Orang yang Anti Vaksin Cenderung Lebih Percaya Teori Konspirasi

3 Februari 2018 10:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Vaksin Difteri (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Vaksin Difteri (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebuah hasil studi yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti mengungkap adanya hubungan antara para anti vaksin dengan kepercayaan mereka pada teori-teori konspirasi.
ADVERTISEMENT
Matthew Hornsey, Ph.D dari University of Queensland yang menjadi pemimpin penelitian ini mengatakan, vaksin adalah salah satu pencapaian terhebat dan penyebab mengapa manusia bisa menambah usia harapan hidup hingga 30 tahun lebih lama dibanding 1 abad yang lalu.
“Karena itu, menarik untuk mempelajari mengapa sampai ada orang yang tidak percaya pada vaksin,” ujar Hornsey, dilansir Science Daily.
Studi yang dilakukan Hornsey dan para koleganya ini merupakan studi pertama yang melihat hubungan antara para anti vaksin dengan kepercayaan pada teori konspirasi dengan melibatkan sampel global. Hasil studi ini telah dipublikasikan di jurnal Health Psychology.
Hornsey dan tim mensurvei 5.323 orang dari 24 negara di lima benua dengan menggunakan angket online pada 31 Maret hingga 11 Mei 2016. Mereka ingin tahu apa pendapat para anti vaksin terhadap empat teori konspirasi, yaitu: Putri Diana dibunuh, Pemerintah AS sudah tahu mengenai 9/11 sebelum terjadi, ada kelompok elit politik yang ingin membangun Tatanan Dunia Baru, serta John F. Kennedy dibunuh sebagai bagian dari rencana besar.
Vaksin Difteri (Foto: ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra)
zoom-in-whitePerbesar
Vaksin Difteri (Foto: ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra)
Di mana pun pengisi angket tinggal, mereka yang mempercayai teori konspirasi tersebut cenderung anti terhadap vaksin.
ADVERTISEMENT
Contohnya, orang yang sangat percaya bahwa Putri Diana dibunuh, sangat menolak vaksin. Uniknya, tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pandangan terhadap vaksin.
“Sikap seseorang itu bergantung pada emosi dan perasaan,” kata Hornsey, “diberikan bukti sebanyak apapun tidak akan mengubah sikap mereka.”
Perusahaan obat besar yang mendapat keuntungan besar dari vaksin sering kali menjadi target hujatan para pencinta konspirasi ini.
“Menurut mereka, keuntungan yang didapat perusahaan adalah bukti bahwa sistem ini kacau dan kebenaran ditutupi demi keuntungan semata.”
Dan menurut Hornsey, mengurangi kepercayaan mereka kepada teori-teori semacam itu tidaklah mudah.
Selain cenderung lebih percaya pada teori-teori konspirasi, menurut hasil studi ini, sikap anti vaksin juga berhubungan dengan sikap intoleransi orang-orang yang membatasi kebebasan mereka, ketakutan pada darah dan jarum, serta pandangan individualistik.
ADVERTISEMENT