8 Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Mengikuti Tokyo Marathon 2019

25 Februari 2019 12:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Running Coach dari Gantarvelocity, Fauzan. Foto: Dok. Gantarvelocity
zoom-in-whitePerbesar
Running Coach dari Gantarvelocity, Fauzan. Foto: Dok. Gantarvelocity
ADVERTISEMENT
Berlari marathon sejauh 42 km (42K) bukan perkara main-main. Jarak tempuh yang cukup jauh mengharuskan kita melakukan berbagai persiapan, tak melulu soal fisik tapi juga mental. Terlebih untuk pelari pemula (newbie).
ADVERTISEMENT
Bagi pelari yang akan mengikuti Tokyo Marathon 2019 di Tokyo, Jepang, 3 Maret 2019, beberapa tips di bawah ini mungkin perlu jadi perhatian.
Running Coach dari Gantarvelocity, Fauzan, berbagi pengalaman kepada pelari sebelum mengikuti full marathon. Berikut 8 hal yang perlu dipersiapkan sebelum mengikuti Tokyo Marathon:
Running Coach dari Gantarvelocity, Fauzan. Foto: Dok. Gantarvelocity
1. Ubah Gaya Hidup
Untuk semua pelari, khususnya newbie, menjaga hidup sehat dan disiplin agar bisa berlari dengan baik wajib dilakukan. Terlebih jika ingin mengikuti lari full marathon, perlu merancang program, baik latihan, waktu istirahat, maupun menjaga pola asupan.
Yang utama adalah mengubah gaya hidup atau lifestyle, dari yang biasa makan sembarangan menjadi makan makanan sehat dan bergizi. Hindari gorengan dan makanan pedas karena akan berpengaruh terhadap performa lari. Pastikan makanan yang kita makan cukup karhohidrat, serat, protein, dan vitamin agar energi saat lari tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
Ubah juga kebiasaan tidur. Pastikan tidur cukup minimal 8 jam sehari.
"Ubah pola lifestyle, tidur yang cukup, hindari makan makanan kotor, diubah ke yang sehat karena full marathon enggak main-main, distance sangat jauh, benar-benar harus menguatkan mental dan fisik," ujar Fauzan kepada kumparan.
Persiapan latihan Runner Up 1 Putri Indonesia 2017 Kevin Lilliana menuju Tokyo Marathon 2019. Foto: Dok. Istimewa
2. Latihan 3 Kali Seminggu
Dalam berlari, kita harus menerapkan prinsip: Jadikan latihan seperti pertandingan dan pertandingan seperti latihan, sehingga saat latihan kita bisa serius dan saat race kita bisa rileks. Artinya, latihan disiplin sehingga saat race tidak lagi kaget.
Untuk latihan, paling tidak dilakukan 3 kali seminggu. Menu latihannya pun berbeda-beda, ada easy run atau berlari santai dengan pace lambat, ada hard run berlari dengan pace cepat, ada tempo, interval, dan lain-lain. Semua teknik berlari itu akan lebih baik dilakukan bersama running coach agar menu latihan bisa terukur.
ADVERTISEMENT
Jarak lari juga harus ditarget untuk persiapan full marathon. Sekali seminggu, paling tidak ada satu menu latihan long run, jarak lari bisa 15K hingga mencapai 30K.
Running Coach dari Gantarvelocity, Fauzan. Foto: Dok. Gantarvelocity
3. Carbo Loading
Pelari akan membutuhkan asupan yang sangat banyak karena berlari cukup mengeluarkan energi yang juga banyak.
Dalam dunia lari, ada istilah carbo loading, mengonsumsi karbohidrat sebanyak-banyaknya sesuai kebutuhan tubuh sebelum mengikuti race.
Namun, kebanyakan pelari menjalani carbo loading hanya menjelang race atau malam hari sebelum race dimulai esok hari.
Hal ini yang perlu dikoreksi. Baiknya, carbo loading dilakukan seminggu atau minimal 4 hari sebelum race dimulai. Ini untuk membiasakan tubuh menerima asupan karbo di luar kebiasaan agar tidak kaget. Pemilihan karbo baiknya karbo kompleks, misalnya beras merah, roti gandum, kentang, ubi, atau jagung.
ADVERTISEMENT
Selain karbo, makan makanan manis atau minuman manis juga dianjurkan sebelum memulai race karena manis bisa menambah energi. Bisa dengan mengonsumsi glue gel atau madu.
"Aktivitas keluar banyak jadi input juga harus balance. Bahan bakar utama karbo, jangan sampai dihilangin. Carbo loading jangan 1 hari sebelum race karena yang dikhawatirkan metabolisme tubuh kita kaget dengan asupan karbo yang tinggi," kata Fauzan.
4. Warming Up Sebelum Race
Kenali betul peraturan race termasuk start atau waktu mulai pertandingan, karena sebelum race, pelari wajib melakukan pemanasan atau warming up untuk meminimalisir cedera.
"Start jam berapa harus tahu karena harus dimulai dengan warming up sebelum race, minimal 30 menit, banyakin streching, perlu jongging kecil, naikin heart rate sampai 120 detak per menit," kata Fauzan.
ADVERTISEMENT
Detak jantung juga perlu dikontrol. Untuk warming up, posisi detak jantung rata-rata 110-120 per menit.
Sedangkan untuk lari atau saat berlari, detak jantung maksimum adalah 220 detak jantung dikurangi usia. Misalnya, pelari berusia 23 tahun, maka detak jantung maksimum saat berlari adalah 197 detak jantung per menit.
"Jadi, selalu kontrol denyut nadi atau jantung. Jangan sampai melewati batas maksimum, berisiko," ucap Fauzan.
Running Coach dari Gantarvelocity, Fauzan. Foto: Dok. Gantarvelocity
5. Kenali Pace Anda
Untuk pelari rekreasi atau kantoran, target berlari bukan lagi soal kecepatan (pace), tetapi bisa berlari mencapai garis finish tetap sehat, tanpa cedera.
Kenali betul-betul kemampuan kecepatan Anda berlari, jangan ikut-ikutan ingin berlari cepat padahal kemampuan tidak mumpuni. Berlarilah senyaman mungkin, karena target utama adalah finish strong.
ADVERTISEMENT
"Kenali betul pace Anda, jangan sampai kecapean, kontrol heart rate (detak jantung), masing-masing individu beda-beda, kontrol emosi, lari senyaman mungkin, bisa dibantu pakai musik misalnya," kata Fauzan.
Persiapan latihan Runner Up 1 Putri Indonesia 2017 Kevin Lilliana menuju Tokyo Marathon 2019. Foto: Dok. Istimewa
6. Pilihan Musik
Musik bisa menjadi salah satu cara agar bisa berlari rileks dan tidak membosankan. Namun, pilihan musik jangan sampai mempengaruhi performa lari. Misalnya, saat musik yang diputar semangat, lari juga semangat, sebaliknya, saat musik mellow, performa lari juga ikut kendur.
7. Jaga Hidrasi
Jangan pernah melewati water station saat Anda berlari, karena panitia penyelenggara event lari sudah mengukur kapan dan di jarak berapa km, pelari membutuhkan air.
"Kalau pun enggak haus-haus banget, minimal basahin mulut, penyelenggara sudah menghitung kadar dehidrasi manusia, jadi harus bener-bener recovery," ucap Fauzan.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi memilih sepatu Asics. Foto: Dewi Rachmat Kusuma/kumparan
8. Pemilihan Sepatu
Berlari tak hanya soal latihan, mengatur makan, dan pola tidur, perlengkapan lari juga perlu diperhatikan, misalnya sepatu. Karena setiap sepatu didesain khusus untuk berbeda-beda jenis lari, ada yang easy untuk jarak pendek atau lari santai, ada yang fast untuk lari cepat, dan ada yang jenis road untuk lari jarak jauh.
Menurut Fauzan, ada 2 jenis sepatu yang baik untuk lari, nyaman dan menambah speed. Hal tersebut tentu harus disesuaikan dengan kondisi kaki. Cek terlebih dulu sebelum memilih sepatu. Di Gerai Asics, menyediakan pengecekan kaki baik ukuran, jenis, dan kondisi kaki. Ini disebut Foot ID.
Ilustrasi memilih sepatu Asics. Foto: Dewi Rachmat Kusuma/kumparan
"Kenali jenis kaki, ada yang flat dan normal. Beda jenis kaki beda pula jenis sepatu. Jadi ada adaptasi sepatu. Jangan besok lomba, hari ini beli sepatu baru, itu salah besar. Sepatu untuk race harus sepatu yang biasa dipakai untuk latihan," tutur Fauzan.
ADVERTISEMENT
Misalnya Asics. Untuk lari jarak jauh bisa memilih jenis road. Pilihannya bisa Gel Kayano 25 atau yang terbaru Gel Nimbus 21.