Misteri Kematian Sultan Penakluk Yerusalem Terungkap

6 Mei 2018 16:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Patung Salahudding Al Ayubbi. (Foto: Graham van der Wielen via Wikimedia commons)
zoom-in-whitePerbesar
Patung Salahudding Al Ayubbi. (Foto: Graham van der Wielen via Wikimedia commons)
ADVERTISEMENT
Kematian Salahuddin Al Ayyubi atau Saladin, si penakluk Yerusalem sekaligus sultan pertama dari Dinasti Ayyubiyyah, suatu dinasti yang menguasai Timur Tengah selama abad ke-12, pada tahun 1193 lalu diselimuti misteri.
ADVERTISEMENT
Namun berkat peninggalan catatan medis Salahuddin yang berusia 800 tahun, seorang peneliti mengaku telah menemukan penyakit yang membunuh si sultan agung tersebut.
Dilansir Live Science, Stephen Gluckman, profesor ilmu kedokteran dari Perelman School of Medicine di University of Pennsylvania, menjelaskan bahwa Salahuddin meninggal akibat penyakit tifus, suatu penyakit yang bisa menyerang seseorang ketika makanan atau minumannya terkontaminasi bakteri Salmonella typhi.
Hasil temuan ini Gluckman paparkan di acara Historical Clinicopathological Conference di University of Maryland School of Medicine.
Lukisan Salahuddin Al Ayubbi.  (Foto: Pelukis: Cristofano dell'Altissimo)
zoom-in-whitePerbesar
Lukisan Salahuddin Al Ayubbi. (Foto: Pelukis: Cristofano dell'Altissimo)
Salahuddin Al Ayyubi
"Ia (Salahuddin) adalah salah seorang pemimpin Muslim penting pada masa perang salib di Timur Tengah," ujar Tom Asbridge, profesor sejarah abad pertengahan di Queen Mary University of London.
Walau ia salah satu tokoh besar, namun Salahuddin dilaporkan meninggal tanpa menyisakan sepeser pun uang untuk biaya pemakamannya.
ADVERTISEMENT
Ia dikagumi oleh banyak orang, beberapa di antaranya adalah mantan presiden Mesir Gamal Abdel Nasser dan mantan presiden Irak Saddam Hussein.
Salahuddin lahir di Tikrit, sebuah kota di Irak, pada 1137 atau 1138. Ia belajar mengenai militer dari pamannya, dan mulai dari situ karir militernya menanjak hingga kemudian ia ditunjuk sebagai komandan pasukan Suriah di Mesir, sekaligus wazir (perdana menteri) bagi Dinasti Fatimiyah ketika usianya 31 tahun pada 1169.
Pada 1187, Salahuddin dan pasukannya berhasil menaklukkan kota suci Yerusalem dari tangan pasukan salib yang menaklukkan Yerusalem sejak 88 tahun lalu, pada masa Perang Salib Pertama.
Penaklukkan Yerusalem ini menyebabkan terjadinya Perang Salib Ketiga yang berlangsung dari 1189 ke 1192. Perang Salib Ketiga ini berakhir dengan kegagalan raja-raja Eropa seperti Richard I dari Inggris untuk menguasai Yerusalem.
Salahuddin setelah Pertempuran Hattin 1187. (Foto: Said Tahsine via Wikimedia Commons.)
zoom-in-whitePerbesar
Salahuddin setelah Pertempuran Hattin 1187. (Foto: Said Tahsine via Wikimedia Commons.)
ADVERTISEMENT
Kematian
Setahun setelah Perang Salib Ketiga berakhir, Salahuddin jadi sakit. Ia dilaporkan mengalami demam yang diikuti dengan sakit selama dua minggu, sebelum akhirnya tutup usia pada umur 55 atau 56 tahun.
Ia juga dikatakan sempat melakukan prosedur medis kuno, seperti bloodletting atau pengurangan darah dan clysters atau pompa perut kuno.
Gluckman sendiri hanya memiliki sedikit detail untuk bisa melakukan diagnosis atas penyakit yang diderita Salahuddin. Namun demikian ia dapat menyingkirkan beberapa dugaan atas penyakit Salahuddin.
Ia menjelaskan bahwa cacar yang merupakan penyakit paling mematikan kala itu diduga tidak membunuh Salahuddin. Selain itu ia juga mencoret TBC atau tuberkulosis dari daftar penyakit yang mungkin diderita Salahuddin, sebab catatan yang ia pelajari tidak menjelaskan adanya masalah pernapasan.
ADVERTISEMENT
Malaria juga dihapus dari daftar ini karena Gluckman tidak menemukan bukti kuat yang menjelaskan Salahuddin menggigil akibat simtom malaria.
Akibat Tifus
Gluckman menemukan bahwa simtom yang Salahuddin alami ternyata cocok dengan simtom akibat tifus. Ia juga menjelaskan bahwa tifus cukup banyak terjadi di daerah tempat Salahuddin berada kala itu.
Simtom dari tifus sendiri adalah demam tinggi, lemas, sakit perut, sakit kepala, dan juga hilangnya nafsu makan. Kondisi penyakit ini masih ada sampai sekarang dan diperkirakan ada 21,5 juta orang di seluruh dunia yang mengalami infeksi bakteri tersebut.
Gluckman menjelaskan bahwa untuk sekarang ini pengobatan tifus menggunakan antibiotik. Namun ia mengatakan ada suatu kekhawatiran karena kemampuan melawan antibiotik dari bakteri penyebab tifus semakin meningkat.
ADVERTISEMENT
Tapi ia menambahkan bahwa ada beberapa antibiotik yang masih bisa bekerja melawan tifus.