Penyebab Orang Mudah Termakan Hoaks dan Cara Mencegahnya

24 April 2019 8:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hoaks (Ilustrasi). (Foto: Shutter Stock)
zoom-in-whitePerbesar
Hoaks (Ilustrasi). (Foto: Shutter Stock)
ADVERTISEMENT
Berita hoaks adalah ancaman nyata bagi semua orang di dunia. Bahkan pada tingkat ekstremnya, berita hoaks bisa mengganggu proses demokrasi, seperti pemilu.
ADVERTISEMENT
Julian Matthews, peneliti dari Cognitive Neurology Lab, Monash University, Australia, mengatakan salah satu langkah untuk mencegah agar kita tak termakan hoaks adalah dengan memahami bagaimana berita hoaks bisa masuk ke otak kita.
Matthews dalam tulisannya di The Conversation memaparkan, ada dua penyebab kenapa berita hoaks bisa masuk ke otak kita. Yang pertama adalah kesalahan atribusi, lalu yang kedua adalah bias diri kita sendiri.
"Berita hoaks sering kali bergantung pada kesalahan atribusi (kesalahan pemahaman yang berdasarkan pada persepsi dari diri sendiri), yakni kejadian di mana kita bisa mengingat suatu hal dari memori tapi tidak bisa mengingat sumbernya," jelas Matthews.
Kesalahan atribusi
Menurut Matthews, kesalahan atribusi juga adalah penyebab kenapa iklan bisa sukses membuat kita merasa familiar dengan suatu produk. Meski kita lupa kapan dan di mana kita pernah melihat produk itu.
ADVERTISEMENT
Matthews mencontohkan sebuah riset yang mempelajari judul berita-berita hoaks di Pemilu Presiden AS 2016. Dalam hasil riset yang dipublikasikan di Journal of Experimental Psychology General itu, para peneliti memaparkan bahwa penyebaran berita hoaks dengan judul bombastis bisa meningkatkan rasa percaya seseorang pada isi kontennya.
Periset menemukan bahwa efek ini bisa bertahan setidaknya selama empat minggu. Efek peningkatan rasa percaya juga tetap ada meski telah ada pengecekan fakta dan para responden dalam riset menduganya sebagai berita hoaks.
Selain karena tingkat bombastis, semakin sering berulangnya ekspos atas berita hoaks juga akan membuat anggapan bahwa informasi yang salah itu benar semakin tinggi. Pengulangan itu akan membuat terjadinya salah mengingat atau salah atribusi secara kolektif. Fenomena ini, menurut Matthews, disebut sebagai Efek Mandela.
ADVERTISEMENT
Matthews menambahkan bahwa orang-orang kreatif adalah kaum yang cukup rentan terpengaruh berita hoaks. Meski begitu, semua orang berada dalam risiko mendapat pengaruh berita hoaks.
Bias
Penyebab lain orang mudah termakan hoaks adalah bias. Rasa bias adalah perasaan dan pandangan kita terhadap dunia yang mempengaruhi penerimaan memori.
"Kita mungkin sering menganggap memori kita sebagai seorang pengarsip yang dengan hati-hati menyimpan suatu kejadian, tapi sebenarnya memori kita lebih mirip seorang pendongeng," kata Matthews.
"Memori itu dibentuk oleh apa yang kita percayai dan bisa berfungsi untuk menjaga suatu narasi yang konsisten dibanding sebuah rekam kejadian yang akurat," sambung dia.
Matthews mengatakan bahwa contohnya adalah kecenderungan kita untuk mencari informasi yang mendukung pendapat atau kepercayaan kita. Ia menambahkan bahwa kita juga suka menghindari informasi yang mempertanyakan pendapat atau kepercayaan itu.
ADVERTISEMENT
Menurut Matthews, otak kita dibuat untuk mengasumsikan bahwa hal yang kita percayai berasal dari suatu sumber kredibel.
Ilustrasi otak manusia. Foto: Shutterstock
Ia juga menambahkan, orang-orang yang punya rasa kepercayaan kuat pada suatu pendapat tak hanya mengingat hal-hal yang relevan dengan kepercayaan mereka saja. Mereka juga mengingat informasi yang berlawanan dengan kepercayaan mereka.
Ini karena orang-orang ingin menggunakan informasi itu untuk melindungi kepercayaan dan pendapatnya dari pendapat lawan.
"Berita hoaks sering didesain untuk bisa menarik perhatian. Itu bisa membentuk perilaku seseorang bahkan setelah beritanya didiskreditkan," kata Matthews.
"Hal ini karena berita hoaks menyebabkan sebuah reaksi emosional yang jelas dan membangun naratif yang sudah ada pada seseorang," imbuh dia.