Orang Kaya Lebih Cenderung untuk Berbohong dan Berbuat Curang

22 Juli 2018 18:49 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Setnov di sidang pemeriksaan saksi kasus eKTP (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Setnov di sidang pemeriksaan saksi kasus eKTP (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kamu mungkin merasa heran betapa banyaknya pejabat di negeri ini yang masih saja melakukan korupsi padahal mereka sudah kaya raya. Kalau kamu termasuk orang yang sangat heran dengan fenomena tersebut, kamu tampaknya perlu membaca hasil riset bahwa orang-orang kaya atau yang berada di lapisan kelas atas ternyata memang cenderung untuk berbohong, berbuat curang, dan melakukan hal-hal lain yang tak etis jika dibandingkan dengan orang-orang miskin atau yang berada di lapisan kelas bawah.
ADVERTISEMENT
Sebelum kamu menyimpulkan secara general, perlu ditekankan lebih dulu bahwa para ilmuwan yang melakukan riset ini menyatakan hasil riset ini tidak berarti bahwa setiap orang dengan status tinggi berperilaku tidak etis atau pun bahwa setiap orang dari masyarakat kelas bawah pasti berperilaku etis.
"Kami tidak mengatakan bahwa jika Anda kaya, Anda selalu tidak etis, dan jika Anda miskin, Anda pasti beretika. Ada banyak contoh perilaku etis yang meningkat di antara individu kelas atas, seperti filantropi Warren Buffett atau Bill Gates," kata Paul Piff, salah satu peneliti dalam studi ini yang juga merupakan psikolog sosial di University of California, Berkeley, dilansir Live Science.
Jadi, orang dari kalangan atas maupun kalangan bawah sama-sama bisa bersikap tidak etis. Seperti misalnya, para peneliti menduga, masyarakat kelas bawah yang hidup dengan sumber daya lebih sedikit mungkin lebih didorong untuk berperilaku tidak etis untuk meningkatkan nasib mereka. Sementara individu kelas atas yang memiliki sumber daya lebih besar, mungkin memiliki lebih banyak kebebasan untuk fokus hanya pada diri mereka sendiri sehingga menimbulkan perilaku yang tidak etis.
Ilustrasi orang kaya (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi orang kaya (Foto: Pixabay)
Cara mendapatkan hasil riset ini
ADVERTISEMENT
Mengenai mengapa para peneliti menemukan bahwa masyarakat kelas atas lebih cenderung bersikap tak etis dibanding masyarakat ke bawah, hal ini mereka dapatkan dari sejumlah pemeriksaan, antara lain pemeriksaan perilaku tidak etis di jalan.
Dalam pemeriksaan ini para peneliti menemukan bahwa dibanding pengemudi dari kalangan bawah, pengemudi dari kalangan atas di San Francisco Bay Area ternyata lebih sering memotong jalan pejalan kaki di jalur penyeberangan. Peneliti menggolongkan kelas pengemudi ini berdasarkan pada pembuatan kendaraan serta usia dan penampilan masing-masing pengemudi.
Hasil pemeriksaan lainnya, yakni berupa tes laboratorium yang mengikutsertakan para mahasiswa di Berkeley dan sampel online orang dewasa di AS secara nasional sebagai peserta tes, juga menunjukkan bahwa mereka yang menganggap diri mereka kelas atas memiliki kecenderungan lebih besar untuk membuat keputusan yang tidak etis.
ADVERTISEMENT
Keputusan tidak etis ini antara lain perbuatan mencuri sesuatu dengan tidak jujur, berbohong dalam negosiasi, berbuat curang dalam permainan untuk meningkatkan peluang mereka memenangkan uang hadiah atau pun mendukung perilaku tidak etis di tempat kerja, seperti mencuri uang, menerima suap, dan membebani pelanggan secara berlebihan.
Terpidana kasus korupsi Pembangunan P3SON Hambalang, Anas Urbaningrum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (Foto:  ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
zoom-in-whitePerbesar
Terpidana kasus korupsi Pembangunan P3SON Hambalang, Anas Urbaningrum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Piff mengaku terkejut dengan hasil penelitiannya ini. “Orang-orang kelas atas bertindak tidak etis tiga hingga empat kali lebih sering daripada orang-orang kelas bawah," kata Piff. Ia menuturkan, semua temuan laboratorium yang membedakan antara kelas atas dan kelas bawah ini dilihat secara keseluruhan tanpa memandang usia, jenis kelamin, etnis, religiusitas dan orientasi politik peserta tes.
Temuan ini menurut Piff sesuai dengan hasil penelitian lain sebelumnya. "Sebuah studi mengenai pengutilan pada tahun 2008 menemukan bahwa peserta berpendapatan lebih tinggi dan berpendidikan lebih tinggi cenderung pernah mengutil dalam hidup mereka --itu data yang dilaporkan sendiri, diakui, tetapi masih menarik," kata Piff. "Juga, individu berpenghasilan tinggi lebih cenderung melaporkan pernah melanggar batas kecepatan saat melajukan kendaraan."
ADVERTISEMENT
Tidak peduli pada orang lain
Selain penelitian mengenai pengutilan di atas, penelitian lainnya juga pernah menunjukkan bahwa individu kelas atas sering kurang peduli pada orang lain, lebih buruk dalam mengidentifikasi emosi yang dirasakan orang lain, kurang dermawan dan altruistik, dan lebih melepaskan diri secara sosial. Misalnya, mereka lebih senang untuk memainkan ponsel atau mencoret-coret di atas kertas selama interaksi sosial.
Penelitian semacam itu bisa dibilang semakin mendukung kesimpulan bahwa mungkin lebih mudah untuk bertindak tidak etis terhadap orang lain jika Anda tidak memikirkan tentang apa yang mereka rasakan.
Selain karena tidak memikirkan perasaan orang lain, Piff mengatakan, alasan mengapa orang kaya cenderung untuk bersikap tidak etis adalah karena perilaku tidak etis membantu mereka mendapatkan kekayaan dan status kelas atas. Menurutnya, semakin seseorang mementingkan kepentingan diri sendiri maka semakin meningkat pula keinginannya untuk berperilaku tidak etis.
ADVERTISEMENT