Riset: Polusi Udara Memangkas Angka Harapan Hidup Penduduk Jakarta

30 Juli 2019 7:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pejalan kaki yang terlihat menggunakan tisu sebagai pengganti masker saat menyeberang jalan di kawasan Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pejalan kaki yang terlihat menggunakan tisu sebagai pengganti masker saat menyeberang jalan di kawasan Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Menurut hasil sebuah riset dari Energy Policy Institute di University of Chicago, semakin memburuknya tingkat polusi udara di Jakarta telah memangkas angka harapan hidup penduduk ibu kota Indonesia ini.
ADVERTISEMENT
Secara rinci, para peneliti dalam riset tersebut memaparkan, konsentrasi tinggi partikel halus di udara yang dapat terhirup ke dalam paru-paru bahkan masuk ke pembuluh darah dan organ lainnya, telah memangkas 2,3 tahun angka harapan hidup penduduk Jakarta.
Infografik Yang Rentan Terdampak Polusi Udara Jakarta. Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
Tak hanya di Jakarta, menurut hasil riset ini, tingkat polusi udara yang buruk juga telah memangkas angka harapan hidup penduduk di wilayah-wilayah lain di Indonesia. Bahkan, di beberapa wilayah di Indonesia, polusi udara telah memangkas angka harapan hidup penduduk hingga sebanyak lima tahun.
Di Pulau Sumatra dan Kalimantan yang wilayahnya mengalami kebakaran lahan setiap tahun misalnya, rata-rata penurunan angka harapan hidup adalah empat tahun. Khusus untuk Kota Palembang, rata-rata penurunan angka harapan hidup penduduknya adalah 4,8 tahun. Sementara untuk Kabupaten Ogan Komering Ilir, yang berdekatan dengan Palembang, rata-rata penurunan angka harapan hidup penduduknya adalah 5,6 tahun.
ADVERTISEMENT
“Polusi udara yang tinggi sekarang telah merusak kesehatan masyarakat Indonesia,” kata peneliti Michael Greenstone dan Qing Fan, sebagaimana dilansir Associated Press. “Pada tahun 1998, polusi udara hampir tidak berdampak pada angka harapan hidup orang Indonesia. Bahkan pada 2013, ia (polusi udara) memangkas hanya beberapa bulan dari rata-rata angka harapan hidup.”
Seorang perempuan memotret gedung bertingkat yang terlihat samar karena kabut polusi di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Kenaikan tingkat polusi udara terbesar terjadi dalam beberapa tahun terakhir dengan peningkatan polusi udara lebih dari dua kali lipat terjadi antara 2013 dan 2016, kata para peneliti. Mereka mencatat, beban kesehatan masyarakat di Indonesia telah menjadi salah satu yang tertinggi di dunia, hanya di belakang India, China, Bangladesh, dan Pakistan.
Hasil riset tersebut mengatakan bahwa pembangkit listrik tenaga batu bara, pembakaran lahan untuk pertanian dan perkebunan, dan meningkatnya kepemilikan mobil bertanggung jawab atas semakin memburuknya tingkat polusi udara di negara dengan populasi penduduk terpadat keempat di dunia ini.
ADVERTISEMENT
Menurut para peneliti dari Energy Policy Institute di University of Chicago tersebut, masalah polusi udara Indonesia bisa "dipecahkan" melalui regulasi yang lebih ketat dan penegakan hukum yang lebih kuat. Penegakan hukum yang lebih tegas ini antara lain perlu diterapkan pada masalah pembakaran lahan dan kendaraan bermotor beremisi tinggi.
Beberapa pengendara motor yang menggunakan masker dan beberapa lagi tidak menggunakan masker saat berkendara, di kawasan Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Terkait pengendalian emisi kendaraan bermotor, Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) pernah mengatakan bahwa pemerintah sebenarnya memiliki Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Masalah pengendalian emisi kendaraan bermotor sebenarnya telah diatur dalam Pasal 209 sampai 2012 UU tersebut.
Selain itu, sudah ada pula Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama. Jadi, yang harus dilakukan pemerintah adalah penerapan dan penegakan terhadap aturan-aturan tersebut.
ADVERTISEMENT
Jakarta oh Jakarta
Khusus untuk DKI Jakarta, sudah ada juga Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi, Peraturan Gubernur Nomor 92 Tahun 2007 tentang Uji Emisi dan Perawatan Kendaraan Bermotor, dan Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2008 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Namun nyatanya, penerapan pengendalian emisi kendaraan bermotor dan penegakannya masih belum dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Oleh karena itu, KPBB secara khusus mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara khusus untuk segera menerapkan pengendalian emisi kendaraan bermotor dengan pertanggungjawaban yang ketat. Kendaraan-kendaraan bermotor dengan emisi yang buruk harus dilarang beroperasi.
“Polisi bisa mulai merazia kendaraan yang tak memenuhi baku mutu emisi dan memproses hukum secara ketat,” kata Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPBB, beberapa hari lalu.
Suasana gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Senin (29/7/2019). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Selain itu, ia juga mengimbau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk secepatnya mulai menggalakkan program konversi pemakaian bahan bakar minyak (BBM) ke pemakaian bahan bakar gas (BBG). “Segera realisasikan mandat Perda 2/2005 untuk penggunaan bahan bakar gas (BBG) untuk angkutan umum dan kendaraan operasional pemerintah,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, konversi BBG untuk sekitar 100.000 unit angkutan umum dan kendaraan operasional pemerintah adalah mandat Perda 2/2005 yang seharusnya telah diterapkan selambatnya pada Oktober 2012. Namun, kini kendaraan ber-BBG hanya terealisasi pada 340 unit bus Trans Jakarta, 2.580 unit taksi dan 14.000 unit bajaj. Secara total, ini baru mencapai 16,04 persen dari target yang dimandatkan.
Permasalahan polusi udara di Jakarta sudah sangat mendesak. Sering kali, pada jam-jam dan hari-hari tertentu di tahun 2019 ini, nama Jakarta nangkring dalam posisi teratas sebagai kota dengan tingkat polusi udara terburuk di dunia menurut data dari AirVisual, situs penyedia peta polusi daring harian kota-kota besar di dunia.
Peringkat udara terburuk di dunia versi AirVisual, Rabu (26/6). Foto: Dok. Airvisual
Tak cuma itu, berdasarkan data tahunan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), nilai indeks kualitas udara DKI Jakarta pada 2011 hingga 2018 pun hampir selalu masuk kategori “Waspada”. Kecuali pada tahun 2012 yang masuk kategori “Sangat Kurang Baik”.
ADVERTISEMENT
Kategori nilai “Waspada” ini merupakan kategori terendah. Lebih rendah daripada kategori “Sangat Kurang Baik” maupun “Kurang Baik”. Jadi, kondisi polusi udara di Jakarta sudah masuk kategori paling buruk dan harus segera diatasi.