news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kisah Lelaki yang Melihat Waktu Berhenti

12 Februari 2018 19:23 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi waktu berhenti (Foto: Pexel)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi waktu berhenti (Foto: Pexel)
ADVERTISEMENT
Hari itu sakit kepala yang menyerang Simon Baker semakin menjadi. Ia berpikir, mandi air hangat mungkin dapat membantu meredakan rasa sakit itu. Maka Baker beranjak ke kamar mandi, menyalakan keran shower, dan sesuatu yang aneh terjadi.
ADVERTISEMENT
Baker melihat waktu berhenti. Air yang keluar dari keran saling berpencar menjadi tetesan-tetesan kecil, tak mengalir sewajarnya. Baker bisa melihat setiap butir air tergantung di hadapannya, seperti terdistorsi oleh tekanan udara, lalu berhenti di awang-awang.
“Rasanya seperti film berkecepatan tinggi yang diberi efek melambat, macam peluru di film The Matrix,” kata Baker seperti dikutip dari BBC, Juni 2014.
Esoknya, Baker langsung pergi ke rumah sakit untuk mengecek kondisinya. Dokter mendiagnosis Baker menderita aneurisma (aneurysm). Ini jenis penyakit pelebaran pembuluh darah, menyebabkan pembengkakan atau tonjolan di dinding arteri.
Baker, dalam cengkeraman penyakit aneurisma tersebut, masih digayuti bayang-bayang soal pengalamannya melihat waktu berhenti. Dia kemudian menceritakan kejadian itu kepada Fred Ovsiew, ahli saraf di Universitas Northwestern Chicago.
ADVERTISEMENT
Ovsiew pun terpesona mendengar deskripsi detail Baker. Menurutnya, “Baker orang yang sangat cerdas dan pandai bercerita.”
Ovsiew lalu menulis tentang kasus Baker di jurnal NeuroCase. Identitas asli Baker disembunyikan karena kasus tersebut tergolong langka. Simon Baker yang ditulis di sini, tentu saja, juga nama samaran.
Ilustrasi waktu berhenti. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi waktu berhenti. (Foto: Pixabay)
Apa yang dialami Baker sesungguhnya kerap terjadi pada pasien penderita epilepsi (penyakit susunan saraf) atau stroke (kerusakan otak akibat ganggguan suplai darah).
Para ahli meyakini fenomena yang menimpa Baker terjadi akibat pembuluh darah yang melemah dan berdarah saat Baker melakukan pekerjaan berat. Hasil scan menunjukkan adanya kerusakan saraf yang relatif besar di bagian kanan kepala Baker.
Tapi kenapa hal tersebut bisa sampai mempengaruhi persepsi Baker soal waktu?
ADVERTISEMENT
Selama ini asumsi yang jamak dipahami ialah: waktu mengalir pada “gelombang” yang sama untuk semua orang. Tapi pengalaman Baker menunjukkan bahwa aliran kesadaran adalah ilusi rapuh yang dijahit oleh penyuntingan cerdas otak.
Para periset menyatakan, ada area pada bagian otak yang memainkan trik temporal (terkait waktu) dan memengaruhi persepsi waktu seseorang. Area itu disebut korteks visual atau V5.
V5 yang terletak di bagian belakang tengkorak mampu mendeteksi gerak benda, dan mengukur berlalunya waktu secara umum. Tidak seperti yang dialami Baker, yaitu melihat waktu berhenti.
Selanjutnya, Domenica Bueti bersama rekannya dari Rumah Sakit Universitas Lausanne, Swiss, meneliti area tersebut. Mereka menguji daerah korteks visual dengan medan magnet untuk melumpuhkan aktivitas otak bagian ini.
ADVERTISEMENT
Hasilnya, orang-orang yang korteks visualnya diuji tersebut mereka kesulitan untuk melacak gerak titik di layar, persis seperti yang diasumsikan.
Salah satu penjelasan yang dihasilkan adalah bahwa sistem persepsi gerak kita memiliki stopwatch sendiri yang mencatat seberapa cepat benda bergerak melintasi visi kita. Nah, saat sistem ini terganggu oleh cedera otak, waktu bisa saja terasa berhenti.
Keputusan Baker untuk menghilangkan sakit kepalanya dengan mandi air hangat justru memperburuk masalah, karena air hangat menarik darah dari otak untuk disalurkan ke seluruh tubuh, dan proses ini mengganggu kerja otaknya.
Kerusakan korteks visual hanya satu dari beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan fenomena ‘melihat waktu berhenti’. Tapi, tidak semua orang yang mengalami ilusi waktu pasti menderita kerusakan pada korteks visualnya.
ADVERTISEMENT
Kemungkinan lain bisa jadi karena ‘roda gigi’ pada otak tidak saling tersambung secara sempurna. Otak manusia mencatat persepsi dalam potongan-potongan terpisah--snapshot--seperti gulungan film.
“Otak yang sehat merekonstruksi pengalaman dan menempelkan setiap bingkai (momen) berbeda menjadi satu kesatuan,” kata Rufin VanRullen, peneliti saraf di Pusat Penelitian Otak dan Kognisi di Toulouse, Prancis.
Jadi, jika terjadi kerusakan pada otak, maka ‘lem’ untuk menempel tiap bingkai momen tidak akan mampu untuk menyatukan potongan-potongan peristiwa atau waktu yang berjalan.
Ilustrasi waktu berhenti. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi waktu berhenti. (Foto: Pixabay)
Menurut VanRullen, setiap orang mungkin saja mengalami kegagalan dalam menyatukan gambar-gambar momen yang berjalan. Contoh kecilnya, saat kita melihat mobil melaju kencang, ban mobil tidak terlihat seperti sedang berputar.
Hal itu terjadi karena snapshot otak gagal menangkap gerak roda sepenuhnya dan memberi ilusi bahwa roda mobil tidak bergerak. Ini bisa jadi karena elemen otak--entah bagaimana--tumpang tindih dan tidak me-refresh kembali gambar yang ditangkap.
ADVERTISEMENT
Kejadian melihat waktu berhenti juga bisa terjadi dalam insiden kecelakaan mematikan atau mengancam jiwa. Orang-orang yang selamat dari kecelakaan maut biasanya menceritakan bahwa mereka merasakan kejadian tersebut dalam gerak lambat.
Misalnya, seseorang mengatakan kepada para periset pada 1970-an tentang bagaimana mereka ingat dengan jelas wajah masinis kereta api selama tabrakan yang hampir fatal.
“Rasanya seperti sebuah adegan slow motion di film-film.”
Beberapa peneliti menyebut itu hanya sebuah artefak memori, karena emosi yang kuat membuat kita dapat melihat lebih banyak rincian.
Ilustrasi waktu berhenti. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi waktu berhenti. (Foto: Pixabay)
Melihat waktu berhenti adalah pengalaman sekali seumur hidup bagi Baker. Kini, setelah ia berhasil menjalani operasi pada pembuluh darah yang rusak, dia telah sembuh total.
Baker kini bahkan berubah lebih percaya diri. Sebelum memperoleh pengalaman ‘melihat waktu berhenti’, ia agak pendiam. Kini ia tak lagi begitu pemalu.
ADVERTISEMENT
“Tiba-tiba saya merasa terdorong untuk berbicara,” kata Baker.
Ovsiew, selaku dokter dan tempat bercerita Baker selama proses penyembuhan, juga melihat perubahan positif pada diri Baker.
“Dia lebih tenang, lebih banyak bicara, dan lebih ramah di lingkungan sosial.”
Pengalaman melihat waktu membeku telah mendatangkan keajaiban bagi Baker. Keseluruhan persepsinya dalam melihat dunia amat mungkin telah berubah.
===============
Simak ulasan mendalam lainnya dengan mengikuti topik Outline!