Letusan Gunung Api di Pedalaman Rusia Bikin Langit Jadi Ungu

20 September 2019 8:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tim peneliti University of Colorado, Boulder, bersiap meneliti langit keunguan di belahan utara Bumi. Foto: Doug Goetz via University of Colorado, Boulder.
zoom-in-whitePerbesar
Tim peneliti University of Colorado, Boulder, bersiap meneliti langit keunguan di belahan utara Bumi. Foto: Doug Goetz via University of Colorado, Boulder.
ADVERTISEMENT
Siapa sangka efek erupsi sebuah gunung api di pedalaman Rusia bisa begitu besar. Erupsi itu ternyata memicu langit jadi berwarna keunguan kala Matahari terbenam dan terbit.
ADVERTISEMENT
Hal ini diungkap para peneliti dari University of Colorado, Boulder, Amerika Serikat. Mereka menjelaskan bahwa letusan Gunung Raikoke di Rusia pada Juni lalu telah menyemburkan sulfur dioksida ke atmosfer. Hal ini mengakibatkan terbentuknya aerosol di langit yang membuat sinar Matahari jadi terpecah. Hal itu membuat warna ungu di langit jadi semakin terlihat saat terbit dan tenggelam.
"Hal ini membuat kita sadar bahwa tidak perlu menyebarkan banyak aerosol ke stratosfer untuk mengubah komposisinya," ujar Lars Kalnajs, salah satu anggota tim peneliti, seperti dilansir Live Science.
"Erupsi ini relatif kecil, tapi itu cukup untuk mempengaruhi belahan Bumi bagian utara," tambah dia.
Raikoke berada di Pulau Kuril yang terletak di Semenanjung Kamchatka. Pada 22 Juni 2019 gunung berapi itu menyemburkan uap dan gas setinggi dua kilometer ke udara. Ini adalah pertama kalinya Raikoke meletus sejak 1924.
ADVERTISEMENT
Karena lokasinya yang terpencil, bahaya dampak letusan ini adalah pesawat terbang terancam terkena awan debu. Tapi, risiko ini dengan cepat menghilang dalam beberapa hari pertama kejadian letusan.
NASA Earth Observatory melaporkan bahwa Gunung Raikoke mengeluarkan abu hingga ke ketinggian 11 kilometer. Sedangkan satelit Calipso milik NASA dan Prancis melaporkan ketinggian abu dari letusan gunung api ini mencapai 13 kilometer.
Kalnajs dan timnya tertarik untuk mempelajari abu dari Gunung Raikoke yang mencapai stratosfer. Mereka lalu meluncurkan balon udara di Laramie, Wyoming, AS, pada Agustus 2019 lalu.
Mereka menemukan bahwa lapisan aerosol di stratosfer, lapisan di antara 10–60 kilometer di atas permukaan bumi, 20 kali lebih tebal dibanding waktu normal. Tim ini berencana untuk melaporkan hasil detail temuan mereka dalam sebuah jurnal ilmiah akhir 2019 nanti.
ADVERTISEMENT
Tergantung ukuran erupsi, aerosol di atmosfer bisa mempengaruhi banyak hal. Misalnya, letusan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Timur, Indonesia, yang mengeluarkan sulfur dioksida dalam jumlah sangat besar ke atmosfer.
Hal itu menyebabkan terbentuknya aerosol yang mengakibatkan cuaca global mendingin. Ini membuat Gunung Tambora disebut sebagai penyebab "tahun tanpa musim panas" pada 1816.
Erupsi Rakoke memang jauh lebih kecil dibanding erupsi Tambora. Tapi, kejadian ini memberi kesempatan para peneliti untuk mempelajari atmosfer kita.