adapun kelompok terakhir diminta menuliskan pengalaman yang tidak ada kaitannya dengan perasaan terasingkan atau kesepian. Mereka hanya diminta menuliskan pengalaman saat menunggu sesuatu.
ADVERTISEMENT
Pada kelompok yang diminta mencurahkan pengalaman mereka saat merasa terasingkan, lebih cenderung menuliskan kata-kata yang berhubungan dengan kematian dibanding dua kelompok lainnya. Tetapi dalam riset lanjutan dengan 334 peserta, tugas menulis tentang isolasi eksistensial gagal mendapatkan hasil yang serupa terkait kata-kata yang berhubungan dengan kematian itu.
“Pada penelitian yang kedua, sebagian responden berpartisipasi secara online sehingga ada kemungkinan mereka lebih leluasa menghibur diri, dibandingkan responden yang berpartisipasi di laboratorium psikologi,” beber Halm. “Kemungkinan lainnya, studi yang dilakukan pertama kali itu salah sehingga diperoleh kesimpulan bahwa isolasi eksistensial tidak secara langsung memicu pemikiran soal kematian.”
Ilustrasi kematian. Foto: Reuters/Ivan Alvarado
Halm juga menyebut kemungkinan lain. Menurutnya, bisa saja isolasi eksistensial yang bisa memunculkan pikiran-pikiran soal kematian hanya terjadi pada orang-orang yang memang merasa terasingkan secara eksistensial.
ADVERTISEMENT
Para peneliti juga tengah mempelajari bagaimana isolasi eksistensial berkaitan dengan persoalan depresi yang mendorong seseorang melakukan percobaan bunuh diri. Selama beberapa dekade terakhir, psikolog telah mempelajari tentang kesepian dan menemukan fakta bahwa emosi ini terkait dengan kesehatan mental dan fisik yang buruk.
Sementara untuk persoalan isolasi eksistensial, belum mendapat perhatian yang sama dari para peneliti, meskipun banyak orang telah mengalaminya. Riset Halm bersama timnya ini telah dirilis dalam situs Reddit dan baru akan diterbitkan dalam jurnal Research in Personality pada Oktober nanti.
Menurut Halm, ia menerima banyak email dari beberapa orang yang telah membaca hasil riset ini. Tak sedikit dari mereka yang kemudian menceritakan pengalamannya berkaitan dengan isolasi eksistensial. Sesuai dengan hasil penelitian, mereka ini tidak merasa kesepian, melainkan hanya kerap merasa terabaikan.
ADVERTISEMENT
"Sepertinya mereka tidak memiliki cukup kosakata untuk menggambarkan pengalaman mereka," ujar Halm.