Yesus Bukan Satu-satunya Korban Hukuman Salib, Begini Sejarahnya

23 April 2019 6:57 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengunjung memasuki situs ziarah Bukit Salib di Siauliai, Lithuania jelang perayaan Paskah, Sabtu (20/4). Foto: Reuters/Ints Kalnins
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjung memasuki situs ziarah Bukit Salib di Siauliai, Lithuania jelang perayaan Paskah, Sabtu (20/4). Foto: Reuters/Ints Kalnins
ADVERTISEMENT
Kejadian penyaliban paling terkenal di dunia, menurut Alkitab, adalah ketika Yesus dihukum mati oleh orang-orang Romawi. Tapi Yesus bukan satu-satunya yang menjadi korban kebrutalan hukuman salib.
ADVERTISEMENT
Dahulu kala, hukuman salib adalah salah satu jenis hukuman paling brutal dan memalukan. Di Roma, ibu kota Kekaisaran Romawi, penyaliban punya proses lumayan panjang. Mulai dari korban dicambuk hingga akhirnya dipaku dan dibiarkan tergantung di salib.
Lantas, bagaimana sejarah dari hukuman ini? Dari mana asalnya? Dan siapa saja yang pernah mendapat hukuman ini?
Dalam laporan di South African Medical Journal (SAMJ), orang-orang Assyria dan Babilonia diduga sebagai kaum yang pertama memulai praktik hukuman ini. Praktik penyaliban juga dilakukan oleh Bangsa Persia.
Sebuah salib yang dihiasi dengan lilin yang menyala di depan Koloseum jelang prosesi Jalan Salib. Foto: Reuters/Yara Nardi
Kala itu, menurut laporan di SAMJ, paku masih belum digunakan. Jadi, korban biasanya diikat pada sebuah pohon atau tiang yang bentuknya belum berbentuk salib.
Dari Persia, Alexander Agung yang menginvasi Persia saat membangun kekaisarannya, membawa praktik itu ke daerah Mediterania timur pada abad ke-4 sebelum Masehi.
ADVERTISEMENT
Hukum salib baru sampai ke Romawi satu abad kemudian. Orang Romawi baru mengetahui jenis hukuman ini ketika Perang Punic, saat mereka bertempur melawan Kartago.
Selama 500 tahun berikutnya, orang Romawi "menyempurnakan" hukuman salib. Dari sini bentuk salib mulai digunakan saat hukuman. Hingga akhirnya hukuman ini dihapus oleh Constantine I di abad ke-4 setelah Masehi, tulis Francois Retief dan Louise Cilliers, profesor di University of the Free State, dalam laporan di jurnal di atas.
Roma, Italia. Foto: Pixabay
Korban
Orang Romawi melihat hukuman salib sebagai cara yang sangat memalukan untuk mati. Jadi orang Romawi sangat jarang menyalib warganya. Hukuman ini biasa dijatuhkan pada para budak, tentara yang kehilangan kehormatannya, penganut Kristen, orang asing, dan aktivis politik.
ADVERTISEMENT
Praktik hukuman ini semakin populer dilakukan di Yerusalem yang dikuasai Romawi. Ahli sejarah Romawi-Yahudi Josephus mengatakan bahwa pada abad ke-4 sebelum Masehi, seorang Jendral Romawi bernama Varus pernah menyalib 2.000 orang Yahudi.
"Kristus disalib atas dasar ia menghasut pemberontakan melawan Romawi, ini setara dengan hukuman bagi aktivis politik lain," tulis Retief dan Cilliers di laporan mereka, sebagaimana dilansir LiveScience.
Bangsa Romawi juga jadi korban dari praktik kejam yang mereka lakukan. Pada abad ke-9 setelah Masehi, pemimpin bangsa Jerman, Arminius, menyalib pasukan Romawi yang ia kalahkan. Lalu pada abad ke-28, suku Jerman melawan Romawi dengan menyalib petugas pajak.
Proses penyaliban
Di Roma, orang-orang yang dijatuhi hukuman salib mendapat cambukan sebelum disalib. Tapi tidak semua mendapat cambukan. Kaum perempuan, senator Romawi, dan tentara, tidak mendapat cambukan. Saat pencambukan, korban biasanya ditelanjangi dan diikat pada sebuah tiang, baru kemudian dicambuk bagian belakang tubuhnya.
ADVERTISEMENT
Banyak yang pingsan dan tewas saat proses pencambukan. Luka dan pendarahan parah membuat banyak yang menghembuskan napas terakhirnya sebelum disalib.
"Sering kali korban pingsan saat pencambukan dan kematian tiba-tiba bukan hal yang aneh terjadi," tulis para ahli.
"Para korban biasanya dicaci maki, dan dipaksa untuk menggotong sendiri balok kayu yang terikat di punggungnya ke tempat eksekusi," sambung mereka.
Bahkan terkadang para prajurit Romawi menambah siksaan para korban. Mereka sering memotong bagian tubuh korban atau bahkan sampai membuat korban buta.
Di Yerusalem, biasanya korban mendapat minuman penghilang rasa sakit dari kaum perempuan di sana. Minuman ini biasanya campuran anggur merah dan dupa.
Selanjutnya, korban akan diikat atau dipaku ke tiang yang mereka bawa dan salib diangkat. Saat korban menunggu ajalnya datang, pasukan Romawi akan mengambil pakaian korban dan membagikannya untuk orang-orang dalam pasukan mereka sendiri.
Wisatawan mengunjungi situs ziarah Bukit Salib jelang Hari Raya Paskah. Foto: Reuters/Ints Kalnins
ADVERTISEMENT
Kematian
Kematian tidak semudah itu menghampiri korban hukum salib. Retief dan Cilliers memaparkan bahwa kematian bisa terjadi antara tiga jam sampai empat hari setelah penyaliban. Tapi kematian bisa terjadi lebih cepat akibat serangan fisik yang dilakukan pasukan Romawi.
Setelah korban menghembuskan napas terakhirnya, keluarga si korban bisa mengambil dan menguburkan jasad si korban. Tapi sebelumnya, mereka harus mendapat izin dari hakim setempat.
Jika tidak mendapat izin, maka jasad akan dibiarkan di salib. Terkadang jasad ini jadi santapan hewan-hewan liar.
Ilustrasi disalib. Foto: raheel9630 via pixabay
Sadisnya penyaliban
Pernah ada riset yang dilakukan untuk menyelidiki hukuman salib. Pada tahun 1960-an, para peneliti di Jerman mengikat beberapa peserta riset di sebuah salib dan memonitor pernapasan serta aktivitas kardiovaskularnya.
ADVERTISEMENT
Dalam enam menit, para peserta riset mengalami kesulitan bernapas, detak jantungnya meningkat dua kali lipat, dan tekanan darahnya menurun. Eksperimen dihentikan setelah selama 30 menit para peserta merasakan sakit di pergelangan tangannya. Hasil riset ini telah dipublikasikan di jurnal Berlin Medicine (Berliner Medizin) pada tahun 1963 lalu.