Wawancara Lengkap Kepala LAPAN: Kupas Tuntas Gerhana Bulan 31 Januari

31 Januari 2018 15:43 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Thomas Djamaluddin, Kepala LAPAN. (Foto: Mulki Razqa)
zoom-in-whitePerbesar
Thomas Djamaluddin, Kepala LAPAN. (Foto: Mulki Razqa)
ADVERTISEMENT
Jam 10 pagi itu Thomas Djamaluddin memiliki agenda untuk pergi ke Gedung DPR. Setelahnya, ia harus terbang ke Pontianak untuk menghadiri sebuah acara.
ADVERTISEMENT
Meski agendanya padat, Thomas tetap meluangkan waktunya pada pagi hari itu untuk menerima kunjungan tim kumparanSAINS di kantornya.
Seperti biasa, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) itu selalu tersenyum menyambut kedatangan siapa pun dan menjawab segala pertanyaan yang terkait dengan bidang keilmuannya.
Pada akhir 2016 lalu misalnya, Thomas bahkan sempat menerima kedatangan para pendukung teori Bumi Datar. Di hadapan Kaum Bumi Datar itu, lelaki lulusan S1 ITB dan S2 serta S3 Kyoto University di bidang astronomi itu memaparkan bukti-bukti bahwa Bumi itu berbentuk bulat, bukan datar.
Gerhana Bulan adalah salah satu fenomena alam yang membuktilkan bahwa Bumi berbentuk bulat.
Pada 31 Januari 2018 nanti akan terjadi gerhana Bulan total yang lazim juga disebut sebagai Bulan merah darah (blood moon), berbarengan dengan fenomena Bulan super (supermoon) dan purnama kedua di Bulan yang sama (blue moon). Ketika tiga fenomena ini terjadi bersamaan, maka ini lazim disebut sebagai super blue blood moon.
ADVERTISEMENT
Rabu (24/1) pagi itu, seminggu sebelum fenomena ini akan menampakkan dirinya di langit malam (31/1), tim kumparanSAINS berbincang cukup panjang dan detail mengenai fenomena alam yang sangat istimewa dan bahkan disebut langka ini.
Berikut adalah isi wawancara kumparanSAINS bersama pria asal Purwokerto itu.
Ilustrasi gerhana bulan (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gerhana bulan (Foto: Pixabay)
kumparanSAINS: Apa keistimewaan fenomena Bulan di 31 Januari 2018?
Thomas: 31 Januari 2018 ini adalah saat purnama dan purnamanya itu disebut supermoon karena jaraknya yang terdekat (dengan Bumi). 3 Desember, 1 Januari, dan 31 Januari itu disebut sebagai supermoon karena jarak Bulan yang terdekat dengan Bumi.
Dan 31 januari ini juga dikenal sebagai blue moon karena tanggal 31 januari ini adalah purnama yang kedua setelah 1 januari awal tahun ini.
ADVERTISEMENT
Dan istimewanya, yang menjadi fenomena yang menarik perhatian publik, (pada 31 Januari) itu terjadi gerhana Bulan total. Dan kebetulan gerhana Bulan totalnya di awal malam, jadi kemungkinan akan banyak yang tertarik untuk mengamati dan mengabadikannya.
Jadi pada tanggal 31 Januari, mulai sekitar magrib sampai hingga menjelang tengah malam, di seluruh wilayah Indonesia dapat mengamati proses gerhana.
Dimulai dari pukul 18.48 WIB, bagian bawah atau bagian timur dari purnama tersebut akan mulai memasuki bayangan Bumi atau disebut sebagai umbra. Itulah mulai awal proses gerhana.
Jadi nanti secara perlahan, bagian bawah dari purnama itu mulai tergelapi sedikit demi sedikit.
Nanti pukul 19.52 seluruh purnama itu masuk ke dalam bayangan Bumi atau umbra tersebut. Maka purnama terlihat gelap tetapi tidak total, bahkan terlihatnya lebih merah.
ADVERTISEMENT
Sehingga pada saat purnama memasuki bayangan Bumi tersebut, saat gerhana Bulan total ini sering disebut sebagai blood moon. Karena saat itu Bulan terlihat merah cerah.
Bulan Merah Darah Akhir Januari (Foto: Chandra Dyah A/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bulan Merah Darah Akhir Januari (Foto: Chandra Dyah A/kumparan)
Kalau (gerhana Bulan) terjadi pasca letusan gunung berapi sehingga atmosfer Bumi tertutup oleh debu, itu purnamanya atau gerhana Bulan totalnya bisa (jadi) lebih gelap. Jadi tidak lagi berwarna merah karena serapan oleh debu-debu gunung berapi.
Tapi tampaknya kalau nanti sampai dengan akhir Januari ini tidak ada letusan gunung berapi yang debunya mengotori atmosfer atas Bumi, itu gerhana Bulan akan tetap sebagai gerhana Bulan yang merah atau disebut sebagai blood moon.
Dan itu berlangsung sampai dengan pukul 21.08 WIB.
Kemudian sesudah pukul 21.08 WIB, bagian bawah dari purnama ini mulai tersibak lagi. Jadi cahayanya mulai muncul lepas dari bayangan Bumi.
ADVERTISEMENT
Jadi (Bulan) mulai (kembali) terlihat secara perlahan, sampai nanti akhir proses gerhana itu pukul 22.11 WIB.
Jadi kalau di Indonesia timur (akhir gerhana) itu sudah sedikit lewat dari tengah malam.
Jadi itulah proses gerhana Bulan total pada 31 Januari, sehingga purnama pada saat 31 Januari ini boleh disebut sebagai super blue blood moon.
Jadi gabungan antara supermoon karena jarak purnamanya yang terdekat, disebut juga sebagai blue moon karena ini purnama kedua pada Bulan Januari, dan terjadi gerhana Bulan total yang menyebabkan Bulan itu menjadi merah darah sehingga disebut sebagai blood moon.
Jadi memang istimewanya, ini disebut sebagai super blue blood moon. Jadi itu yang istimewa. Sehingga kalau dirujuk ulang ini kira-kira kejadian seperti ini memang langka bersamaan.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya fenomenanya tidak langka, tetapi karena sebutannya saja, itu menjadi langka. Supermoon, blood moon dan blue moon menjadi satu. Itu yang diperkirakan sekitar 150 tahun keberulangan seperti itu.
kumparanSAINS: Fenomena ini bisa dilihat dari mana saja?
Thomas: Jadi seluruh wilayah Indonesia dalam kondisi yang cerah bisa melihat purnama, berkesempatan bisa melihat gerhana Bulan total ini.
Dan karena ini supermoon, tentu menarik karena ukurannya itu tampaknya menjadi lebih besar dari biasanya.
Dan tentu saja bagi penggemar astrofotografi, fotografi astronomi, ini menarik untuk bisa diabadikan karena ini (terjadi) awal malam, berarti Bulannya itu masih dekat dengan ufuk.
Jadi bisa diabadikan dengan objek-objek yang menarik. Kalau di Jakarta mungkin pilih saja apakah Monas atau gedung-gedung yang menarik dari segi latar depan untuk latar depannya.
ADVERTISEMENT
Atau kalau di Palembang ada Jembatan Ampera, atau mungkin kalau di Jawa Tengah ada Candi Borobudur.
Objek-objek itu yang menarik untuk bisa disajikan dalam fotografi astronomi.
Supermoon (Foto: AFP PHOTO / GIUSEPPE CACACE)
zoom-in-whitePerbesar
Supermoon (Foto: AFP PHOTO / GIUSEPPE CACACE)
kumparanSAINS: Apa syarat untuk bisa melihat fenomena ini?
Thomas: Gerhana Bulan total itu sama seperti kita melihat purnama. Jadi langitnya, supaya bisa telihat purnamanya, ya tentu harus cerah.
Tapi karena Bulan ini cukup terang, kalaupun ada awan tipis atau di sela-sela awan, masih bisa kita nikmati juga.
Jadi kalau misalkan mendung, tapi Bulannya tampak di sela-sela awan, masih bisa kita nikmati.
Hal yang terpenting, tentu saja kita menikmati gerhana ini sambil juga memikirkan prosesnya seperti apa sih. Nah ini nanti edukasi publik ya.
ADVERTISEMENT
Jadi gerhana Bulan kan posisi Matahari, Bumi, kemudian Bulan itu dalam kondisi satu garis.
Jadi Bulan purnama yang berada hampir, sebut saja, berlawanan arah dengan Matahari ini menyebabkan Bulan secara penuh memantulkan cahaya Matahari itu, disebut sebagai purnama.
Nah karena posisi Bumi pun itu betul-betul hampir segaris, maka bayangan Bumi pun itu berada pada jalur yang nantinya dilalui oleh Bulan. Sehingga ketika Bulan ini memasuki bayangan Bumi, itu yang disebut sebagai proses gerhana.
Dan ketika seluruh Bulan ini atau purnama tersebut masuk ke dalam bayangan Bumi, ini yang disebut sebagai gerhana Bulan total.
Ketika memasuki bayangan Bumi, (Bulan) ini tidak gelap total karena atmosfer Bumi ini masih memantulkan atau membiaskan cahaya Matahari dan menguraikan warnanya.
ADVERTISEMENT
Sebagian itu dihamburkan oleh atmosfer Bumi yang sering kita melihatnya sebagai cahaya langit yang biru. Itu karena gelombang pendeknya dihamburkan oleh atmosfer Bumi.
Nah gelombang panjangnya, cahaya merah itu, kemudian jatuh di purnama itu. Sehingga purnama tampak menjadi merah darah.
Bulan Merah Darah (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Bulan Merah Darah (Foto: Shutterstock)
kumparanSAINS: Apa acara yang disiapkan LAPAN pada 31 Januari 2018?
Thomas: Tanggal 31 Januari saat gerhana Bulan total dan ini gerhananya di awal malam, itu dimanfaatkan oleh LAPAN untuk edukasi publik.
Kegiatan itu di beberapa fasilitas LAPAN diadakannya. Ada di LAPAN Bandung, Pusat Sains antariksa LAPAN Bandung, kemudian di LAPAN Sumedang, kemudian beberapa kantor LAPAN juga mengadakan kegiatan edukasi publik.
Jadi (kegiatan) sekaligus menggunakan teleskop. Jadi bisa melihat purnama dan proses gerhana itu lebih baik lagi.
ADVERTISEMENT
Dilihat apa sih yang terjadi di Bulan dengan menggunakan teleskop. Hal yang juga penting dalam mengedukasi publik ini bahwa purnama itu bisa diperhitungkan.
Jadi nanti masyarakat bisa menghitung waktunya. Apakah betul mulai pukul 18.48 itu bagian bawah atau bagian timur dari purnama itu mulai tertutup sedikit demi sedikit. Dan nanti totalnya itu pukul 19.52.
Jadi silakan buktikan akurasi dari perhitungan astronomi seperti itu.
Nah ini yang biasanya kemudian sekarang ini ada komunitas Bumi datar yang cara pikirnya berbeda. Jadi silakan mereka juga menghitung dengan pola atau pemikiran mereka dengan konsep Bumi Datar kapan terjadi gerhana, mereka bisa menghitung atau tidak?
Kemudian juga kalau itu memang sudah bisa diperhitungkan nanti pukul 18.48 mulai proses gerhananya terjadi, pukul 19.52 itu mulai terjadi totalitas,`sampai nanti pukul 21.08 WIB itu berakhir totalitasnya, kemudian proses gerhana pukul 22.11 menit WIB, artinya ya pengetahuan kita terkait sistem Bumi Bulan dan Matahari itu sudah benar.
ADVERTISEMENT
Dan ya konsep yang saya sering sebut sebagai Dongeng Bumi datar itu sebenarnya tidak punya dasar. Jadi ini kesempatan juga untuk, ya kita sama-sama lah untuk mengedukasi publik, mana sih yang benar?
Jadi nanti kalau kejadiannya sesuai dengan perkiraan itu, artinya perhitungan-perhitungan astronomi terkait dengan pergerakan Bumi, kemudian Bulan yang mengitari Bumi, dan Bumi dan Bulan mengitari Matahari itu sudah benar.
Jadi lebih banyak ke arah edukasi publik yang akan dilakukan LAPAN.
kumparanSAINS: Perhitungan astronomi ini mudah untuk dilakukan masyarakat awam?
Thomas: Kalau menggunakan hitungan manual, susah sekali. Karena itu sangat kompleks perhitungannya.
Dan kalaupun sebut saja membuat programnya, komputasinya, itu juga banyak sekali konstanta-konstanta yang dimasukkan untuk terutama pergerakan Bulannya ya. Jadi ada yang disebut baseline element untuk menghitung itu.
ADVERTISEMENT
Tapi bagi masyarakat awam, sekarang sudah ada aplikasi-aplikasi astronomi. Jadi (ada) yang bisa dihitung aplikasi-aplikasi astronomi. Aplikasi astronomi yang bisa didownload gratis ada Stellarium.
Nah kalau proses gerhana, itu beberapa situs itu sudah memberikan hasilnya. Situsnya NASA itu paling banyak dirujuk.
Kemudian beberapa lagi aplikasi astronomi, sebagian memang ada yang sifatnya komersial, tapi sebagian (yang) gratis itu bisa didownload, itu bisa dimanfaatkan.
Proses terjadinya gerhana Bulan (Foto: NASA)
zoom-in-whitePerbesar
Proses terjadinya gerhana Bulan (Foto: NASA)
kumparanSAINS: Penelitian apa yang bisa dilakukan terhadap gerhana 31 Januari?
Thomas: Secara umum, gerhana itu dulu, sebelum ada teknologi radar atau lidar, (digunakan) untuk mempelajari kandungan debu-debu di atmosfer. Gerhana itu dijadikan salah satu cara untuk meneliti kondisi atmosfer.
Jadi ketika di atmosfer ini bersih tidak ada debu-debu letusan gunung berapi, maka cahaya Matahari yang kemudian terhalang oleh Bumi, ini sebagian akan dihamburkan oleh atmosfer Bumi.
ADVERTISEMENT
Sebagian cahayanya itu dihamburkan oleh atmosfer Bumi yang menyebabkan langit berwarna biru, itu gelombang pendeknya.
Nah gelombang panjangnya yang diteruskan, kemudian dibiaskan (hingga) mengenai Bulan purnama pada saat purnama itu memasuki bayangan Bumi. Itu yang menyebabkan purnama berwarna menjadi merah, bahkan sering disebutnya merah darah sehingga disebut blood moon.
Itu dalam kondisi atmosfernya bersih.
Tapi dalam kondisi terjadi letusan gunung berapi --seingat saya tahun 1815 ketika terjadi letusan gunung berapi (Gunung Tambora di Sumbawa), itu letusannya memang luar biasa dan letusannya menyebar ke seluruh dunia.
Gerhana Bulan yang terjadi setelah letusan itu, itu menjadi gelap karena atmosfernya ini dikotori oleh debu-debu letusan gunung berapi, terutama pada ketinggian di stratosfer..
ADVERTISEMENT
Ketika debu dari letusan gunung berapi ini masuk ke lapisan stratosfer, (ketinggian) lebih dari 20 kilometer, itu yang biasanya bertahan lama.
Ketika bertahan lama di stratosfer itu, itu yang kemudian berdampak hamburan cahaya Matahari dan juga pembiasan cahaya Matahari ke purnama itu. Itu yang menyebabkan kemudian gerhana pada saat itu menjadi sangat gelap sekali.
Tapi penelitian seperti itu sekarang sudah jarang dilakukan karena sudah banyak alat-alat yang lain, baik dari pengamatan dari Bumi menggunakan lidar atau dari satelit terkait kandungan atmosfer, sehingga penelitian menggunakan gerhana Bulan itu tidak banyak lagi dilakukan kecuali bagi amatir-amatir.
Tempat dan Waktu Pengamatan Super Blue Blood Moon (Foto: Sabryna Muviola/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tempat dan Waktu Pengamatan Super Blue Blood Moon (Foto: Sabryna Muviola/kumparan)
kumparanSAINS: Apa dampak gerhana 31 Januari yang perlu diwaspadai?
Thomas: Nah Bulan itu mempengaruhi Bumi dalam hal gaya pasang surut. Jadi air laut menjadi pasang. Kemudian pada kondisi yang lain menjadi surut. Itu karena (yang) disebut sebagai gaya diferensial gravitasi Bulan terhadap Bumi.
ADVERTISEMENT
Pada saat seperti ini air laut itu akan cembung ke arah Bulan dan yang berlawanan dengan itu. Itu yang disebut sebagai gaya diferensial.
Jadi perbedaan gravitasi pada semua titik itu menyebabkan air menjadi pasang pada arah yang ke arah Bulan.
Nah kemudian pada posisi yang selebihnya itu akan menjadi surut.
Nah posisi Bumi dan Bulan ini yang menyebabkan kemudian terjadi efek pasang surut air laut.
Pada saat purnama, itu pasang air laut yang disebabkan oleh Bulan diperkuat oleh Matahari karena (Matahari-Bumi-Bulan) berada pada satu garis. Ini yang kemudian menyebabkan pasang itu menjadi pasang maksimum.
Dan posisi Bulan pada saat supermoon tanggal 31 Januari itu lebih memperkuat lagi efek pasang surutnya. Sehingga pasang pada saat itu adalah pasang yang maksimum yang paling tinggi.
ADVERTISEMENT
Nah dalam kondisi yang biasa yang sebut saja tidak ada kombinasi dengan cuaca buruk di lau, tidak ada angin kencang, tidak ada gelombang tinggi, ya ini hanya sekadar menyebabkan banjir pasang melimpas ke daratan lebih jauh.
Tapi kalau ditambah dengan angin kencang dengan kondisi cuaca buruk di laut pada saat itu, sehingga terjadi gelombang tinggi, tentu banjir rob ini akan melimpas ke daratan lebih jauh lagi karena adanya gelombang tinggi itu.
Nah itu yang sebenarnya perlu diwaspadai bagi wilayah-wilayah di pantai yang biasa mengalami rob.
Jadi pada saat purnama, pada saat supermoon, kemudian terjadi gerhana. Kalau gerhana itu berarti benar-benar satu garis Matahari, Bumi dan Bulan. Sehingga efek pasang surutnya pun menjadi lebih tinggi. Nah ini yang hal itu yang perlu diwaspadai.
ADVERTISEMENT
Ada kajian lain bahwa efek pasang surut Bulan itu juga berpengaruh pada kemungkinan sebagai pemicu pelepasan energi (sehingga) terjadi erupsi gunung berapi, kemudian juga terjadinya pelepasan energi dalam bentuk gempa Bumi.
Tetapi memang ini belum konklusif, walaupun beberapa data memang menunjukkan waktu yang berdekatan antara purnama dengan gema Bumi besar. Seperti gempa Aceh yang lalu itu sangat berdekatan dengan purnama.
Gempa Aceh itu terjadi purnama dalam waktu yang berdekatan dengan itu. Dan pada saat itu, pagi hari itu, berarti Bulan berada pada posisi di barat. Di lautan Hindia, itu air sedang surut karena posisi Bulan ada di barat.
Itu yang kemudian salah satu teori mengatakan pada saat itu beban di air laut itu menjadi minimum sehingga lempeng itu kemudian memungkinkan untuk terjadi pergeseran.
ADVERTISEMENT
Itu dugaan mengaitkan antara purnama dan (gempa) ini sebetulnya bukan hanya saat gerhana, tapi saat purnama atau Bulan baru. (Disebut sebagai) potensi terjadinya pelepasan energi (karena) memicu, tapi bukan penyebab.
(Disebut) memicu karena energinya sudah tersimpan lama, misalkan untuk pergeseran lempeng itu. Kemudian memicu beban yang menekan lempeng itu dari beban air laut ini berkurang, kemudian energinya ini terlepas sehingga penyusutan lempeng terjadi, kemudian terjadilah gempa tektonik.
Kemungkinan itu ada, tetapi itu belum konklusif. Artinya tidak selalu ya, tidak selalu ketika terjadi purnama kemudian terjadi pelepasan energi dalam pergeseran lempeng yang menyebabkan gempa Bumi atau terjadi pelepasan energi yang tertahan sehingga menyebabkan erupsi gunung berapi.
Tetapi ya hal-hal itu, kemungkinan-kemungkinan itu, memang (bisa) kalau disebut sebagai dampak, tetapi itu bukan dampak yang disebut sebagai penyebab.
ADVERTISEMENT
Tapi kalau (disebut) pemicu, ada kemungkinan. Artinya, (kalau disebut) pemicu ,sebenarnya energinya sudah ada. Yang menyebabkan gempa itu sebenarnya energinya sudah tertahan lama tapi kapan lepasnya kan tidak ada metode ilmiah atau teknologi yang bisa meramalkannya kapan itu dilepaskan dan pada titik mana energi itu dilepaskan.
Kalau (disebut) sebagai pemicu, ya memang ada teori-teori yang mengatakan kemungkinan salah satu pemicu pelepasan energi itu efek dari pasang surut Bulan tersebut.
kumparanSAINS: Wilayah Indonesia mana yang rawan banjir rob?
Thomas: Beberapa wilayah di Pantai Utara Jawa dan pantai-pantai yang landai. Pantai yang landai itu yang menyebabkan, ketika pasang, air melintas ke daratan. Dan ketika itu pasangnya maksimum, tentu itu melimpas ke daratannya lebih jauh lagi.
ADVERTISEMENT
Dan biasanya kombinasi dengan cuaca buruk itu (perlu) diwaspadai. Satu sisi ketika cuaca buruk menyebabkan gelombang tinggi di laut, maka tentu limpasan rob ini akan melimpas ke daratan yang lebih jauh lagi.
Di sisi lain ketika di daratannya terjadi hujan lebat sehingga menyebabkan banjir atau genangan, karena air lautnya sedang pasang, maka banjir ini tidak bisa dibuang ke laut.
Jadi ketika terjadi kombinasi itu, kemungkinan banjirnya pun akan bertahan lebih lama di daratan.
Ilustrasi gerhana bulan (Foto: Dok. Observatorium Bosscha)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gerhana bulan (Foto: Dok. Observatorium Bosscha)
kumparanSAINS: Apa tips dan trik untuk mengamati fenomena Bulan di 31 Januari 2018?
Thomas: Karena gerhana Bulan ini terjadi pada saat purnama, tentu ini aman dilihat. Karena (ini sama) seperti halnya kita melihat purnama. Karena cahayanya tidak terlalu kuat, sehingga dengan menggunakan kamera apa pun itu bisa di amati dan bahkan bisa diabadikan.
ADVERTISEMENT
Melihat posisi mana yang bagus, karena ini kejadiannya di awal malam, jadi 18.48 mulai terjadi proses gerhana. Supaya bisa melihat proses awal gerhana tentu kita pilih yang ufuk timurnya itu tidak terhalang, apakah itu (oleh) gedung-gedung atau pepohonan atau mungkin bukit.
Sedapat mungkin (cari tempat) yang ufuk timurnya itu tidak terhalang sehingga proses awalnya bisa diketahui untuk wilayah barat.
Kalau wilayah timur memang itu sudah pukul 20.48. Seperti di Papua, itu sudah cukup tinggi. Hingga penghalangnya sudah berkurang.
Tapi bagi peminat astrofotografi kan bukan hanya sekadar mengabadikan purnama dan gerhananya. Tapi biasanya mereka mengabadikan dengan latar depan.
Nah supaya bisa mengabadikan dengan latar depan yang bagus, ya pilih objek-objek yang (ketika) kita menghadap ke arah timur, kemudian di sana ada objek-objek (menarik). Kalau di Jakarta, pilihlah gedung yang nantinya menarik untuk dilihat.
ADVERTISEMENT
Tetapi diperhitungkan ketinggiannya supaya ketika terjadi fase gerhana itu, itu bisa terekam juga.
Kalau di Bandung, ada Jembatan Pasupati misalkan. Itu cari arah tertentu yang nantinya bisa melihat ke arah purnama dan proses gerhananya.
Itu sebut saja tips dan trik untuk yang nanti mengamati.
Kalau kita punya kamera dengan sistem yang lebih bagus, DSLR misalkan, gunakan itu. Tapi kalau tidak, karena ini purnama ini objek yang cukup terang, jadi dengan ponsel pun itu bisa dicoba.
kumparanSAINS: Ada fenomena langit menarik apa lagi di 2018?
Thomas: Gerhana Bulan total yang kedua itu terjadi pada bulan Juli. Hanya nanti kejadian pada bulan Juli itu, kejadiannya di akhir malam.
Jadi ini juga menarik, tetapi tidak semenarik yang tanggal 31 Januari ini. Karena kalau di akhir malam, ya umumnya orang juga agak malas ya untuk bangun untuk melihat gerhana itu.
ADVERTISEMENT
Gerhana Matahari pun ada, tapi tidak melintasi Indonesia. Jadi (ada) di wilayah yang lain.