Abdul Halim Dalimunthe, Pelari Tunanetra dengan Prestasi Mendunia

1 Oktober 2018 17:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Atlet Asian Para Games 2018, Abdul Halim Dalimunthe. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet Asian Para Games 2018, Abdul Halim Dalimunthe. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tiga puluh empat tahun lalu lahir seorang anak laki-laki di Medan, Sumatera Utara, bernama Abdul Halim Dalimunthe. Layaknya anak lain, dia tumbuh dan berkembang secara wajar.
ADVERTISEMENT
Kala usianya bertambah Halim dan keluarganya pindah ke Bekasi, Jawa Barat. Sepulang sekolah, waktunya kadang dia habiskan untuk bermain dengan rekan sebayanya. Dia berlari ke sana ke mari menendang bola dengan bebasnya. Sepak bola adalah cintanya kala itu.
Namun, lama-lama Halim merasa ada yang aneh pada matanya, jarak penglihatannya perlahan menurun. Halim divonis mengidap ablasio retina, sebuah kondisi lepasnya retina dari jaringan yang menopangnya. Bila tak segera ditangani, kondisi itu akan membahayakan hidup Halim.
Abdul Halim (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Abdul Halim (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Hingga pada akhirnya memasuki usia 16 tahun, mau tak mau Halim harus operasi mata. Setelah itu, perban putih membalut dua bola matanya. Satu per satu perban itu lantas dilepas. Halim perlahan membuka matanya.
ADVERTISEMENT
“Ya waktu operasi itu pas buka perban itu gelap. Tadinya bisa lihat 30 atau 20 meter ya, pas buka perban ya agak down juga,” Halim berkisah saat bersua kumparan di Stadion Sriwedari Solo, Selasa (11/9).
Ya, semenjak operasi itu Halim justru kehilangan penglihatannya. Warna-warni dunia yang dia saksikan setiap hari tak ada lagi di hidupnya.
Kehilangan penglihatan membuat Halim sempat down dan kehilangan semangat. Dia bingung, apa yang bisa dia lakukan setelah penglihatannya hilang.
Akan tetapi, orang-orang terdekat Halim terus menyerunya untuk bangkit. Dan, asa untuk bangkit itu pun terlaksana.
Halim memutuskan berlabuh ke Bandung. Di sana, dia menuntut ilmu di sebuah sekolah luar biasa milik Yayasan Tunanetra Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di sekolah itu Halim melalui hari-harinya sebagai murid penyandang disabilitas. Walau demikian dia enggan berpangku tangan meratapi kesedihan. Halim membangun asa dengan ikut dalam ekstrakurikuler olahraga, tepatnya atletik.
Pada kegiatan itu, gurunya melihat pria bertubuh kecil tinggi itu memiliki bakat yang mumpuni. Halim pun mulai diikutkan dalam berbagai kejuaraan lari antar-tunanetra. Kepercayaan itu pun membuat Halim kembali bersemangat.
“Pas sekolah di Bandung beranjak percaya diri,” ungkap dia.
Halim lalu membalas kepercayaan itu dengan berbagai persembahan juara yang dia dapat. Dari level daerah Halim kemudian merangkak ke kejuaraan dalam skala nasional. Hasilnya, Halim menjadi yang terbaik di ajang lari 100 meter yang menjadi spesialisasinya di Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas).
ADVERTISEMENT
Mantap di skala nasional membuat Halim kemudian dipanggil untuk membela Indonesia di ajang internasional. Kesempatan itu tak disia-siakan begitu saja olehnya. Dia berhasil menjadi pelari tunanetra tercepat di Asia Tenggara dalam beberapa tahun ini. Di level Asia, tepatnya di Asian Para Games Korea Selatan 2014, dia finis di tempat ketiga.
Naik ke tingkat dunia, Halim didaulat menjadi 1 dari 9 wakil Indonesia yang berhak tampil di Paralimpiade Rio de Janeiro. Meski pulang tanpa medali, keikutsertaannya itu telah menjadi prestasi paling mengesankan dalam hidupnya.
Berlari dengan insting
Sebagai pelari tunanetra, Halim tentu punya keterbatasan penglihatan saat melintas di arena. Dia terus mencari cara agar keterbatasannya itu tak menjadi hambatan baginya untuk menjadi kampiun. Satu cara yang terus ditempuh Halim adalah dengan tak jemu-jemu berlatih.
ADVERTISEMENT
“Setiap latihan kan ini sudah tahu lintasan, sudah tahu suasana kayak gitu. Sudah enggak ragu-ragu lagi. Instingnya sudah plong,” ceritanya.
Abdul Halim (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Abdul Halim (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Dengan instingnya itu Halim mengaku tak pernah menabrak atau keluar dari lintasan saat berlaga. Meski pada awal melintas di arena dia sempat merasa minder.
“Kalau dulu-dulu iya sebelum ini minder juga. Iya mindernya itu tunanetra. Kayak, percaya dirinya kurang. Untuk sekarang alhamdulillah untuk percaya diri ada. Waktu keluar ke mana enggak canggung lagi,” cerita Halim.
Hilangnya rasa canggung itu menurut Halim justru memupuk kepercayaan diri tinggi. Dia pun semakin mensyukuri keterbatasan yang dimilikinya itu. Tak semua orang bisa seperti dirinya, sekali pun mereka yang dikarunia dua bola mata normal.
ADVERTISEMENT
“Yang bikin percaya diri dengan keterbatasan saya ini saya masih bisa berprestasi, masih bisa membawa nama harum negara, bangsa,” Halim menutup.
kumparan akan menyajikan story soal atlet-atlet penyandang disabilitas kebanggaan Indonesia dan hal-hal terkait Asian Para Games 2018 selama 10 hari penuh, dari Kamis (27/9) hingga Sabtu (6/10). Saksikan selengkapnya konten spesial dalam topik ‘Para Penembus Batas’.