Misteri Meluapnya Mata Air Ngreneng Semanu di Gunungkidul

9 Desember 2017 11:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Banjir Rob di Muara Gembong  (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Banjir Rob di Muara Gembong (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
Meluapnya mata air Ngreneng Semanu di kawasan Gunungkidul belum lama ini sempat viral karena peristiwa seperti itu sangat jarang terjadi. Pada tanggal 27 November kemarin, mata air itu meluap akibat hujan lebat dari siklon Cempaka yang membuat sebagian wilayah Yogyakarta terendam banjir.
ADVERTISEMENT
Banyak warga yang berkumpul untuk melihat luapan yang menggenangi kawasan mata air Ngreneng yang lokasi tepatnya berada di Padukuhan Wediutah, Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta. Ternyata berseliweran informasi hoaks yang menyebutkan luapan itu adalah air asin sehingga menimbulkan pemahaman air laut telah naik atau ada juga yang menghubungkannya dengan hal mistis.
Padahal, air itu tidaklah asin dan hanyalah air tawar biasa.
Hal ini diungkapkan oleh Ahmad Cahyadi, pengajar dan peneliti Departemen Geografi Lingkungan Fasilitas Geografi UGM. Cahyadi membantah informasi hoaks yang mengatakan luapan mata air Ngreneng berasa asin.
Lumpur di Gunung Kidul imbas bencana banjir (Foto: Merina Lestari/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Lumpur di Gunung Kidul imbas bencana banjir (Foto: Merina Lestari/kumparan)
Kabar itu dianggap tidak masuk akal karena lokasinya yang terletak sangat jauh dari laut dan ketinggiannya yang sampai 150 meter di atas permukaan laut. Ahmad telah mencari tahu mengenai masalah ini sebelum memberikan kesimpulan soal kabar hoaks tersebut.
ADVERTISEMENT
Apalagi, ia menuturkan air tawar di sana sedang dalam jumlah sangat banyak mengelir ke laut, maka seharusnya desakan air laut ke arah darat semakin kecil.
“Menurut saya, sebab utama kejadian banjir adalah hujan ekstrim yang terjadi akibat siklon tropis Cempaka. Stasiun meteorologi penelitian kelompok studi karst di Gua Pindul misalnya mencatat curah hujan pada tanggal 28 November 2017 sampai dengan 364 milimeter/hari. Padahal dikatakan hujan ekstrim kalau lebih dari 50 milimeter/hari. Melihat data hujan normal di sana, ini seperti hujan sebulan lebih yang ditumpahkan dalam waktu satu hari yang sama," kata Cahyadi ketika dihubungi kumparan (kumparan.com) beberapa waktu lalu.
Faktor lain terjadinya banjir adalah karena kemampuan pembuangan air yang terlalu kecil dari lembah karst dan sungai bawah tanah atau gua dibandingkan dengan volume aliran airnya. Hal ini menyebabkan kemampuan mengalirkan air jadi terbatas pada lorong gua.
ADVERTISEMENT
“Air yang jernih berasal dari saluran diffuse (aliran yang melalui pori pori batuan), sehingga tersaring. Aliran ini memenuhi saluran terlebih dahulu sebelum kejadian hujan ekstrim itu sebagai aliran sungai bawah tanah atau kita sebut simpanan (storage). Saat hujan ekstrem terjadi, air masuk melalui ponor atau luweng ke sungai bawah tanah dengan cepat. Air ini bersifat keruh karena mengalir cepat dan mengerosi tanah," papar Cahyadi.
Menurutnya, air itu mendorong keluarnya air jernih yang dalam beberapa hari setelahnya disusul oleh air yang keruh.
Saat ini, air yang menggenangi mata air Ngreneng Semanu sudah surut. Cuaca cerah dan saluran air yang telah kembali lancar menjadi alaan kenapa luapan mata air itu sudah berakhir.
ADVERTISEMENT