Transplantasi Cairan Vagina, Teknik Baru Atasi Infeksi Berbahaya

18 September 2019 7:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi iritasi vagina. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi iritasi vagina. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tim ilmuwan di Amerika Serikat sedang mengembangkan teknik transplantasi cairan vagina. Mereka berharap teknik ini bisa membantu mengobati infeksi vagina dan sejumlah kondisi lainnya.
ADVERTISEMENT
Para peneliti memaparkan konsep ini di jurnal Frontiers in Cellular and Infection Microbiology. Dalam teknik ini, dokter bakal mengambil bakteri vagina dari pendonor sehat dan memberikannya ke penerima.
Para peneliti meyakini bahwa teknik ini bisa membantu mengobati sejumlah kondisi, termasuk di antaranya vaginosis bakteri. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), vaginosis bakteri adalah infeksi vagina yang umum diderita perempuan berusia antara 15 sampai 44 tahun.
Kondisi itu disebabkan oleh tidak seimbangnya keberagaman bakteri di vagina, dan menurunnya bakteri lactobacilli. Belum diketahui pasti apa yang memicu vaginosis bakteri.
Ilustrasi bakteri. Foto: Pixabay.com
Tapi, kondisi ini sering terjadi pada perempun yang aktif secara seksual. Meski begitu, pada kasus yang langka, kondisi ini juga bisa terjadi pada mereka yang belum pernah melakukan hubungan seks.
ADVERTISEMENT
Vaginosis bakteri bisa meningkatkan risiko perempuan terjangkit infeksi yang menular melalui hubungan seksual. Kondisi ini juga membuat perempuan rentan melahirkan prematur, dan diasosiasikan dengan peningkatan sel abnormal yang berhubungan dengan kanker serviks.
Perempuan dengan kondisi itu memiliki cairan vagina yang berwarna putih atau abu-abu. Mereka akan merasakan gatal, rasa sakit, atau rasa terbakar di vagina. Vagina juga akan mengeluarkan aroma mirip ikan, terutama setelah seks. Selain itu, kondisi vaginosis bakteri bisa membuat perempuan merasa sakit saat buang air kecil
ilustrasi vagina Foto: Shutterstock
Sebenarnya, kondisi ini bisa diobat dengan antibiotik. Tapi, hal itu tidak benar-benar mengusir vaginosis bakteri, sebab dia bisa muncul kembali.
"Transplantassi mikrobiota vagina (Vaginal microbiota transplant/VMT) punya potensi untuk mengubah cara kita melihat dan mengobati kondisi yang mengganggu saluran reproduksi perempuan," tulis para peneliti, seperti dilansir Newsweek.
ADVERTISEMENT
Tim ilmuwan yang menyusun konsep ini mengaku terinspirasi dari teknik "transplantasi tinja" yang semakin populer. Dalam teknik itu, peneliti mengekstrak mikrobiota baik dari tinja pendonor sehat dan menggunakannya untuk merepopulasi mikrobiota di perut pasien.
Dalam pemaparannya, tim ilmuwan mendesain sebuah program pencari donor. Mereka mengujinya pada 20 perempuan. Para responden yang berusia antara 18 sampai 45 memberikan sampel cairan vagina, darah, dan urinenya.
Ilustrasi ambil sample darah. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Selain itu, para responden diminta menjawab riwayat hubungan seksual dan apakah mereka menggunakan produk kesehatan vagina atau tidak. Mereka juga diminta untuk menjelaskan kondisi kesehtaan dan riwayat perjalanannya.
Dari situ, tim peneliti bisa menganalisis mikrobiota pada tiap perempuan. Mereka menemukan bahwa 35 persen perempuan bisa menjadi pendonor transplantasi mikrobiota vagina pada riset selanjutnya.
ADVERTISEMENT
"Kita memiliki sangat sedikit opsi pengobatan yang tersedia bagi vaginosis bakteri. Dan tidak ada yang benar-benar menyembuhkan," ujar Ethel Weld, anggota tim peneliti, dalam sebuah pernyataan.
Weld berpendapat bahwa ada "bukti" transfer mikrobiota vagina telah terjadi. Menurutnya, hal ini sudah terjadi pada perempuan yang melakukan hubungan seks dengan perempuan lainnya.
"Tapi, sebelum uji klinis VMT dilakukan, kami harus menentukan bagaimana cara memilih donor yang memiliki risiko menimal menyebarkan patogen serta memiliki mikrobiota yang optimal," kata Weld.