Pengakuan Novita Turunkan Berat Badan 27 Kg dengan Olahraga Ringan

8 Desember 2018 10:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Novita Ratna Sari (38) saat berat badannya 102 kilogram dan 75 kilogram. (Foto: Instagram/@novita.r.sari.5)
zoom-in-whitePerbesar
Novita Ratna Sari (38) saat berat badannya 102 kilogram dan 75 kilogram. (Foto: Instagram/@novita.r.sari.5)
ADVERTISEMENT
Novita Ratna Sari (38 tahun) pernah menjalani olahraga yang tergolong berat demi menurunkan berat badannya yang kala itu sudah mencapai 102 kilogram. Niatnya menurunkan bobot dengan olahraga berat ternyata tak sejalan dengan upayanya sehari-hari. Olahraga berat pun setop di tengah jalan.
ADVERTISEMENT
Memilih olahraga berat pernah dilakukan beberapa kali. Dan beberapa kali itu pula selalu gagal.
Masalah kesehatan kemudian muncul di tahun 2017 lalu. Dia merasa berat membawa tubuhnya sendiri. Napas jadi terengah-engah, padahal baru jalan sedikit.
"Tahun lalu ketika saya 102 kilogram saya merasa kalau jalan berat, kaki saya berat, jalan enggak bisa lama, napas terengah-engah, sering pusing kepala. Dan saya pernah darah tingginya sampai 150," ujar Novita yang kini menjabat sebagai manager di sebuah perusahaan swasta.
Berangkat dari masalah kesehatan itu, Novita mulai melakukan olahraga sejak Desember 2017. Dia mulai melupakan olahraga berat. Komitmennya kali ini adalah olahraga ringan. Seringan yang dia mampu, yang dimulai dengan small step atau jalan perlahan pada pagi hari selama 20 menit.
ADVERTISEMENT
"Small step tapi dilakukannya rutin," Novita menambahkan. "Rutin pun enggak langsung lima kali (seminggu)."
Novita membagikan pengalamannya ini dalam diskusi 'Ayo Indonesia Bergerak' yang digelar di Jakarta, Jumat (7/12). Dari olahraga ringan ini dia merasa bisa melawan sedentari atau gaya hidup yang kurang aktif bergerak. Bahasa masa kininya: malas gerak alias mager.
Perlahan Novita menambah intensitas olahraga ringan. Setelah dua minggu, ia mulai melakukan jalan pagi 30 menit sehari selama tiga hari, hingga akhirnya ia bisa rutin berolahraga 150 menit seminggu dan melakukan sit up 30 hingga 50 kali seminggu. Ini dia lakukan di daerah sekitar rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Sambil olahraga, Novita turut mengatur pola makan. Tidak perlu melakukan diet instan, cukup menyeimbangkan nutrisi yang dimakan, seperti karbohidrat, sayur, buah, protein dan mengurangi makanan yang digoreng.
ADVERTISEMENT
Semua upaya ini membuat berart badannya turun. Sejak memulai olahraga ringan ini pada Desember 2017 hingga Oktober 2018, beratnya turun hampir 30 kilogram.
"Hari ini saya 75 kilogram," kata Novita yang tetap semangat ingin menurunkan berat badannya.
Pola hidup sedentari atau malas gerak sangat berbahaya bagi tubuh. Idealnya, manusia melakukan olahraga atau aktivitas fisik selama 150 menit sepekan. Kesibukan pada jenis pekerjaan yang mengharuskan seseorang berada di depan komputer, sering menjadi kambing hitam untuk melupakan olahraga.
Pola hidup kurang gerak yang dikombinasikan dengan makan dan minum yang jauh dari kata ideal, dapat mendekatkan manusia pada kematian, kata dokter spesialis kesehatan olahraga, dr. Michael Triangto, Sp.KO.
Olahraga harus menjadi budaya bagi manusia dan bukan hanya dilakukan sesekali. Tubuh tetap membutuhkan aktivitas fisik agar terhindar dari penyakit. Sedentari sendiri dapat mengakibatkan penyakit jantung koroner, diabetes melitus, kanker, stroke, nyeri sendi, hingga obesitas.
ADVERTISEMENT
Michael berkata berbagai manfaat akan dirasakan seseorang jika beraktivitas fisik sesuai dengan waktu yang dianjurkan. "Peredaran darah lancar, jantung baik, pencernaan baik, sistem saraf (baik) yang mengatur gerak dan keaeimbangan," katanya.
Jika ada seseorang kurang melakukan aktivitas fisik, para ahli menyarankan agar orang terdekatnya mendorong untuk melakukan aktivitas fisik. Ini disebut sebagai support system, yang berarti harus dilakukan oleh keluarga atau kerabat.
com-Glowing Night Run di GBK (Foto: BNI)
zoom-in-whitePerbesar
com-Glowing Night Run di GBK (Foto: BNI)
Para suporter ini, misalnya, bisa mengajak orang mager agar memilih alternatif naik tangga ketimbang naik lift. Atau, berlibur ke tempat yang mengharuskan seseorang beraktivitas fisik.
"Support system itu penting. Kalau tidak ada di rumah, mau tidak mau kita harus cari. Contohnya klub atau kelompok tertentu yang mengingatkan," tutur drg. Kartini Rustandi, Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga, Kementrian Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Kartini menyambut baik tren lari bersama yang dilakukan di sebuah kota, dan dia juga senang tren ini makin ramai setelah banyak perusahaan yang menggelar ajang lari serupa. Ada yang jarak tempuh larinya 10 kilometer hingga mencapai ratusan kilometer.
Di Kemenkes sendiri saat ini ada runners club bagi yang ingin memulai olahraga lari. Klub ini akan saling pamer seberapa jauh setiap anggotanya sudah lari. Berkat sistem yang seperti ini, ada salah satu anggotanya yang berhasil menurunkan berat badan hingga 18 kilogram.
"Bukan hanya turun berat badan, tensi pun turun, kolesterol pun turun," kata Kartini.