Renungan Hari Anak: Mendidik Anak Tanpa Menggunakan Kekerasan

23 Juli 2019 19:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Anak Indonesia Foto: ANTARA FOTO/Agvi Firdaus
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Anak Indonesia Foto: ANTARA FOTO/Agvi Firdaus
ADVERTISEMENT
Selamat Hari Anak Nasional 2019. Tapi, apakah anak-anak di Indonesia telah benar-benar selamat?
ADVERTISEMENT
Salah satu hal yang patut membuat kita miris atas kondisi anak-anak di Indonesia adalah mereka rentan mengalami kekerasan fisik. Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2018, yang dirilis oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (kemen PPPA), menunjukkan bahwa 2 dari 3 anak dan remaja perempuan dan laki-laki di Indonesia pernah mengalami kekerasan di sepanjang hidupnya.
Hasil SNPHAR ini menunjukkan bahwa anak-anak di Indonesia tidak hanya menjadi korban kekerasan, tapi juga menjadi pelaku kekerasan. “Data yang dihasilkan dari SNPHAR 2018 ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak masuk dalam daftar kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Kejahatan ini tidak mungkin bisa diselesaikan tanpa adanya kerjasama seluruh pemangku kepentingan, baik antar-kementerian atau lembaga, aparat penegak hukum, masyarakat termasuk keluarga,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, seperti dikutip dari situs resmi Kemen PPPA.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, berdasarkan hasil monitoring Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2011 hingga 2015, kekerasan terhadap anak justru cenderung lebih banyak terjadi di lingkungan keluarga.
Aksi Anti Kekerasan Terhadap Anak di Bundaran HI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Psikolog anak Sani Hermawan mengkritisi fakta ini dengan mengingatkan para orang tua bahwa ada dampak besar dari perilaku kekerasan terhadap anak. Terutama di lingkup terkecil, yakni keluarga.
Menurut Sani, perilaku orang tua bisa sangat berpengaruh dalam perkembangan psikologi anak. Sani mengatakan, kekerasan yang dilakukan orang tua akan membuat anak trauma dan bisa mengganggu aspek psikologis anak. Salah satunya adalah timbulnya rasa tidak percaya diri dan perilaku negatif pada anak.
“Negatif dalam arti kata bisa timbul murung, menarik diri dari lingkungan. Atau sebaliknya, anak jadi berkompensasi di luar, jadi nakal, dan mencari cara untuk eksis dengan cara bergaul dengan hal-hal negatif,” papar Sani saat dihubungi kumparanSAINS, Selasa (23/7).
ADVERTISEMENT
Kekerasan terhadap anak, baik dalam bentuk verbal maupun non-verbal, bisa sangat berpengaruh pada emosi, perilaku, dan gangguan berpikir anak. Bahkan, dalam jangka panjang, tidak menutup kemungkinan anak dari korban kekerasan juga bisa menjadi pelaku kekerasan. Tindakan itu anak lakukan, kemungkinan besar, karena meniru orang tuanya.
Ilustrasi kekerasan Foto: pixabay
Rasa marah, kesal, dan tidak terima yang ia dapat dari orang tua juga akan membuat anak menjadi pribadi yang bermasalah dan melampiaskannya di luar lingkungan keluarga. Contohnya sekolah atau lingkungan masyarakat.
“Kekerasan verbal juga bisa terjadi kalau orang tua selalu memaksakan kehendaknya kepada si anak. Tindakan memaksa orang tua itu akan membuat anak tidak bahagia, tertekan, hingga stress. Tapi, selalu nurutin kemauan anak juga enggak baik, karena bisa menimbulkan perilaku egosentris atau egois. Bahkan perilakunya akan tetap kekanak-kanakan meski dia sudah dewasa,” ujar Sani.
ADVERTISEMENT
Lantas bagaimana cara mendidik anak dengan baik?
Sani menjelaskan, pada dasarnya, anak akan mendengarkan orang tuanya, namun tentu orang tua perlu memperlakukan anak dengan cara yang tepat. Ia menekankan, hubungan orang tua dan anak akan terjalin baik saat ada dialog dua arah antar keduanya.
“Sebagai orang tua, kita harus tau apa yang anak mau, dan apa yang orang tua inginkan. Jadi bisa ada solusi di dalam diskusi tersebut. Dalam artian saling memahami satu sama lain. Kalau caranya pas, dan tujuan orang tua baik, rasanya anak pasti akan nurut,” ujar Sani.
Lebih lanjut, Sani menekankan agar para orang tua selalu memahami anak-anaknya. Menurutnya, memberi hukuman secara fisik, dengan menampar atau memukul anak, bukan solusi agar anak mematuhi kata-kata orang tua.
ADVERTISEMENT