Riset Global: Fokus Perhatian Manusia Menurun, Tren Cepat Berganti
ADVERTISEMENT
Sebuah riset dari Eropa menemukan bahwa kemajuan teknologi dewasa ini telah menurunkan kemampuan manusia dalam menjaga fokus perhatiannya. Para peneliti menduga, penurunan rentang perhatian masyarakat global ini terjadi akibat banyaknya jumlah informasi yang mereka dapatkan.
ADVERTISEMENT
Para periset memaparkan bahwa kini orang-orang punya banyak hal yang menyita perhatian serta fokus mereka, tapi sering kali fokus dan perhatian itu hanya bertahan sebentar.
Dalam riset ini para peneliti mempelajari data beberapa sarana media yang jadi pusat perhatian orang-orang. Mulai dari tiket film bioskop yang terjual selama 40 tahun terakhir, data Twitter dari 2013 sampai 2016, Google Trends dari 2010 sampai 2018, tren Reddit dari 2010 sampai 2015, dan data dari Wikipedia dari 2012 sampai 2017.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya para periset menciptakan sebuah pemodelan matematika untuk memprediksi tiga faktor. Philipp Hövel, profesor matematika terapan di University College Cork dan salah satu anggota tim peneliti, menjelaskan tiga faktor itu adalah "panasnya" topik, perkembangannya di masyarakat seiring berlalunya waktu, dan keinginan atas adanya topik baru.
Hasil analisis data empiris menemukan periode ketika topik-topik menarik perhatian masyarakat tapi langsung kehilangan daya tariknya berlangsung dengan sama cepatnya. Para peneliti mencontohkan, pada 2013 tren global Twitter rata-ratanya bertahan selama 17,5 jam. Sedangkan pada 2016 rata-rata hanya bertahan sekitar 11,9 jam.
Pemimpin riset , Sune Lehmann, mengatakan bahwa sebenarnya otak kita telah memiliki waktu rentang perhatian sendiri, tapi kini waktu itu jadi berubah. Rentang perhatian kita dipaksa cepat berganti karena ada hal-hal yang berusaha mencari perhatian dari otak kita itu.
ADVERTISEMENT
"Jumlah konten yang semakin banyak, membuat rentang perhatian kita semakin lelah, dan keinginan kita untuk suatu hal yang baru menyebabkan kita, secara kolektif, lebih sering berpindah pada topik baru lain," kata Philipp Lorenz-Spreen, anggota tim peneliti, dilansir The Guardian.
Lorenz-Spreen menjelaskan bahwa hal paling mengejutkan dari temuan ini adalah rentang perhatian terhadap suatu topik selalu nyaris konstan. "Puncak tertinggi dari suatu rentang perhatian (popularitas maksimum) tetap stabil, meski lereng dinamikanya sudah menjadi curam," kata Lorenz-Spreen.
"Artinya, suatu topik semakin cepat menjadi populer, tapi ketertarikan pada topik itu semakin cepat memudar dengan kecepatan yang sama. Ini menyebabkan rentang perhatian kolektif yang lebih pendek terhadap suatu topik," sambung dia.
Menurut para peneliti, media sosial memang punya peran atas hal ini. Tapi tidak semuanya salah media sosial. "Tren ini telah mulai terjadi setidaknya beberapa ratus tahun lalu," kata para peneliti.
Para peneliti lalu menjelaskan bahwa temuan ini punya korelasi kuat bagi masyarakat luas, tapi bukan pada para individu yang melihat dan menciptakan konten, misalnya jurnalis yang harus terus mengikuti perkembangan berita.
ADVERTISEMENT
"Kisah-kisah visioner atau yang diinvestigasi dengan baik akan terus memiliki tempat mereka sendiri. Tapi distribusi yang hanya mengandalkan media sosial mungkin bukan cara yang efisien untuk mendistribusikan cerita panjang yang mendetail," jelas para peneliti.
"Jika tidak ada perubahan, topik yang didiskusikan secara umum hanya akan bersifat sebatas informasi awal, sebelum akhirnya pindah ke topik lain. Ini nyaris bisa dipastikan akan merusak kualitas informasi atas topik itu. Pada sisi lain, hal-hal yang dibahas pada periode waktu sebentar, mungkin tidak akan relevan di masa mendatang," imbuh mereka.