Soal Rp 80 Juta, Kenapa Ada Pria yang Rela Bayar Mahal untuk Seks?

9 Januari 2019 12:53 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Vanessa Angel saat ditangkap Polda Jatim terkait prostitusi online. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Vanessa Angel saat ditangkap Polda Jatim terkait prostitusi online. (Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
Sejak maraknya kasus prostitusi online yang diduga melibatkan seorang artis perempuan dengan tarif Rp 80 juta sekali kencan, muncul pertanyaan di kalangan publik: Mengapa ada pria yang mau membayar sedemikian mahal hanya agar dapat berhubungan seksual?
ADVERTISEMENT
Selain itu, benarkah mereka yang membayar jasa pekerja seks komersial (PSK) adalah orang-orang yang tidak bisa menemukan pasangan?
Professor Sven-Axel Mansson dari Malmo University di Swedia punya data soal pria yang membeli jasa seks di berbagai belahan dunia, yang diungkap pada 2005. Dalam laporannya disebutkan, 16 persen pria di Amerika Serikat mau membayar untuk berhubungan seks.
Di Belanda, pria yang pernah menggunakan jasa PSK mencapai 14 persen. Kemudian 40 persen pria di Spanyol mengaku pernah membayar PSK untuk bercinta.
Hubungan seksual (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Hubungan seksual (Foto: Thinkstock)
Data serupa juga dimiliki Hydra, badan perlindungan hukum untuk pekerja seks di Berlin, Jerman. Organisasi ini mencatat tiga perempat pria Jerman pernah menggunakan jasa PSK. Di Thailand, meski prostitusi di sana adalah tindakan ilegal, 95 persen pria pernah berhubungan seks dengan PSK.
ADVERTISEMENT
Angka ini menunjukkan pria yang rela mengeluarkan uang untuk seks tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga di negara lain seperti Thailand, Jerman, Spanyol, Belanda, hingga AS.
Sabine Grenz, peneliti dari University of Gothenburg, punya pendapat tentang pria macam apa yang jadi pengguna jasa PSK ini. Grenz mengatakan, pria yang menggunakan jasa PSK sebenarnya datang dari berbagai kelas sosial dan ekonomi, dari berbagai pekerjaan, bahkan pria yang sudah menikah dan punya anak.
Hal ini membantah anggapan pria yang rela membayar untuk seks adalah orang yang tidak bisa menemukan pasangan.
Melakukan Stimulasi pada Bagian Belakang Telinga. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Melakukan Stimulasi pada Bagian Belakang Telinga. (Foto: Shutterstock)
Penelitian lain yang dilakukan tahun 1994 oleh psikolog Dieter Kleiber dari Free University of Berlin juga mengatakan, pria-pria tersebut juga bukanlah pria dengan masalah kepribadian tertentu, kecuali kalau ia berani melakukan seks yang berisiko dengan PSK. Misalnya, pria yang berani berhubungan seks tanpa kondom dengan PSK cenderung lebih agresif.
ADVERTISEMENT
Motivasi emosional dan psikologis juga ditemukan pada pria yang rela membayar untuk berhubungan seks. Beberapa pria pengguna jasa PSK yang ditemui oleh Kleiber menggambarkan PSK sewaannya sebagai perempuan yang ‘mempesona’, ‘terbuka’, ‘pintar’, dan ‘cerdik’. Banyak dari mereka yang membayangkan menjalin hubungan romantis dengan PSK yang disewanya.
Dan karena ada durasi waktu dalam jasa ini, maka pria-pria itu akan mendatangi PSK yang sama selama berkali-kali agar merasa seperti benar-benar menjalin hubungan dengan PSK yang dipilih.
Konten spesial lokalisasi Gang Semen Megamendung, Puncak, Bogor. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konten spesial lokalisasi Gang Semen Megamendung, Puncak, Bogor. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Lalu kenapa tidak mencari pasangan yang sebenarnya saja? Salah satu alasan menurut peneliti gender Gunda Schumann adalah pria seperti menganggap hubungan serius sebagai suatu hal yang rumit.
Saat menjalin hubungan resmi, perempuan mungkin akan menolak untuk berhubungan seks dengan pria tersebut karena berbagai alasan, seperti kelelahan atau tidak mood. Sementara PSK tidak akan menolak permintaan seks dari pria yang menjadi pelanggannya.
ADVERTISEMENT
"Mereka menawarkan keterlibatan emosional pria, stabilitas psikis, dan empati," kata Schumann dilansir Scientific American.
Sementara ahli sosiologi Julia O’Connell Davidson dari University of Nottingham punya pendapat sendiri. Ia mengatakan kemesraan bukanlah alasan mengapa pria rela membayar untuk seks.
“Yang membuat 'john' (sebutan untuk pelanggan PSK) menggunakan jasa PSK adalah ketidakberdayaan perempuan,” kata O’Connell Davidson. Ia mengatakan, pria yang menggunakan jasa PSK ingin membalas dendam dan mengendalikan perempuan.
Konten spesial lokalisasi Gang Semen Megamendung, Puncak, Bogor. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konten spesial lokalisasi Gang Semen Megamendung, Puncak, Bogor. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Kembali pada pandangan peneliti pertama yang telah disebutkan di atas, Sven-Axel Mansson. Dalam pidatonya di Parlemen Eropa pada 2006, Mansson pernah mengatakan bahwa pria yang menggunakan jasa PSK tidak mencari kemesraan seperti yang diungkapkan Kleiber.
Bahkan, salah satu john yang ditemui Mansson diceritakan menyamakan berhubungan seks dengan PSK seperti makan di restoran cepat saji. Lainnya menganggap perempuan-perempuan tersebut hanya sebagai benda.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, Mansson menganggap pelanggan jasa PSK yang berperilaku seperti itu memiliki masalah psikologis dan harus melakukan konseling.
Menyoal mengapa prostitusi tetap lestari hingga saat ini, beberapa ahli mengatakan penyebabnya bukanlah karena banyaknya perempuan yang menjadi PSK. Menurut mereka, sebagaimana dikutip dari Scientific American, bisnis ini akan terus ada karena adanya permintaan dari para pria yang memiliki masalah hubungan dengan pasangannya.