Sesungguhnya, Manusia Bukan Makhluk yang Setia

6 Mei 2018 11:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi selingkuh. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi selingkuh. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Salah satu bahasan yang seringkali menarik perhatian masyarakat adalah soal skandal, baik itu perselingkuhan di kalangan pasangan selebriti, video tidak senonoh, hingga masalah kawin lagi atau poligami.
ADVERTISEMENT
Setiap kali ada seorang public figure yang mengaku kalau mereka melakukan praktek poligami, maka publik pun akan ramai-ramai menghujat dan mencari-cari siapa orang yang dianggap sebagai 'pelakor' (perebut laki orang) atau 'pebinor' (perebut bini orang) alias orang ketiga.
Ya, itu sebutan yang lagi ramai saat ini.
Sama seperti yang terjadi pada kasus Ahok-Veronica Tan dan Opick-Dian. Sejak ramai pemberitaan Ahok menggugat cerai Vero dan Opick digugat cerai Dian Rositaningrum, publik pun ramai mencari-cari siapa orang ketiga yang dianggap mengganggu pernikahan mereka.
Khusus kali ini, mari kita bicara mengenai poligami, dan bagaimana sains memandang praktek menikahi lebih dari satu orang pasangan ini.
Ilustrasi poligami (Foto: Deanda Dewindaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi poligami (Foto: Deanda Dewindaru/kumparan)
Sebelumnya, kita luruskan dulu pemahaman soal poligami. Poligami mengacu pada sistem perkawinan di mana seseorang memiliki lebih dari satu pasangan.
ADVERTISEMENT
Poligami bisa dilakukan oleh laki-laki ataupun perempuan, di sinilah istilah poligami sering disalahartikan. Praktek perkawinan laki-laki dengan lebih dari satu istri disebut poligami, sementara perempuan dengan lebih dari satu suami disebut poliandri.
Lalu, ada istilah monogami. Apa itu? Istilah monogami mengacu pada perkawinan dengan satu pasangan saja.
Dan kabar buruk bagi para pemuja kesetiaan, monogami ternyata bukanlah sesuatu yang normal bagi makhluk hidup, termasuk untuk manusia.
Dari 5 ribu mamalia yang ada di dunia, hanya tiga sampai lima persen saja yang akan setia sehidup semati dengan pasangannya.
Dan manusia tidak termasuk dalam golongan mamalia yang beemonogami.
Pasangan Yang Sedang Selingkuh (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Pasangan Yang Sedang Selingkuh (Foto: Thinkstock)
Prof. David Barash, seorang profesor psikologi di University of Washington dengan terang-terangan menulis bahwa monogami hanya sekedar mitos. Ia menuliskan bagaimana monogami yang dianggap sebagai norma sebenarnya hanyalah sebuah rekonstruksi sosial, bukan alamiah, dalam buku yang berjudul 'The Myth of Monogamy'.
ADVERTISEMENT
Perilaku poligami pada makhluk hidup, termasuk manusia, berkaitan erat dengan reproduksi agar spesiesnya tidak punah dan kompetisi untuk meneruskan gennya.
Hal yang sama dituliskan oleh R. Robin Baker, ahli biologi dari University of Manchester, Inggris, dan Mark A. Bellis, dari John Moores University, dalam buku yang berjudul 'Human Sperm Competition'.
Seleksi alam disebut akan 'memenangkan' makhluk hidup yang memiliki pasangan lebih banyak, karena semakin banyak pasangan, hubungan seksual pun akan lebih sering terjadi dan kemungkinan untuk pembuahan akan lebih besar.
Dengan lahirnya anak dari hubungan tersebut, makhluk hidup dianggap sukses meneruskan gennya dan semakin banyak semakin baik.
Namun, pada nyatanya memang sebagian manusia lebih memilih untuk setia dengan pasangannya.
Ilustrasi pasangan bahagia (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pasangan bahagia (Foto: Thinkstock)
Pertanyaan berikutnya, benarkah laki-laki lebih rentan melakukan poligami ataupun perselingkuhan dibandingkan perempuan?
ADVERTISEMENT
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hofstra University di New York, Amerika Serikat, menunjukkan kalau laki-laki memiliki angka selingkuh yang lebih tinggi, yaitu 60 persen pada laki-laki, dan 45 persen pada perempuan.
“Laki-laki lebih praktis dan perempuan lebih emosional. Jadi, ketika seorang perempuan mengikat dan terikat dengan seorang laki-laki, dia memberikan hati dan jiwanya dan dapat tetap monogamis," kata Dr. Fran Walfish, psikoterapis dari Beverly Hills, kepada Medical Daily.
Lalu, kalau sejatinya manusia bukan makhluk monogami, mengapa lebih banyak orang menjalani hubungan monogami, bahkan kesetiaan menjadi sebuah norma dan keharusan ketika seseorang sudah memiliki pasangan?
Ilustrasi Selingkuh. (Foto: Thinkstock/Wavebreakmedia)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Selingkuh. (Foto: Thinkstock/Wavebreakmedia)
Kembali ke buku David Barash, ia mengatakan hal itu karena manusia, terutama orang Barat, hidup dengan ide-ide romantis mengenai monogami.
ADVERTISEMENT
Setelah menikah, orang akan hidup bahagia dengan pasangannya, memiliki anak, dan setia sampai mati, ide semacam itulah yang ditanamkan sejak kecil, sehingga perselingkuhan dan poligami menjadi tabu di masyarakat.
Lalu, bagaimana dengan alasan biologis?
Sampai saat ini peneliti memberikan jawaban berbeda-beda mengenai kenapa pada akhirnya manusia bermonogami alias setia pada satu orang.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2013 di Proceedings of the National Academy of Sciences mengatakan bahwa manusia bermonogami karena laki-laki harus tinggal bersama keluarganya untuk mencegah 'pembunuhan' pada keturunannya.
Perilaku ini juga ditunjukkan oleh spesies primata lain di alam liar. Mereka mengurangi kegiatan kawin dengan betina lain dan lebih banyak bersama keluarga mereka untuk mencegah pejantan lain datang dan membunuh anak mereka kemudian kawin dengan ibunya.
Kera hitam sulawesi hidup berkelompok (Foto: Basri Marzuki/ANTARA)
zoom-in-whitePerbesar
Kera hitam sulawesi hidup berkelompok (Foto: Basri Marzuki/ANTARA)
Namun, studi lain yang dilakukan pada 2.500 jenis mamalia, atau hampir setengah dari jumlah mamalia yang ada di dunia menunjukkan hasil lain.
ADVERTISEMENT
Studi yang dipublikasikan di jurnal Science itu mengatakan kalau tidak ada hubungannya antara pembunuhan pada anak dan monogami.
Monogami akan terjadi di wilayah yang memiliki jumlah betina lebih sedikit. Pada mamalia yang monogami pun betinanya cenderung lebih penyendiri dan pencemburu.
Menurut Time, alasan pertama lebih masuk akal bagi manusia. Karena anak manusia cenderung lebih lambat tumbuh menjadi dewasa dibandingkan makhluk hidup lain, terutama mamalia. Hal itu menyebakan dibutuhkan waktu yang lebih banyak untuk dijaga oleh orang tuanya.
Hal itu juga yang menjadikan peran seorang ayah menjadi lebih penting bagi keluarga dan membuat laki-laki memilih untuk bermonogami.