Teliti Kanker, Peneliti Perempuan LIPI Raih L’OREAL-UNESCO Fellowship
ADVERTISEMENT
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengundang tiga peneliti perempuannya yang berprestasi untuk menjadi pembicara dalam acara Peringatan International Women’s Day 2018.
ADVERTISEMENT
Keduanya memenangi penghargaan tersebut dalam kategori yang berbeda. Ais, panggilan dari Siti Nurul Aisiyah, memenangkan penghargaan untuk kategori Material Sciences, sementara Yuli memenangkan penghargaan dalam kategori Engineering Sciences.
Meski menang dalam kategori yang berbeda, keduanya tetap memiliki satu kesamaan, yaitu melakukan penelitian terkait kanker.
Ais kini sedang mengembangkan suatu alat yang bisa digunakan untuk mendeteksi kanker. Menariknya lagi, Ais mengembangkan alat pendeteksi kanker ini dari bahan silika alami.
“Yang sedang kami kembangkan itu alat pendeteksi kanker di stage awal. Biasanya kanker baru terdeteksi di stadium lanjut,” kata Ais pada acara yang dilaksanakan pada Kamis (8/3) itu.
ADVERTISEMENT
Saat ini, alat pendeteksi kanker yang membawa Ais menjadi penerima penghargaan bergengsi tersebut masih dalam tahap pengembangan. Dalam riset yang sedang digarapnya ini, ia berencana untuk membuat pendeteksi kanker yang bisa dengan mudah digunakan oleh orang non-medis (bukan dokter atau perawat).
Selain itu, ia ingin mengembangkan alat ini agar bisa menjadi alat pendeteksi kanker sebelum pendeteksian lebih lanjut di laboratorium.
“Jadi, saat ini saya ingin materialnya bisa di-develop (dikembangkan) jadi semacam test pack. Jadi bisa dimanfaatkan oleh (orang) medis dan non-medis. Sebenarnya target saya adalah untuk orang non-medis, jadi seperti tes kehamilan.”
Tidak jauh berbeda dengan Ais yang mengembangkan alat untuk pendeteksi kanker, Yuli sedang mengembangkan metode untuk penyembuhan kanker dengan menggunakan ion emas dan kunyit. Dari sini ia ingin mengembangkan suatu jenis terapi yang disebut photodynamic treatment (PDT).
ADVERTISEMENT
“Saya mengembangkan ini dari kunyit karena kunyit terbukti sekali memiliki banyak manfaat, anti inflamasi (peradangan), hipoalergenik (anti alergi), dan kunyit ini memiliki khasiat anti kanker.”
Untuk membuat obat anti kanker ini, Yuli menggunakan ion dari emas serta curcumin, zat kimia yang ada di dalam kunyit. Jumlah curcumin sendiri sangat sedikit, hanya 20 persen dari keseluruhan zat yang ada di dalam kunyit dan baru bisa didapatkan melalui proses ekstraksi beberapa kali.
Yuli mengembangkan metode pengobatan ini sebagai alternatif dari kemoterapi. Menurutnya, metode tersebut tidak menyakitkan seperti kemoterapi. Selain itu, penggunaan curcumin dan emas juga bisa menghemat biaya untuk pengobatan kanker karena dosis yang dibutuhkan lebih sedikit.
L’OREAL - UNESCO For Women in Science National Fellowship Awards sendiri adalah penghargaan yang diberikan oleh L’OREAL Foundation bekerja sama dengan UNESCO untuk memberikan dana penelitian kepada para peneliti perempuan berprestasi. Sampai tahun 2017, di Indonesia sudah ada 49 peneliti perempuan yang menerima penghargaan yang diberikan sejak tahun 2004 ini.
ADVERTISEMENT