news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Resistensi Tumor Prostat Dapat Diprediksi Melalui Tes Darah

31 Agustus 2017 12:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi penderita kanker prostat (Foto: lawankanker.org)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penderita kanker prostat (Foto: lawankanker.org)
ADVERTISEMENT
Ketika suatu bakteri telah resisten terhadap suatu antibiotik, maka penanganan penyakit dengan menggunakan obat-obatan antibiotik itu menjadi tidak efektif.
ADVERTISEMENT
Begitu pula yang terjadi pada sel-sel tumor. Sel-sel tumor dapat berubah sedemikan rupa sehingga membuat mereka resisten terhadap obat tertentu.
Melihat fenomena ini, maka sangatlah penting bagi para pasien kanker dan dokter mereka untuk menentukan sedini mungkin apakah terapi tertentu dapat bekerja efektif atau tidak.
Sebuah kabar baik datang dari sekelompok peneliti di Technical University of Munich (TUM), Jerman. Mereka mengabarkan, sebuah tes darah baru yang mereka kembangkan dapat memprediksi resistansi obat pada pasien-pasien kanker prostat stadium lanjut.
Sel-sel kanker prostat memerlukan hormon androgen, yakni testosteron, untuk bisa tumbuh. Mereka memiliki reseptor yang mengikat testosteron dan kemudian mengisyaratkan sel-sel kanker untuk membelah dan tumbuh.
Saat tumor prostat telah berkembang dalam ukuran besar dan mulai menyebar ke seluruh tubuh, obat terapeutik biasanya digunakan untuk menghambat pertumbuhan di tempat asalnya --baik dengan menargetkan reseptor sel tumor untuk mencegah tidak terikatnya testosteron ataupun menghalangi keseluruhan produksi testosteron di dalam tubuh. Dua obat yang paling sering digunakan dalam terapi jenis ini adalah abiraterone dan enzalutamide.
Tak semua orang punya sel kanker. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Tak semua orang punya sel kanker. (Foto: Thinkstock)
Selama pengobatan, beberapa sel tumor berkembang sehingga menjadi resisten terhadap obat-obatan ini dan terus tumbuh serta bermetastasis. Penyebabnya, reseptor-reseptor testosteron pada sel-sel tumor telah mengubah struktur diri mereka dan varian baru dari hasil perubahan struktur reseptor-reseptor tersebut dapat memberi sinyal pada sel-sel kanker untuk terus membelah dan menyebar bahkan tanpa testosteron.
ADVERTISEMENT
Varian reseptor yang paling umum terlihat pada sel-sel kanker prostat adalah AR-V7.
“Jika kami mengetahui lebih dulu apakah sebuah tumor telah mengembangkan sel-selnya dengan reseptor ini, kami bisa memberikan saran secara individual pada tahap awal --ini bisa menghindarkan pasien yang sakit parah dari sebuah terapi yang tidak efektif,” ujar Dr. Matthias Heck, sebagaimana dilansir EurekAlert, akhir pekan lalu.
Heck adalah spesialis urologi di Klinikum Rechts der Isar, rumah sakit kampus TUM di Munich, yang ikut mengerjakan proyek penelitian terkait resistensi kanker prostat tersebut. Dalam penelitian itu ia bersama timnya berkolaborasi dengan para kolega yang dipimpin oleh Dr. Christof Winter, seorang ahli fisika dan bioinformatika yang menjabat sebagai kepala Laboratorium “Liquid Profiling and Bioinformatics" di TUM Institute of Clinical Chemistry and Pathobiochemistry.
ADVERTISEMENT
Mereka kemudian mengembangkan sebuah tes darah baru yang digunakan untuk mendeteksi resistensi tumor prostat.
Sebelumnya tes darah yang digunakan untuk mendeteksi sel-sel tumor bekerja dengan cara mencari struktur permukaan spesifik pada sel-sel tumor tersebut. Tes darah ini tak hanya menghabiskan banyak waktu dan biaya karena peralatan khusus yang dibutuhkan, tapi juga tidak selalu berhasil.
Apabila sel-sel tumor yang diuji tak memiliki struktur spesifik yang dicari, tes tersebut pun gagal mendeteksi keberadaan mereka.
Tes darah. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Tes darah. (Foto: Wikimedia Commons)
Tes darah yang dikembangkan oleh peneliti di TUM baru-baru ini berbeda dengan tes darah yang kurang efektif itu. Para peneliti itu menggunakan metode yang sama sekali berbeda untuk melihat penanda yang berbeda sehingga dapat diandalkan, cepat, dan murah dalam mengukur keberadaan reseptor AR-V7 sejak tahap awal. Selain itu, tes ini juga dapat menentukan apakah tumor tersebut resisten terhadap pengobatan dengan abiraterone dan enzalutamide.
ADVERTISEMENT
Tes darah ini memberikan alternatif baru dan berpotensi memperbaiki metode pengujian yang ada selama ini. Tes darah ini bekerja dengan cara menganalisis jumlah molekul RNA AR-V7 dalam darah. Dalam setiap sel di dalam tubuh manusia, RNA bertanggung jawab untuk menerjemahkan informasi genetik ke dalam molekul protein, termasuk molekul reseptor.
Jika tes ini mendeteksi kadar RNA AR-V7 yang tinggi di dalam darah, ini bahwa sel-sel tumor dalam tubuh pasien telah berkembang sehingga menjadi resisten terhadap terapi dengan abiraterone dan enzalutamide.
Dr. Silvia Thöne yang ikut meneliti tes darah ini menegaskan tingginya sensitivitas dan akurasi metode pengujian yang baru tersebut. "Hanya sejumlah kecil RNA yang dibutuhkan dalam sampel agar tes dapat dilakukan. Selain itu, karena RNA AR-V7 ada di setiap sel tumor yang memiliki reseptor yang resisten, itu berarti tak ada sel tumor yang lolos tanpa terdeteksi," katanya.
ADVERTISEMENT
Dalam penelitian ini, peneliti di TUM menganalisis sampel darah dari 85 pasien kanker prostat stadium lanjut. Mereka berhasil menunjukkan sekitar seperlima pasien tersebut memiliki RNA AR-V7 dalam jumlah yang besar di dalam darah mereka --suatu indikasi adanya kuantitas yang besar di sel tumor yang resisten.
Rupanya tepat, pasien-pasien yang memiliki RNA AR-V7 dalam jumlah besar inilah yang gagal merespon pengobatan melalui terapi dengan abiraterone dan enzalutamide.
"Kami dapat menunjukkan bahwa kami dapat secara akurat memprediksi apakah resistensi terhadap abiraterone atau enzalutamide ada pada seorang pasien atau tidak," jelas Dr. Christof Winter.
Langkah selanjutnya bagi para peneliti itu adalah memperbaiki metode pengujian tersebut serta membandingkan keampuhannya dengan metode pengujian yang ada sebelumnya dengan menggunakan jumlah sampel pasien yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
Tujuan besar para peneliti di TUM itu adalah ingin memastikan apakah suatu hari nanti tes darah baru mereka itu dapat dimasukkan ke dalam tes rutin pemeriksaan klinis untuk setiap pasien kanker prostat di masa depan.