15 Tahun Sejak Gol Zidane Itu...

16 Mei 2017 6:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gol ajaib Zidane ke gawang Leverkusen. (Foto: UEFA)
"Kami sudah mempersiapkan segalanya, tetapi kemudian ada sesuatu yang spesial; yang tak bisa diperkirakan, terjadi. Gol Zidane itulah yang terjadi pada kami."
ADVERTISEMENT
Klaus Topmoeller benar. Dia, bersama tim Bayer Leverkusen-nya tahun 2002 itu, memang sudah menyiapkan segalanya. Namun, sepak bola seringkali memang ditentukan oleh momen-momen genius seperti yang dilakukan oleh Zinedine Zidane pada final Liga Champions 2002.
Musim itu Bayer Leverkusen adalah tim kejutan. Bermaterikan pemain-pemain seperti Hans-Joerg Butt, Lucio, Bernd Schneider, Michael Ballack, serta Oliver Neuville, mereka berhasil melaju ke partai puncak kejuaraan paling bergengsi di Eropa itu untuk pertama dan terakhir kalinya.
Bagi tim seperti Leverkusen, memiliki pemain-pemain demikian dan mendapat kesempatan seperti itu memang hanya sekali seumur hidup. Bukan berarti mereka adalah klub kecil, tetapi pada kenyataannya memang Leverkusen tidak sebesar Bayern Muenchen, Borussia Dortmund, bahkan FC Koeln atau Hamburger.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2002 itulah Bayer Leverkusen mendapat kans untuk mengubah tradisi. Mereka tentu enggan terus-terusan diolok-olok sebagai "Neverkusen" karena kerapnya mereka tersungkur di momen-momen krusial.
Tim-tim yang mereka singkirkan sebelum masuk final pun tak main-main. Setelah menyingkirkan Crvena Zvezda pada babak kualifikasi ketiga, Leverkusen turut serta dalam grup yang berisikan Barcelona, Olympique Lyonnais, dan Fenerbahce. Pada fase grup pertama itu, Leverkusen finis di urutan kedua setelah Barcelona.
Di fase grup kedua, mereka tergabung dengan Juventus, Deportivo La Coruna, dan Arsenal. Dari sana, mereka keluar sebagai juara grup. Setelah itu, Leverkusen juga sukses menyingkirkan Liverpool dan Manchester United pada babak perempat final dan semifinal. Akhirnya, mereka pun berhak untuk berlaga di partai puncak dan menantang Real Madrid.
ADVERTISEMENT
Leverkusen boleh punya pemain-pemain bagus, akan tetapi Real Madrid adalah sesuatu yang benar-benar lain.
Saat itu, Real Madrid sedang berada dalam fase galactico pertama. Dimotori dua megabintang, Zinedine Zidane dan Luis Figo, Real Madrid menjadi sebuah kekuatan yang sulit untuk dicerna akal sehat. Celakanya lagi, pertandingan final itu dihelat di sebuah tempat yang pernah memberi Real Madrid kejayaan di masa lampau, Hampden Park.
18 Mei 1960, Real Madrid bertandang ke Glasgow dengan misi merengkuh gelar Piala Eropa untuk kelima kalinya. Lawan mereka ketika itu juga merupakan klub Jerman (Barat), Eintracht Frankfurt.
Menurut kesaksian kiper mereka kala itu, Egon Loy, skuat Eintracht berisikan para pemain semi-profesional. Padahal, di kubu Real Madrid ada nama-nama megabintang pula seperti Jose Santamaria, Luis del Sol, Alfredo Di Stefano, Ferenc Puskas, dan Paco Gento. Hasilnya, Real Madrid menang dengan skor 7-3 meski sempat tertinggal lebih dulu.
ADVERTISEMENT
Pada final di Glasgow lainnya, 15 Mei 2002, Real Madrid langsung memimpin saat pertandingan memasuki menit kedelapan melalui aksi Raul Gonzalez. Namun, keunggulan itu hanya bertahan lima menit setelah Lucio mampu menyamakan kedudukan.
Leverkusen pun punya kans untuk menutup babak pertama dengan hasil imbang. Dalam benak Toppmoeller, kalau berhasil menahan imbang Real Madrid, mereka punya kans untuk menyusun kembali taktik dan strategi untuk mencuri gol di babak kedua.
Akan tetapi, gol Zidane itu terjadi.
Berawal dari penetrasi Roberto Carlos di sisi kanan pertahanan Leverkusen, bek asal Brasil itu kemudian mengirim sebuah umpan silang.
Tidak ada yang spesial dari umpan silang Carlos. Malah, bola kirimannya itu terkesan asal-asalan dan berbau keputusasaan.
ADVERTISEMENT
Tetapi, seperti Yesus yang mampu mengubah air menjadi anggur, Zidane mengubah keputusasaan dalam bola kiriman Carlos itu menjadi sebuah mahakarya.
Sekitar setengah meter sebelum bola menyentuh tanah, Zidane menghajar bola itu kuat-kuat dengan tempurung kaki kirinya. Bola pun kemudian meluncur deras ke sisi kanan atas gawang tanpa bisa diselamatkan Butt yang terlambat sepersekian detik.
Gol! Leverkusen 1, Real Madrid 2.
Gol itu sendiri akhirnya menjadi gol kemenangan Real Madrid dan "Si Kuping Besar" yang diangkat seusai laga menjadi satu-satunya trofi Liga Champions El Real di era galactico pertama.
Leverkusen sebenarnya sudah berusaha untuk membalas. Akan tetapi, mereka pun terpaksa kembali menjadi "Neverkusen" setelah seluruh peluang mereka digagalkan seorang pemuda 20 tahun bernama Iker Casillas Fernandez.
ADVERTISEMENT
Kini, 15 tahun setelah menjadi pahlawan kemenangan Real Madrid di Glasgow, Zinedine Zidane kembali dihadapkan pada misi untuk membawa Los Blancos menjadi juara Liga Champions di tanah Britania. Sebagai pelatih, Zidane bakal mengawal era galactico kedua Real Madrid untuk menghadapi mantan klubnya yang lain, Juventus, di Cardiff tanggal 4 Juni nanti.
Akankah Zidane kembali berjaya di tanah Britania? Atau mampukah Juventus memanfaatkan kutukan kegagalan juara bertahan yang menghantui Real Madrid? Mari kita nantikan!