Riset Terbaru Ungkap Gempa Palu Kejadian Langka

6 Februari 2019 16:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gempa Palu. Foto: Nunki Lasmaria Pangaribuan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gempa Palu. Foto: Nunki Lasmaria Pangaribuan/kumparan
ADVERTISEMENT
Menjelang akhir 2018 lalu, tepatnya pada 28 September, kawasan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, diguncang gempa berkekuatan 7,4 magnitudo. Selain merusak sejumlah bangunan, gempa ini juga menimbulkan tsunami setinggi 1,5 meter yang menghantam kawasan bibir pantai kota Palu dan Mamuju.
ADVERTISEMENT
Tak hanya tsunami, gempa bumi ini juga menyebabkan terjadinya likuefaksi di Palu. Secara total, bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi ini memakan korban nyawa lebih dari 2.000 orang. Dahsyatnya gempa di Sulawesi Tengah ini memantik rasa ingin tahu banyak ilmuwan. Banyak ilmuwan yang kemudian meneliti dan menganalisis gempa ini. Dalam makalah salah satu riset, yang telah terbit di jurnal Nature Geosciences, tim peneliti yang dipimpin ahli seismologi Jean-Paul Ampuero dari Université Côte d'Azur, Prancis, mengungkap sebuah hasil analisis soal gempa ini.
KM. Sabuk Nusantara milik Dishub terdampar di pesisir pantai pasca gempa bumi dan tsunami di Kab. Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Para peneliti menjelaskan bahwa gempa bumi bisa terjadi ketika batuan pada masing-masing sisi patahan tektonik tiba-tiba bergeser ke arah berlawanan. Ada dua gelombang seismik yang menghantarkan energi dari pusat gempa dan menyebabkan guncangan di permukaan bumi, yaitu gelombang S yang menggeser batuan dan gelombang P yang menekan batuan.
ADVERTISEMENT
Normalnya, gelombang S punya kecepatan rambat sekitar 3,5 kilometer per detik. Sementara hasil analisis resolusi tinggi atas data seismik gempa Palu menunjukkan bahwa rupture atau rekahan akibat gempa tersebut terjadi pada kecepatan yang tidak biasa, yakni 4,1 kilometer per detik di sepanjang Sesar Palu-Koro.
Oleh karena itu, para peneliti berpendapat, gempa Palu termasuk ke dalam jenis gempa supershear. Gempa bumi supershear adalah gempa bumi yang kecepatan perekahan patahannya melebihi kecepatan gelombang geser seismik (gelombang S). "Ini adalah pertama kalinya kami mengamati kecepatan gelombang yang begitu stabil," ujar Ampuero, dikutip dari IFL Science. "Gempa bumi ini bergerak dalam kecepatan yang 'terlarang', dan bisa dianggap sebagai kejadian gempa bumi supershear, meski kecepatannya tidak secepat gempa-gempa (supershear) lain sebelumnya," tambah dia. Gempa supershear terbilang langka terjadi dan ketika terjadi bisa menyebabkan guncangan yang kuat. Biasanya gempa ini terjadi pada patahan-patahan yang bentuknya lurus dan tidak memiliki banyak rintangan.
Sesar Palu-Koro, memotong lembah Palu dan Koro. Foto: Asia Research Group
Fakta ini membuat gempa bumi supershear di Palu agak aneh. Sebab, menurut para peneliti, Sesar Palu-Koro tidak lurus dan memiliki setidaknya dua tikungan. "Lintasan gelombang memiliki hambatan besar, yang seharusnya mengurangi kecepatan gelombang akibat gempa bumi, tapi kecepatannya terus bertahan 4,1 kilometer per jam sepanjang 150 kilometer," papar Ampuero. Sebelumnya Sesar Palu-Koro diduga tidak akan bisa menyebabkan timbulnya gempa supershear. Kejadian dan temuan ini bisa diartikan bahwa banyak daerah yang sebenarnya berada dalam risiko mengalami gempa supershear. "Pada pemodelan gempa bumi klasik, patahan biasanya berada di daerah batuan utuh (intact rock)," kata Ampuero. "Tapi pada kenyataannya, patahan (Palu-Koro) ditutupi oleh lapisan batuan yang telah dipecahkan dan dilembutkan oleh gempa-gempa sebelumnya.” Jadi menurut para peneliti, rupture (rekahan) gempa yang terjadi dengan kecepatan stabil yang sebelumnya diduga hanya bisa terjadi pada batuan utuh, ternyata juga bisa terjadi pada batuan yang telah rusak.
ADVERTISEMENT