Pria Rusia Ajukan Diri Jadi Relawan Transplantasi Kepala

19 Maret 2018 13:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi operasi (Foto: pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi operasi (Foto: pixabay)
ADVERTISEMENT
Keinginan untuk memindahkan kepala sendiri ke tubuh orang yang lain mungkin akan terdengar seperti kisah horor atau sebuah candaan.
ADVERTISEMENT
Namun, ketika diri Anda mengalami penyakit mematikan seperti yang dialami oleh Valery Spiridonov, ide gila ini bisa jadi terlintas demi terus bertahan hidup.
Spiridonov adalah pria berusia 30 tahun asal Rusia yang menderita penyakit bernama Werdnig-Hoffman atau Spinal Muscular Atrophy (SMA). Penyakit kelainan saraf dan otot ini disebabkan oleh mutasi (kerusakan) pada gen sehingga membuatnya mengalami kelumpuhan.
Ketika ia mendengar kisah Sergio Canavero, ahli bedah asal Italia, yang ingin melakukan transplantasi kepala dan konon sempat sukses melakukan transplantasi kepala pada dua tubuh manusia, Spiridonov pun mengajukan diri sebagai "kelinci percobaan" bagi si dokter tersebut. Dirinya sudah mengajukan keinginan menjadi relawan transplantasi ini sejak April 2015.
Dan jika memang transplantasi kepala ini akan dilakukan, diprediksi prosedurnya akan memakan waktu sekitar 36 jam serta membutuhkan bantuan dari 150 orang tenaga medis. Tiada jaminan operasi ini akan berlangsung lancar dan selamat.
Prof. Sergio Canavero. (Foto: Facebook)
zoom-in-whitePerbesar
Prof. Sergio Canavero. (Foto: Facebook)
Jika berhasil, hal ini bisa menjadi sinar harapan bagi mereka yang mengalami kelumpuhan atau penyakit mematikan di tubuhnya. Namun menurut banyak ahli, ide transplantasi kepala ini terlalu besar risikonya bagi pasien. Sebab, kemungkinan besar tubuh akan memberikan reaksi penolakan terhadap kepala transplantasi ittu.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak menyarankan ini kepada siapa pun," ujar Hunt Batjer, presiden American Association for Neurological Surgeons, seperti dilansir Independent. "Saya tidak akan membiarkan siapa pun melakukan hal tersebut kepada saya. Hal ini mungkin berakibat lebih buruk dari kematian," tambahnya.
Tanggapan Batjer terhadap ide operasi transplantasi kepala tidak jauh berbeda dengan ahli medis lainnya. Arthur Caplan, direktur etika medis Langone Medical Centre di New York University, mengatakan besar kemungkinan pasien akan mengalami kegilaan akibat banyaknya reaksi kimia baru pada tubuhnya.
Sebelumnya pada 1970, sebuah transplantasi kepala pada monyet pernah dilakukan. Monyet tersebut berhasil hidup selama delapan hari sebelum akhirnya mati karena tubuh menolak kepala si monyet.
Tak hanya itu, monyet juga tidak dapat bergerak dan juga bernapas akibat sistem saraf antara kepala serta tubuh tidak terhubung dengan sempurna.
ADVERTISEMENT
Memang untuk bisa menemukan suatu terobosan baru kita harus berani melakukan hal-hal ekstrem. Namun, mengingat risiko yang mungkin ada, apakah transplantasi kepala layak untuk dilakukan pada manusia?