Orang Sulit Terima Argumen yang Kontra dengan Pandangan Politiknya

27 Januari 2019 10:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sulit berpikir logis (Foto: NDE via Pixabayhttps://res.cloudinary.com/kumpar/image/upload/v1539151085/zxgtpusgyzoxjtdupws1.jpg)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sulit berpikir logis (Foto: NDE via Pixabayhttps://res.cloudinary.com/kumpar/image/upload/v1539151085/zxgtpusgyzoxjtdupws1.jpg)
ADVERTISEMENT
Manusia adalah spesies penguasa Bumi. Namun kita punya banyak kelemahan. Salah satunya adalah kecenderungan kita untuk menerima bukti atau fakta yang mendukung apa yang kita percayai, dan menolak bukti yang bertentangan.
ADVERTISEMENT
Para psikolog telah lama mempelajari kelemahan itu. Dan sekarang ada riset baru yang menemukan bahwa orang-orang ternyata memang kesulitan untuk memikirkan secara logis suatu argumen yang bertentangan dengan pendapat mereka.
Temuan itu dipaparkan dalam sebuah makalah karya Anup Gampa dan Sean P. Wojcik dan tim yang akan terbit di jurnal Social Psychological and Personality Science. Di makalah tersebut, Gampa, Wojcik, dan timnya secara spesifik menguji efek dari pertimbangan yang berdasarkan dorongan politis seseorang.
Mereka menggunakan logika silogisme untuk mengujinya. Logika silogisme adalah suatu jenis logika argumen yang berdasarkan suatu premis atau asumsi yang dianggap benar, dan argumen dilanjutkan dari asumsi itu.
Ilustrasi sulit berpikir logis (Foto: sonamabcd via Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sulit berpikir logis (Foto: sonamabcd via Pixabay)
Para peneliti mencontohkan begini:
Semua hal yang terbuat dari tumbuhan itu sehat (premis).
ADVERTISEMENT
Rokok terbuat dari tumbuhan (premis).
Maka, rokok itu sehat (kesimpulan).
Asap rokok sangat berbahaya bagi kesehatan (Foto: Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Asap rokok sangat berbahaya bagi kesehatan (Foto: Unsplash)
Jadi berdasarkan logika silogisme, kesimpulan itu secara logis benar, meski faktanya tidak. Namun karena "rokok itu sehat" sangat berlawanan dengan apa yang orang-orang ketahui, akan ada orang yang menganggap kesimpulan silogisme ini salah. Bahkan setelah dijelaskan mengenai logika silogisme.
Dalam riset ini para peneliti mengganti rokok dengan sesuatu yang berkaitan dengan pandangan politik seseorang. Mereka ingin mempelajari bagaimana jawaban orang-orang ketika diberikan silogisme yang berhubungan dengan politik.
Para peneliti ingin melihat apakah para peserta bisa menjawab dengan betul silogisme yang diberikan, meski bertentangan dengan pandangan politik mereka.
Dari beberapa eksperimen dan studi pendukung riset, para peneliti menemukan bahwa orang dengan pandangan liberal maupun konservatif cenderung lebih banyak melakukan kesalahan saat menjawab silogisme yang kesimpulannya berlawanan dengan pandangan politik mereka.
ADVERTISEMENT
"Para peserta mengevaluasi struktur logika dari keseluruhan argumen berdasarkan apakah mereka sejalan atau setuju dengan kesimpulan argumen," papar para peneliti di makalah seperti dilansir The British Psychological Society.
"Kami menemukan pandangan bias dalam mengevaluasi ada pada setiap jenis silogisme yang diberikan. Terutama yang menyentuh isu-isu politik yang terpolarisasi," tambah mereka.
Ilustrasi debat (Foto: Steemit)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi debat (Foto: Steemit)
Meski begitu, riset ini tidak mengungkapkan apakah orang liberal atau konservatif yang banyak melakukan kesalahan.
"Jadi yang bisa diambil dari riset ini adalah, mungkin para pemikir harus berusaha menjadi seorang yang rendah diri secara epistemologi," jelas Gampa, Wojcik, dan timnya.
"Jika kita menginginkan pemikiran logis menjadi penangkal racun bagi orang-orang yang sangat partisan, kita harus mulai menyadari bahwa hal itu tidak hanya membantu objektivitas, tapi juga bias kita," tambah mereka.
ADVERTISEMENT
Artinya, orang-orang harus memahami bahwa pandangan bias itu tidak endemik terhadap suatu golongan politik saja. Pandangan bias adalah masalah endemik bagi manusia yang memiliki otak untuk berpikir.