WHO Resmi Tetapkan Kecanduan Seks sebagai Penyakit Mental

11 Juli 2018 9:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi berhubungan intim (seks). (Foto: Shutter Stock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi berhubungan intim (seks). (Foto: Shutter Stock)
ADVERTISEMENT
Perilaku seks kompulsif atau dikenal juga sebagai kecanduan seks resmi ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai penyakit mental. Dilansir CNN, perilaku seks kompulsif masuk ke dalam daftar yang sama dengan kecanduan game, yaitu daftar ICD-11.
ADVERTISEMENT
Dalam ICD-11 dituliskan bahwa perilaku seks kompulsif sebagai suatu "pola berulang dari suatu kegagalan dalam mengontrol rangsangan seksual yang kuat dan berulang atau suatu dorongan yang menyebabkan terjadinya perilaku seksual yang terjadi terus menerus."
Jadi kelainan yang dimaksud oleh WHO ini bukanlah tentang seberapa banyak pasangan seksual yang dimiliki seseorang. Melainkan mengenai bagaimana perilaku seksual menjadi pusat perhatian dari kehidupan seseorang sehingga membuatnya mengabaikan kesehatan diri sendiri, aktivitas, serta tanggung jawabnya.
Bercinta di pagi hari banyak manfaatnya. (Foto: Jose Luiz Pelaez/Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Bercinta di pagi hari banyak manfaatnya. (Foto: Jose Luiz Pelaez/Thinkstock)
Kontroversi
Keputusan ini mengundang banyak kontroversi, sama seperti keputusan sebelumnya yang menetapkan kecanduan game sebagai penyakit mental. Hal ini dikarenakan banyak dokter yang mempertanyakan mengapa perilaku itu dimasukkan ke dalam daftar tersebut.
Dalam edisi terbaru The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM), yang digunakan sebagai panduan oleh dokter di Amerika Serikat, perilaku seks kompulsif tidak dijelaskan sebagai suatu kategori gangguan mental tersendiri. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya jumlah studi yang mempelajari perilaku tersebut.
ADVERTISEMENT
"Selama berabad-abad, orang orang telah berusaha untuk memahami apa penyebab hiperseksualitas. Sebutannya sudah banyak sekali, tapi baru 40 tahun terakhir kita mencoba mempelajarinya dari perspektif akademik," ujar Timothy Fong, profesor ilmu penyakit jiwa di Semel Institute for Neuroscience and Human Behavior, University of California.
COVER: Hubungan Seks Suami Istri (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
COVER: Hubungan Seks Suami Istri (Foto: Thinkstock)
Sebelumnya pada 2006 Fong pernah melakukan studi untuk mempelajari definisi serta strategi manajemen dalam mengatasi perilaku tersebut.
Fong mengatakan bahwa, sama seperti ketagihan judi, ada beberapa ahli yang mempertanyakan apakah perilaku seks kompulsif bisa menjadi suatu ketagihan.
Hal ini karena tidak ada suatu zat, seperti obat atau alkohol, yang digunakan. Namun ia juga mengatakan bahwa ada dugaan perilaku tersebut dapat mengubah fungsi otak.
"Komunitas psikologi terbagi dalam beberapa kubu. Ada yang mengatakan perilaku itu adalah ketagihan, dan ada juga yang mengatakan bahwa masing-masing orang memiliki libido yang berbeda," jelas Fong.
ADVERTISEMENT
"Buat saya, ketika ada orang yang mengatakan 'hidup saya menjadi sulit karena hal ini, saya ingin bunuh diri, hubungan saya rusak, dan perilaku ini mengganggu kesehatan saya,' ada sesuatu yang harus diperhatikan di sana," tambahnya.
Ia kemudian menjelaskan bahwa kita semua harus memiliki misi untuk menolong orang tersebut, dan dengan adanya penetapan ini oleh WHO para peneliti serta masyarakat luas dapat dengan lebih mudah mempelajari dan memahami perilaku seks kompulsif tersebut.
Seks Bisa Dilakukan Meskipun Andropause (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Seks Bisa Dilakukan Meskipun Andropause (Foto: Thinkstock)
Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Robert Weiss, ahli kecanduan sekaligus juga penulis buku "Sex Addiction 101" dan "Always Turned On".
"Sangat penting untuk bisa memberikan diagnosis, terutama dalam menghadapi isu seksual," ujarnya.
Weiss juga berpendapat bahwa keputusan untuk tidak memasukkan perilaku seks kompulsif ke dalam DSM adalah suatu kesalahan. Dan sekarang berkat WHO, perilaku tersebut bisa didorong untuk masuk ke dalam DSM.
ADVERTISEMENT
"Hal ini sangat membantu kita untuk lebih baik dalam memperjelas siapa yang memiliki masalah ini dan siapa yang tidak," kata Weiss.
"Kejelasan tersebut memberitahu kita bahwa hal ini tidak berhubungan dengan orientasi seksual ataupun identitas gender. Ini menghilangkan semua anggapan negatif yang ada," timpalnya.
Weiss sendiri sudah cukup berpengalaman dalam menghadapi masalah perilaku seks kompulsif. Ia mengaku telah menangani lebih dari 1.000 pasien dan menemukan bahwa para pasien tersebut dapat pulih dengan cepat ketika mereka membicarakan masalah yang menyebabkan pasien secara terpaksa memilih seks.
Menurutnya, seringkali perilaku seks kompulsif menjadi pelarian dari memikirkan hal-hal yang membebani hidup mereka, seperti mengenai pasangan, anak-anak, dan juga pekerjaan.
Hal itulah yang membuat pengobatan dari perilaku seks kompulsif berbeda dengan pengobatan ketagihan alkohol. Pada pengobatan perilaku tersebut para ahli berusaha untuk membantu seseorang memiliki hubungan dan pandangan yang lebih sehat atas seks.
ADVERTISEMENT
"Kita tidak ingin mengekang hasrat seks. Seksualitas adalah bagian dari manusia, yang harus kita pandu dengan baik," imbuh Weiss.
Pemanasan saat berhubungan intim (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Pemanasan saat berhubungan intim (Foto: Pixabay)