Peneliti Temukan Pohon Tertinggi di Amazon yang Pecahkan Rekor

16 September 2019 16:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Hutan Amazon. Foto: AFP/MAURO PIMENTEL
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hutan Amazon. Foto: AFP/MAURO PIMENTEL
ADVERTISEMENT
Amazon adalah tempat yang penuh dengan kehidupan spesies flora dan fauna. Belum lama ini, dengan menggunakan teknologi mobil tanpa pengemudi, para peneliti telah menemukan pohon tertinggi di hutan hujan tersebut.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dipimpin oleh Eric Gorgens dan Diego Armando da Silva, bersama dengan rekan-rekan peneliti dari Brasil, Swansea, Oxford, dan Cambridge, menemukan pohon setinggi 88 meter yang berhasil memecahkan rekor sebagai pohon tertinggi di Amazon. Dengan demikian, pohon setinggi 88 meter ini menggeser rekor pohon sebelumnya yang memiliki tinggi 30 meter.
Menurut para peneliti, pohon dengan ketinggian luar biasa seperti ini mungkin tidak hanya satu di dunia. Di Wilayah Guiana Shield di timur laut Amazon itu, yang menjadi tempat hidupnya 9 persen hutan tropis tersisa di dunia, diperkirakan terdapat beberapa pohon raksasa yang sama.
Antara 2016 dan 2018, Institut Nasional untuk Penelitian Luar Angkasa Brasil (INPE) mengoordinasikan sebuah proyek untuk memindai setiap petak hutan Amazon dengan menggunakan teknologi pemindaian laser. Dalam proyek ini, setidaknya ada 850 petak hutan yang dipindai secara acak, masing-masing memiliki panjang 12 kilometer dan lebar 300 meter.
Pohon tertinggi di Amazon yang pecahkan rekor. Foto: The Conversation
Tujuh dari petak hutan itu berisi pohon yang memiliki tinggi lebih dari 80 meter. Sebagian besar dari mereka berada di daerah sekitar Sungai Jari, salah satu anak Sungai Amazon.
ADVERTISEMENT
Dari hasil pemindaian laser ini, para peneliti dikejutkan dengan banyaknya pohon-pohon tinggi di sana. Dari situlah mereka kemudian memulai perjalanan untuk mengkonfirmasi, melihat, mengidentifikasi, dan mengukur pohon secara langsung.
Perjalanan
Di bawah suhu 35 derajat Celsius yang sangat terik, para peneliti memulai perjalanannya dengan menggunakan kapal dari Laranjal do Jari di timur laut Brasil. Untuk sampai di tempat tujuan, mereka harus pergi ke desa São Francisco do Iratapuru, sebuah desa penghasil kacang di Brasil.
Masyarakat menyediakan empat perahu dan 12 orang anak kapal untuk membawa peneliti menyusuri sungai, melewati hutan lebat yang tak berkesudahan.
Dalam perjalanan yang berlangsung selama berhari-hari itu, tantangan pertama yang harus mereka hadapi adalah melewati air terjun Itacara dengan track yang curam. Di hari berikutnya, mereka harus mengangkut perahu-perahu kayu yang berat dengan perlengkapan di dalamnya dan berjalan di atas tanah yang dikelilingi oleh vegetasi tebal.
Peta perjalanan yang menunjukkan air terjun dan landmark. Simbol hitam adalah air terjun, simbol biru adalah sungai dan bintang merah, yakni situs target. Foto: The Conversation/Eric Gorgens
Usai melewati air terjun Itacara, tim kemudian menyusuri sungai yang memiliki lebar 300 meter hingga 30 meter dengan kondisi yang bebatuan dan jalanan yang terjal. Tak ayal, baling-baling perahu yang mereka tumpangi kerap patah akibat terbentur bebatuan.
ADVERTISEMENT
Di akhir perjalanan di hari kedua, cadangan baling-baling perahu yang mereka bawa mulai tak bersisa. Sialnya, salah satu baling-baling perahu justru patah akibat menabrak batu dan memaksa mereka untuk melanjutkan perjalanan dengan kondisi seadanya, menyusuri jeram sungai.
Pada hari ketiga, tim mulai melewati garis khatulistiwa dan melakukan perjalanan hingga 70 kilometer. Di hari berikutnya, mereka harus mengangkut kembali perahu-perahunya, melakukan perjalan hingga delapan kilometer, melewati jeram sungai dan batu menggunakan tali dan tangan.
Pada hari keenam, setelah menempuh perjalanan sekitar 240 kilometer, tim akhirnya tiba di base camp dan langsung mendirikan tenda. Tak jauh dari tempat mereka berkemah, terdapat pohon-pohon yang sangat tinggi, sehingga mereka bisa mengunjungi pohon-pohon itu dengan mudah.
ADVERTISEMENT
Kendati begitu, mereka tak bisa mengunjungi semua target lokasi yang diungkap oleh data hasil pemindaian laser. Sebab, selain waktu yang tidak memadai, mereka juga harus memotong semak belukar di setiap lokasi yang akan dituju.
Di sana, tim menghabiskan beberapa hari guna mengumpulkan sampel dan melakukan pengukuran pohon. Hasilnya, mereka menemukan 15 pohon raksasa yang memiliki tinggi lebih dari 70 meter, dan sebagian lainnya bahkan mencapai 80 meter.
Anehnya, pohon-pohon raksasa yang ditemukan ini berasal dari spesies yang sama, yakni Angelim vermelho (Dinizia excelsa). Spesies pohon ini memang sangat umum di Amazon, sering digunakan oleh para penduduk karena kayunya yang kuat meski berbau. Namun, pohon ini biasanya hanya tumbuh sekitar 60 meter saja.
ADVERTISEMENT
Raksasa penyerap karbon
Teknologi pemindaian laser dan penemuan pohon-pohon raksasa yang disebut sebagai pohon mammoth ini bukan sekadar mainan untuk para pecinta pohon belaka. Teknologi dan penemuan ini memungkinkan para ilmuwan untuk memetakan detail struktur hutan dan penyimpanan karbon yang luar biasa pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebagai contoh, menurut peneliti, wilayah timur laut Amazon dapat menyimpan jauh lebih banyak karbon dari perkiraan sebelumnya. Setiap pohon Angelim vermelho dapat menyimpan sebanyak 40 ton karbon, itu setara dengan 300 hingga 500 pohon yang lebih kecil.
15 pohon raksasa yang mereka temukan adalah sebagian kecil dari pohon-pohon yang diungkap oleh data pemindaian laser, dan hanya mencakup sebagian kecil wilayah Guiana Shield. Jadi, kemungkinan ada lebih banyak pohon raksasa di wilayah tersebut, dan beberapa di antaranya bahkan mungkin lebih tinggi daripada pohon pemecah rekor yang mereka ditemukan.
ADVERTISEMENT
Fakta ditemukannya pohon-pohon raksasa ini juga menunjukkan bahwa masih banyak hal yang harus dipelajari ihwal ekosistem hutan yang masih misterius di Amazon. Sayangnya, ribuan spesies yang belum teridentifikasi itu mungkin akan terlebih dahulu punah sebelum peneliti menemukannya. Ini tak lain karena deforestasi yang dilakukan manusia terhadap hutan, seperti penebangan, pembakaran, dan ekspansi pertanian.
“Kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk melindungi hutan hujan yang agung ini, dan harta karun yang kita miliki, baik yang diketahui maupun yang belum ditemukan,” tulis para peneliti di The Conversation.