Mengenal Depresi Pasca-Melahirkan yang Bisa Diketahui Sejak Dini

2 September 2019 20:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bantuan suami saat istri alami depresi pascamelahirkan sangat penting. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Bantuan suami saat istri alami depresi pascamelahirkan sangat penting. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Seorang perempuan berinisial FM di Cibeunying Kaler, Kota Bandung, membunuh buah hatinya yang masih berusia tiga bulan. Akibat perbuatan tersebut, FM diringkus tim Satreskrim Polrestabes Bandung di kediamannya pada Minggu (1/9).
ADVERTISEMENT
Saat menjalani pemeriksaan polisi, perempuan 29 tahun itu mengaku membunuh bayinya karena mendapat bisikan gaib. Menurut FM, bisikan tersebut menyatakan ia belum layak menjadi seorang ibu sehingga harus mengirim anaknya ke surga.
Polisi belum memastikan dengan cara apa FM membunuh bayinya karena masih merasa kesulitan untuk memperoleh keterangan dari pelaku. Kasus pembunuhan tersebut akan ditangani Unit Perempuan dan perlindungan Anak Satreskrim Polrestabes Bandung.
Terlalu dini, memang, untuk mengatakan kasus pembunuhan ini dilandasi faktor kejiwaan sang ibu yang terganggu. Terlebih karena pihak kepolisian belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait kondisi kejiwaan FM. Namun, tak bisa ditampik, depresi pascamelahirkan memang banyak dialami oleh perempuan. Kondisi tersebut dikenal pula dengan postpartum depression.
ADVERTISEMENT
Mengenal postpartum depression (PPD)
Memiliki momongan tidak serta merta membuat orang tua, khususnya seorang ibu, selalu diliputi perasaan bahagia karena merasa telah sempurna sebagai seorang perempuan. Bagi beberapa wanita, menjalani masa setelah persalinan justru bisa mengalami depresi.
Sang ibu biasanya akan merasakan kesedihan dan kecemasan yang berlebihan. “Pada kasus-kasus depresi pascamelahirkan, biasanya si ibu tidak mau merawat anaknya, merasa takut ada kesalahan dan sesuatu yang bisa melukai anaknya. Perasaan itu timbul bahkan bisa sampai nangis terus-menerus tanpa henti,” papar Andri, dokter spesialis kejiwaan di Omni Hospital Alam Sutera, Tangerang, saat dihubungi kumparanSAINS, Senin (2/9).
Pria yang juga berprofesi sebagai staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta itu menjelaskan gejala-gejala yang terjadi pada seorang perempuan yang mengalami PPD. Hal itu dapat terdeteksi sejak ia melahirkan hingga 6 bulan pascapersalinan.
Ilustrasi Depresi. Foto: Shutter Stock
Beberapa gejala PPD lainnya, imbuh Andri, juga sama seperti gejala depresi pada umumnya. “Misalnya, hilang harapan, putus harapan, mood-nya menurun atau mood-nya sedih,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menanggapi kasus FM yang mengalami halusinasi sehingga nekat membunuh buah hatinya, Andri sendiri tak ingin buru-buru memvonis pelaku juga mengalami PPD. Sebab, menurutnya, sangat penting untuk mengetahui riwayat kesehatan jiwa pelaku sebelum menyatakan aksi pembunuhan yang dilakukan FM dipicu karena depresi pascamelahirkan.
“Seperti kasus ibu ini (FM), kita tidak bisa serta merta mengatakan bahwa dia ini mengalami postpartum depression hanya karena dia melakukan sesuatu yang dianggap oleh nalar kita itu tidak benar,” tegas Andri.
Menurut Andri, tanpa ada pemeriksaan lebih mendalam pada kondisi kejiwaan pelaku, maka tidak bisa menyebut tindakan kriminal yang dilakukan FM semata-mata karena ibu muda tersebut mengalami depresi pascamelahirkan.
Dalam kasus ini, psikiater forensik adalah pihak yang berwenang melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kejiwaan FM. Sebab jika bicara soal halusinasi yang juga dialami FM sehingga mendorongnya melakukan aksi pembunuhan, Andri menganalisis ada kemungkinan perempuan tersebut mengalami apa yang disebut dengan gejala psikosis.
ADVERTISEMENT
“Jika sampai mendengar halusinasi, itu harus segera ditangani sebab itu merupakan kegawatdaruratan psikiatri, jadi harus dirawat di rumah sakit jiwa,” imbaunya.
Psikosis pascamelahirkan, kata Andri, juga tidak bisa muncul begitu saja pada seorang perempuan. Biasanya, kondisi ini dipicu oleh riwayat gangguan kejiwaan yang pernah mereka alami sebelumnya.
Contohnya, seorang perempuan dengan kondisi kejiwaan yang tidak bermasalah sebelumnya tetapi pernah memiliki riwayat psikosis seperti depresi atau bipolar, penyakit kejiwaan tersebut bisa kambuh saat mereka mengandung. Hal ini terjadi karena ada perubahan di sistem saraf pusat akibat ketidakseimbangan hormon sang ibu.
Andri menekankan bahwa kondisi tersebut terbilang langka. “Psikosis pascamelahirkan itu kejadiannya sangat jarang, hanya satu sampai dua orang per seribu kelahiran,” tuturnya.
ADVERTISEMENT