Pria Swiss Punya Kualitas Sperma Paling Buruk di Eropa

24 Mei 2019 19:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sperma. Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sperma. Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah laporan pada 2017, para ilmuwan menyatakan bahwa jumlah sperma pria yang berkualitas telah berkurang drastis hanya dalam waktu empat dekade di negara-negara industri.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, kondisi ini semakin memburuk, dan di antara semua negara ini, percaya atau tidak, Swiss tergolong yang paling buruk.
Pernyataan tersebut didasarkan pada sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Andrology. Ini merupakan penelitian pertama untuk menilai kualitas sperma nasional di Swiss, juga menjadi yang pertama dalam menemukan bukti bahwa negara ini memiliki jumlah sperma rata-rata terburuk di Eropa.
Median jumlah sperma pria di Eropa berkisar antara 41 hingga 67 juta per mililiter (ml) dan menurut World Health Organization (WHO), jumlah sperma yang bagus semestinya berjumlah di bawah 15 juta per ml. Ini berarti, rata-rata jumlah sperma di Eropa tidak mengindikasikan kesuburan, khususnya di Swiss yang rata-rata prianya memiliki jumlah sperma 47 juta per ml.
Salah satu sudut kota di Swiss Foto: Pixabay
Kondisi itu menempatkan Swiss di urutan terbawah liga sperma Eropa, bersama dengan Jerman, Denmark, dan Norwegia. Mirisnya, berdasarkan survei tim ilmuwan dari Universitas Jenewa, dari 2.523 pria muda di Swiss, berusia 18 hingga 22 tahun yang telah direkrut menjadi tentara dan diteliti kualitas spermanya, hanya sekitar 17 persen di antara mereka yang memiliki jumlah sperma di bawah 15 juta per ml.
ADVERTISEMENT
"Sangat penting untuk dipahami bahwa waktu yang tepat untuk meningkatkan peluang hamil pada perempuan secara signifikan bergantung jika seorang pria yang bersanggama dengannya memiliki konsentrasi sperma di bawah 40 juta sperma per ml," ungkap Serge Nef, profesor dari Department of Genetic Medicine and Development di Geneva’s Faculty of Medicine, yang memfokuskan penelitiannya pada tiga indikator utama kualitas sperma: jumlah, motilitas, dan morfologi sel sperma.
Lebih mengkhawatirkan lagi, dari seperempat pria yang diteliti tersebut, hanya kurang dari 40 persen sel sperma mereka yang bergerak. Selain itu, menurut WHO, 43 persen di antara mereka juga memiliki kurang dari 4 persen sperma yang terbentuk secara normal.
Secara keseluruhan, hanya 38 persen pria Swiss yang memiliki konsentrasi jumlah, motilitas, dan morfologi sperma yang memenuhi kriteria sperma sehat.
ADVERTISEMENT
"Nilai parameter sperma yang rendah dapat mencerminkan kesuburan pria, ketika kombinasi nilai rendah, kemampuan pria lebih berpeluang untuk menghamili," dituturkan oleh penulis utama studi tersebut, Rita Rahban.
Anak depresi Foto: Pixabay
Lantas, mengapa kualitas sperma pada pria dapat menurun sangat rendah? Menurut para peneliti, ada beberapa faktor yang kemungkinan berperan. Kondisi ini berkaitan dengan ibu mereka yang merokok saat mereka mengandung, termasuk kebiasaan pria-pria itu dalam meminum alkohol, menderita obesitas, sedang stres, hingga terkena paparan pestisida.
Di sisi lain, kualitas sperma yang buruk juga dikaitkan dengan kanker testis. Berdasarkan data tentang prevalensi kanker testis di Swiss, para peneliti menemukan bahwa pengidap penyakit ini telah meningkat selama beberapa dekade terakhir, mulai dari 7,6 kasus pada 1980 menjadi 10,4 pada tahun 2014 (dihitung per 100.000 pria setiap tahunnya).
ADVERTISEMENT
"Selama 35 tahun, kanker testis telah tumbuh dengan stabil menjadi lebih dari 10 kasus per 100.000 pria, ini merupakan yang sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Eropa," tutur Nef.
Kualitas sperma pada umumnya memang lebih rendah di negara-negara yang memiliki kasus kanker testis lebih banyak. Sedangkan negara-negara dengan jumlah sperma yang lebih baik, seperti Spanyol, Finlandia, dan Estonia, memiliki tingkat kasus kanker testis lebih rendah.
Para peneliti yakin kondisi ini kemungkinan berkaitan dengan perubahan dan perkembangan testis pria saat masih berada di dalam rahim ibunya.