news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Riset: Hoaks Lebih Cepat Menyebar Dibanding Informasi Benar

9 Maret 2018 20:04 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hoax (Ilustrasi) (Foto: Shutter Stock)
zoom-in-whitePerbesar
Hoax (Ilustrasi) (Foto: Shutter Stock)
ADVERTISEMENT
Informasi telah menjadi suatu senjata di dunia modern ini. Terlebih dengan adanya kehadiran media sosial seperti Facebook dan Twitter.
ADVERTISEMENT
Sebuah riset terbaru menyoroti Twitter sebagai tempat tersebarnya berbagai informasi. Menurut riset tersebut, di media sosial tempat biasanya orang-orang bercuit itu, berita palsu atau hoaks menyebar dengan cepat.
Melalui riset yang hasilnya telah dipublikasikan di jurnal Science itu, para peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) menemukan bahwa hoaks atau berita palsu menyebar lebih cepat di Twitter.
"Lebih jauh, lebih cepat, lebih mendalam dan lebih tersebar dibandingkan berita benar, dalam semua kategori informasi," tulis tim peneliti dalam studi tersebut.
Menurut laporan Associated Press, studi ini didanai oleh Twitter. Namun perusahaan media sosial yang dikepalai oleh Jack Dorsey itu tidak bisa mempengaruhi hasil dari studi tersebut.
"Kita telah menjadi saksi dari penyalahgunaan, pelecehan, pasukan troll, manipulasi bot oleh manusia, kampanye informasi yang salah, dan juga perpecahan," cuit Jack Dorsey pada akun Twitter pribadinya.
ADVERTISEMENT
"Kami sama sekali tidak bangga atas bagaimana orang telah memanfaatkan servis kami (untuk itu), atau atas ketidakmampuan kami untuk mengatasi masalah itu dengan cepat."
Kecepatan Penyebaran Informasi Palsu vs Asli
Dalam studi ini para peneliti menghitung bahwa rata-rata informasi palsu memerlukan waktu 10 jam untuk bisa mencapai 1.500 pengguna Twitter. Adapun bagi informasi asli, diperlukan waktu sekitar 60 jam untuk bisa mencapai jumlah pengguna yang sama.
Uniknya, ditemukan juga bahwa informasi atau berita asli yang masih baru tidak pernah di-retweet hingga 1.000 orang. Sebaliknya, satu persen dari berita palsu bisa mendapat retweet dari 100 ribu orang.
Proses Studi
Para peneliti dari MIT mempelajari sekitar 126.285 informasi dan melakukan konfirmasi kebenaran atas informasi tersebut pada enam situs internet yang bekerja untuk melawan hoaks.
ADVERTISEMENT
Enam situs tersebut adalah snopes.com, politifact.com, factcheck.org, truthorfiction.com, hoax-slayer.com dan urbanlegends.about.com.
Dari hasil konfirmasi pada enam situs tersebut, ditemukan bahwa dua per tiga dari informasi yang ada ternyata palsu. Hanya satu per lima yang betul-betul benar, sementara sisanya adalah informasi yang isinya telah bercampur antara benar dan salah.
Selain enam situs tersebut, ada juga dua orang peneliti lain yang turut melakukan uji kebenaran atas ribuan informasi tersebut.
Menurut Soroush Vosoughi, pemimpin studi yang juga merupakan ilmuwan data MIT, ada tiga informasi atau cerita palsu yang tersebar cukup jauh dan cepat.
Salah satunya adalah cerita tentang seorang penjaga keamanan Muslim yang menjadi pahlawan saat kejadian bom di Paris, Prancis, pada 2015.
ADVERTISEMENT
Sementara dua sisanya adalah kisah tentang pemberian penghargaan pada Caitlyn Jenner yang kontroversial dan kisah tentang episode dari acara TV "The Simpsons" yang dibilang memprediksi Trump jadi presiden AS pada tahun 2000 padahal itu adalah kisah dari tahun 2015.
Berita Politik Palsu Paling Laku
Berita politik terbilang sangat laku dalam hal berita palsu. Dan kita telah melihat sendiri kondisi dunia media sosial Indonesia yang sering memanas menjelang pesta demokrasi.
Menurut temuan para peneliti MIT, berita politik atas hal yang mengejutkan atau menyulut kemarahan menyebar lebih cepat dibandingkan berita hoaks lainnya.
"Kepalsuan akan terlihat lebih aneh daripada kenyataan," jelas Sinan Aral, profesor teknologi informasi di MIT yang juga anggota tim studi. "Sangat mudah (informasi) menjadi aneh ketika berdasarkan dari karangan."
Hoax (Ilustrasi) (Foto: Shutter Stock)
zoom-in-whitePerbesar
Hoax (Ilustrasi) (Foto: Shutter Stock)
Temuan ini sejalan dengan riset sebelumnya yang mempelajari penyebaran informasi palsu.
ADVERTISEMENT
"Semakin aneh dan sensasional suatu cerita, semakin besar kemungkinan cerita akan di-retweet," kata Dan Kahan, peneliti dari riset tersebut.
Jadi, meski ini adalah tanggung jawab Twitter untuk melawan penyebaran berita hoaks, ada baiknya kita, warganet yang budiman, turut serta melawan hoaks dengan memperhatikan sumber berita dan mengecek berita yang kita baca sebelum ikut menyebarkannya.