Menyimak Kisah Sukses Pendidikan Tanggap Bencana di Jepang

30 November 2018 13:09 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tsunami (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tsunami (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Ada yang unik dengan pendidikan di Jepang. Ternyata sejak kecil, anak-anak di Jepang sudah diajarkan untuk tanggap terhadap bencana. Fakta tersebut diungkapkan oleh Hayakawa Jun, technical officer dari Ministry of Land, Infrastructure, Transport, and Tourism (MLIT) Jepang dalam kuliah umum mengenai gempa dan tsunami di Jepang dan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sama seperti Indonesia, tutur Jun, Jepang juga merupakan negara rawan bencana alam, seperti gempa bumi dan tsunami. Karena itulah, Jepang selalu berusaha untuk melindungi negara dan warganya dari bencana alam dengan cara membangun infrastruktur khusus seperti tanggul laut (sea dike). Menurut Jun, infrastruktur seperti itu merupakan investasi karena dapat membantu mengurangi kerugian negara akibat bencana alam.
“Jepang melakukan disaster risk reduction (DRR), caranya membangun sesuatu untuk mencegah terjadinya bencana sebelum bencana itu terjadi. Bukan sesudahnya,” kata Jun dalam kuliah umum di Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia, Kamis (29/11).
“Setelah bencana, kami membangun infrastruktur yang lebih baik lagi.”
Hayakawa Jun. (Foto: Zahrina Noorputeri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hayakawa Jun. (Foto: Zahrina Noorputeri/kumparan)
Jun mengacu pada bencana gempa dan tsunami di Jepang tahun 2011. Tsunami pada saat itu terjadi lebih tinggi dari tanggul laut, bahkan tanggul tersebut hancur akibat diterjang tsunami. Menanggapi hal itu, MLIT kemudian mengeluarkan rancangan kota untuk menghadapi tsunami dan pembangunan infrastruktur untuk mencegah bencana kembali dilakukan.
ADVERTISEMENT
Namun, Jun mengingatkan, membangun infrastruktur saja tidak cukup. Di Jepang, pendidikan tanggap bencana pun diberikan untuk meminimalisasi jumlah korban akibat bencana alam. Sejak masih anak-anak, warga Jepang telah diajarkan bagaimana harus bersikap ketika terjadi bencana.
“Setiap tahun, (Jepang) melakukan simulasi evakuasi. Ini sangat penting. Waktu saya kecil, simulasi evakuasi hanya dilakukan untuk gempa bumi. Tapi sekarang, berbagai sekolah sudah melakukan simulasi untuk tsunami juga,” kata Jun.
Ilustrasi suasana kelas di sekolah Jepang (Foto: Keiwa College/Flickr)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi suasana kelas di sekolah Jepang (Foto: Keiwa College/Flickr)
Salah satu contoh keberhasilan dari simulasi evakuasi saat bencana ini dapat terlihat pada saat bencana tahun 2011 ketika gempa bumi berkekuatan 9 Magnitudo mengguncang Jepang dan kemudian diikuti dengan tsunami. Sebanyak 3.000 siswa SD dan SMP di Unosumai, Kamaishi, Prefektur Iwate berhasil diselamatkan.
Unosumai adalah wilayah yang mengalami kerusakan paling parah di Kamaishi. Namun, 3.000 siswa berhasil menyelamatkan diri dengan cara segera lari ke tempat tinggi. Siswa SMP berlari terlebih dahulu kemudian membantu siswa-siswa lain yang lebih muda. Dari 1.000 korban jiwa di Unosomai, hanya lima yang berstatus pelajar.
ADVERTISEMENT