Riset: Polusi Udara Bisa Pengaruhi Sistem Reproduksi Perempuan

26 Juni 2019 15:02 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Polusi udara ternyata bisa pengaruhi sistem reproduksi perempuan. Menurut hasil sebuah riset, ada korelasi antara tingkat polusi udara yang tinggi dengan penurunan aktivitas ovarium perempuan.
ADVERTISEMENT
Temuan ini dipaparkan para ahli dari Italia di pertemuan tahunan European Society of Human Reproduction and Embryology. Menurut para ahli, temuan ini memberi dugaan atas adanya pengaruh lingkungan terhadap sistem reproduksi perempuan.
"Aspek lingkungan sangat penting bagi kehidupan kita. Jadi kita harus memperhatikan lingkungan dalam ruangan dan juga luar ruangan," kata Antonio La Marca, pemimpin riset, dilansir The Guardian.
Riset ini berdasarkan studi hormon bernama AMH. Hormon itu dilepaskan oleh sel-sel di ovarium dan memberi indikasi atas cadangan sel telur.
Jumlah cadangan sel telur berbeda-beda antara satu perempuan dengan lainnya. Jumlah cadangan ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti genetik, usia, dan apakah perempuan itu merokok.
Ilustrasi Menggunakan Masker Foto: Shutter Stock
Hubungan antara cadangan sel telur ini dengan kesuburan sebenarnya masih diperdebatkan. Sebab, cadangan sel telur yang rendah tidak selalu berarti seseorang kesulitan untuk hamil.
ADVERTISEMENT
Namun, La Marca mengatakan bahwa ada beberapa riset sebelumnya yang mengungkap kemungkinan adanya hubungan antara polusi udara yang lebih tinggi dengan tingkat kesuburan perempuan yang lebih rendah. Selain itu, ada juga riset pada hewan yang menemukan bahwa polusi udara bisa mempengaruhi AMH.
Dalam riset ini, La Marca mempelajari AMH pada 1.300 perempuan. Sampel diambil di Modena, Italia, awal 2007 dan akhir 2017.
Tim peneliti juga mempelajari tingkat PM 2,5 dan PM 10 harian di daerah rumah peserta riset. Selain itu, periset juga mempelajari tingkat nitrogen dioksida di udara. Ketiga hal tersebut menjadi indikator tingkat polusi udara di suatu derah.
Pada kalangan perempuan berusia di atas 25 tahun, tingkat AMH di darah mereka biasanya akan menurun mengikuti pertambahan usia. Setelah memperhitungkan usia, tim peneliti ternyata menemukan tingkat AMH yang juga rendah pada perempuan yang hidup di daerah dengan tingkat polusi udara yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Tim peneliti membagi tingkat polusi udara ke empat tingkat berbeda. Mereka menemukan bahwa para perempuan yang hidup di tempat dengan polusi terburuk, ternyata memiliki tingkat AMH yang lebih rendah.
Di tempat dengan polusi terburuk, tingkat AMH di darah berada di bawah 1ng/ml. Menurut tim peneliti, tingkat AMH ini menandakan tingkat cadangan sel telur. La Marca mengatakan bahwa riset sebelumnya telah menunjukkan hanya sekitar 10 persen perempuan sehat di bawah usia 30 yang memiliki tingkat AMH serendah itu.
Ilustrasi perempuan. Foto: Shutterstock
La Marca menambahkan bahwa hubungan antara tingkat AMH dan kemungkinan seseorang hamil secara alami masih belum diketahui dengan jelas. Menurutnya, temuan ini menandakan faktor lingkungan bisa memiliki peran pada kesehatan reproduksi perempuan.
"Memiliki AMH tinggi bisa dibilang sebagai keunggulan reproduksi, karena perempuan dengan AMH yang lebih tinggi akan memiliki jangka waktu reproduksi yang lebih lama," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Jika Anda memiliki AMH tinggi, Anda akan memiliki jumlah sel telur yang lebih tinggi setelah stimulasi ovulasi. Ini bisa berarti jumlah embrio yang lebih tinggi," tambah La Marca.
Ilustrasi sel telur wanita. Foto: Shutterstock
Riset ini masih memiliki batasan. Tim peneliti tidak mempelajari faktor lain, seperti kemiskinan dan kondisi kesehatan yang lebih buruk. Kedua faktor itu cenderung lebih prevalen di area dengan tingkat polusi udara yang tinggi dan mungkin bisa mempengaruhi tingkat AMH. Selain itu, riset juga tidak mencatat tingkat polusi dan AMH secara terus menerus.
Richard Anderson, profesor ilmu reproduksi klinis di University of Edinburgh, mengatakan bahwa topik ini masih jarang dipelajari. Menurutnya, dampak faktor lingkungan pada jumlah sperma dan kualitasnya jauh lebih banyak dipelajari.
ADVERTISEMENT
"Ini menunjukkan adanya pengurangan aktivitas di ovarium perempuan yang hidup di area dengan polusi tinggi," kata Anderson.
"(Meski begitu), ada ketidakpastian apakah ini efek permanen, yang mungkin mengindikasikan menurunnya jangka waktu reproduksi dan menopause atau apakah ini efek sementara yang di mana perempuan bisa pulih jika tidak lagi terekspos senyawa kimia (polusi)," imbuhnya.
Ilustrasi Orang Pakai Masker. Foto: Nugroho Sejati/kumparan