Spesies Baru Salamander Raksasa China Ditemukan, Seukuran Manusia

17 September 2019 19:55 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salamander raksasa China Selatan, Andrias Sligoi. Foto: Zoological Society of London (ZSL)/Ben Teplay
zoom-in-whitePerbesar
Salamander raksasa China Selatan, Andrias Sligoi. Foto: Zoological Society of London (ZSL)/Ben Teplay
ADVERTISEMENT
Para ilmuwan telah mengkonfirmasi dua spesies baru salamander raksasa China, salah satunya bahkan mungkin sebagai amfibi terbesar di dunia. Sebelumnya, para ilmuwan menduga bahwa salamander raksasa China (Andrias davidianus) yang merupakan spesies amfibi terbesar adalah spesies tunggal.
ADVERTISEMENT
Sekarang, para peneliti dari Zoological Society of London (ZSL) dan Natural History Museum London, telah mengungkap bahwa sebenarnya ada tiga spesies terkait salamander raksasa tersebut.
Dalam riset yang hasilnya telah diterbitkan di jurnal Ecology & Evolution, para peneliti memeriksa DNA 17 spesimen sejarah dari salamander liar. Hasilnya, mereka menemukan perbedaan genetik antara kelompok salamander yang hidup di sejumlah sungai dan pegunungan yang berbeda di seluruh China, sehingga harus diklasifikasikan sebagai tiga spesies yang terpisah.
“Analisis kami mengungkap bahwa spesies salamander raksasa China telah ada sejak 3,1 hingga 2,4 juta tahun lalu,” ujar Samuel Turvey dari Institute of Zoology ZSL selaku peneliti utama riset ini, seperti dilansir Newsweek.
“Waktu-waktu ini sesuai dengan periode pembentukan gunung di China, ketika Dataran Tinggi Tibet naik dengan cepat, yang bisa mengisolasi populasi salamander raksasa dan menyebabkan spesies yang berbeda di daratan yang berbeda.”
Lukisan salamander raksasa China Selatan yang dibuat pada abad ke-20, Andrias Sligoi. Foto: Zoological Society of London (ZSL)/Ben Teplay
Tiga salamander raksasa tersebut adalah salamander raksasa China (Andrias davidianus), salamander raksasa China Selatan (Andrias Sligoi), dan satu spesies yang belum disebutkan namanya yang berasal dari Huangshan, Pegunungan Kuning di China Timur.
ADVERTISEMENT
A. Sligoi atau salamander raksasa China Selatan adalah yang terbesar dari ketiganya, yang mampu tumbuh dengan panjang hingga dua meter atau setinggi manusia dewasa. Sebelumnya, salamander raksasa China atau A. davidianus dianggap sebagai amfibi terbesar di dunia, namun gelar itu kini diambil oleh A. Sligoi.
"Hewan sepanjang 1,8 meter yang ditangkap pada 1920-an adalah salamander raksasa terbesar yang dilaporkan dari China, dan secara historis telah ditafsirkan sebagai spesimen A. davidianus karena semua salamander China (yang berukuran besar) dianggap mewakili spesies ini," kata Turvey. "Namun, hewan besar ini sebenarnya berpotensi sebagai individu dari A. sligoi daripada A. davidianus, berdasarkan lokasi geografis itu ditangkap di China bagian selatan."
Dahulu, salamander raksasa sangat umum dijumpai di China tengah, timur, dan selatan. Namun, belakangan ini, jumlah hewan tersebut mengalami penurunan yang sangat drastis. Sebagian besar karena mereka banyak diburu untuk dijadikan produk olahan makanan mewah di negara tersebut.
Salamander raksasa China Selatan (Andrias Sligoi). Foto: online liberary wiley
Sekarang, salamander raksasa China terdaftar sebagai hewan “sangat terancam punah” oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature/IUCN), dan menurut Turvey, salamander raksasa yang hidup di alam liar kini sudah berada di ambang kepunahan.
ADVERTISEMENT
"Secara historis, salamander raksasa tidak digunakan untuk makanan atau obat tradisional, dan pada kenyataannya mereka sebagian besar dihindari oleh masyarakat setempat. Banyak masyarakat dulu menganggap mereka sebagai 'binatang tabu' dan suara tangisan yang mereka buat ketika diangkat dari air dikaitkan dengan hantu bayi yang mati, membuat manusia tidak beruntung jika menyentuh mereka atau bahkan melihat mereka,” ujar Turvey.
"Namun, selama beberapa dekade terakhir, salamander raksasa telah 'di-rebranding' sebagai makanan mewah, dan mereka sekarang diternakkan di seluruh China oleh industri peternakan skala besar yang sangat menguntungkan yang memasok daging salamander untuk restoran-restoran. Hal ini menyebabkan tekanan ekstrem pada populasi hewan liar ini, karena hewan liar ini diburu untuk dijadikan hewan ternak," katanya.
ADVERTISEMENT
Para peneliti mengatakan bahwa studi terbaru ini memberikan secercah harapan baru pada salamander raksasa China untuk upaya konservasi.
"Temuan ini datang pada saat intervensi mendesak diperlukan untuk menyelamatkan salamander raksasa China di alam liar," ungkap Melissa Marr dari Natural History Museum London, dalam sebuah pernyataannya. "Hasil riset kami menunjukkan bahwa tindakan konservasi khusus harus dilakukan untuk melestarikan kelengkapan genetik dari masing-masing spesies (salamander raksasa China) ini."