Riset: Kekerasan dalam Film Tak Buat Penontonnya Jadi Pelaku Kekerasan

21 Januari 2019 12:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keanu Reeves dalam film John Wick. (Foto: Johnwickmovie)
zoom-in-whitePerbesar
Keanu Reeves dalam film John Wick. (Foto: Johnwickmovie)
ADVERTISEMENT
Tayangan hiburan seperti film sering kali disalahkan sebagai penyebab perilaku kekerasan, terutama pada anak-anak dan remaja. Orang tua kerap kali khawatir anak-anak mereka akan meniru adegan-adegan penuh kekerasan setelah menonton film.
ADVERTISEMENT
Kecemasan akan adanya hubungan antara film, terutama film-film yang berating PG-13 (13 tahun ke atas), meningkat di tahun 1970-an dan 1980-an.
Profesor Christopher Ferguson dari Stetson University justru berpendapat bahwa tidak hubungan antara film dan kekerasan. Ia mengakui saat ini, film-film yang memiliki rating PG-13 dan PG (bimbingan orang tua) memang semakin penuh kekerasan.
"Bukti menunjukkan bahwa konten yang eksperimental dan lebih penuh kekerasan meningkat dalam film PG-13 dan PG dari waktu ke waktu," katanya dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh IFL Science. "Ini karena film yang mengandung adegan aksi, namun tanpa detail yang dianggap tidak pantas oleh orang tua untuk anak-anak, dapat dipasarkan sebagai film dengan rating PG-13. Ini disebut sebagai 'rating creep'."
Poster film Deadpool 2 (Foto: 20th Century Fox)
zoom-in-whitePerbesar
Poster film Deadpool 2 (Foto: 20th Century Fox)
Dengan melakukan perbandingan antara film-film yang dirilis antara 1985 hingga 2015, ia tidak bisa menemukan bukti adanya peningkatan tindak kekerasan. Meskipun, seperti yang dikatakan sebelumnya, ada peningkatan adegan kekerasan di dalam film dari tahun ke tahun.
ADVERTISEMENT
Ferguson bersama dengan Profesor Patrick Markey menulis makalah di jurnal Psychiatric Quarter, isinya menyebutkan bahwa faktor pemicu kekerasan adalah kemiskinan dan kurangnya pendidikan.
Mereka mengkhawatirkan, protes yang ditujukan pada film karena dianggap sebagai penyebab kekerasan malah akan menjauhkan mereka untuk melihat penyebab kekerasan sebenarnya.
"Hal ini dapat menyebabkan kita teralihkan dari usaha untuk menekan penyebab kekerasan sebenarnya karena hal tersebut memusatkan perhatian masyarakat, orang tua, dan pembuat kebijakan pada perbaikan sederhana yang ilusif."