Perundungan: Bocah Penderita Alergi Meninggal Setelah Dilempari Keju

6 Mei 2019 12:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keju, salah satu produk turunan susu. Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Keju, salah satu produk turunan susu. Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
Jangan menganggap remeh suatu alergi. Karena reaksi tubuh terhadap alergi bisa sangat berbahaya, bahkan sampai menyebabkan kematian. Hal ini dialami oleh seorang bocah di Inggris.
ADVERTISEMENT
Bocah penderita alergi berusia 13 tahun itu meninggal dunia setelah mengalami perundungan (bullying) dari murid lain di sekolahnya. Kematiannya diduga kuat disebabkan oleh reaksi alergi yang ia alami.
Bocah bernama Karanbir Singh Cheema itu meninggal setelah ia dilempari keju oleh siswa lain di sekolahnya, yakni William Perkin Church of England High School. Karan meninggal saat dirawat di Great Ormond Street Hospital, 10 hari setelah kejadian pelemparan keju tersebut.
Kejadian nahas itu sendiri terjadi pada 28 Juni 2017 lalu. Lucjan Santos, yang kala itu adalah pengajar di sekolah tersebut, memberi keterangan di pengadilan bahwa Karan sempat melaporkan kejadian pelemparan keju itu kepada dirinya.
Karanbir Singh Cheema, bocah penderita alergi susu. Foto: Keluarga Cheema.
Karan menanyakan identitas seorang murid. Murid yang Karan maksud adalah yang melempar keju ke tubuhnya. Identitas murid ini dirahasiakan karena alasan hukum.
ADVERTISEMENT
"Dia (Karan) bilang, 'dia melempar keju ke arah kerahku tanpa alasan yang jelas', dan menunjuk ke arah bagian belakang lehernya," ujar Santos, dilansir The Guardian.
Santos mengatakan bahwa Karan melanjutkan percakapan dengan mengatakan bahwa dia memiliki alergi keju. Mendengar itu, Santos mengirim Karan ke petugas kesehatan di sekolah.
"Dia tampak baik-baik saja dan berbicara dengan tenang," kata Santos mendeskripsikan sikap Karan.
Menurut laporan, Karan memiliki beberapa alergi makanan. Mulai dari gandum, gluten, produk turunan susu, dan kacang. Selain itu, Karan juga menderita asma dan eksem atopik.
Selain Santos, dua bocah yang melakukan pelemparan keju kepada Karan juga telah dipanggil ke pengadilan. Keduanya, yang waktu kejadian masih berusia 13 tahun, sekarang telah berusia 15 tahun. Di pengadilan mereka mengaku tidak mengetahui atas kondisi kesehatan Karan.
Ilustrasi bayi alergi susu sapi. Foto: Shutterstock
Bonny Campbell, petugas kesehatan sekolah, mengatakan bahwa ketika Karan sampai ke ruangannya, ia mulai menggaruk lehernya tapi masih terlihat tenang. Campbell mengatakan beberapa saat kemudian, Karan mulai semakin panik.
ADVERTISEMENT
"Dia (Karan) berdiri di depan wastafel, terengah-engah, sambil menggaruk-garuk lehernya," kata Campbell.
Campbell mengatakan garukan itu menyebabkan leher Karan terluka sampai berdarah. Bahkan Karan sampai berguling-guling karena rasa sakit yang ia rasakan.
"Ia membuka pakaiannya, ia merasa gatal, dan tidak bisa bernapas," ujar Campbell. "Ada bekas garukan di leher dan perutnya, ia juga berteriak-teriak," sambungnya.
Campbell mengatakan Karan sempat berteriak bahwa dirinya akan mati.
Para petugas kesehatan sekolah memberikan Karan sebuah obat pengurang reaksi alergi bernama Piriton dan obat inhalernya. Tapi kondisi Karan memburuk dan akhirnya ia diberikan suntikan EpiPen.
Menurut Campbell, EpiPen tidak berfungsi. Setelah suntikan EpiPen, Karan menjadi lemas dan matanya jadi sayu. Pihak pengadilan menemukan bahwa EpiPen yang digunakan telah kedaluwarsa selama satu tahun.
ADVERTISEMENT
Campbell menjelaskan bahwa suntikan EpiPen kedua tidak diberikan karena ambulans sudah di perjalanan. Selain itu, pihak operator gawat darurat menyarankan agar tidak memberikan suntikan lanjutan.
Vivien Chan, dokter anak yang menangani Karan, mengatakan bahwa biasanya saran yang diberikan adalah memberi suntikan kedua EpiPen lima menit setelah yang pertama.
Ia menambahkan bahwa suntikan kedua bisa diberikan secepatnya, jika memang diperlukan. Tapi Chan menjelaskan bahwa dirinya tidak bisa mengetahui apakah pada kasus Karan, suntikan kedua bisa memberikan perbedaan berarti.
Chan menyarankan agar pihak sekolah selalu menyimpan obat-obat dan alat penanganan alergi untuk para siswanya. Hal ini perlu dilakukan agar kejadian serupa tidak terjadi.