Analisis: Kreativitas yang Minim, Alasan Italia Gagal Ke Rusia

14 November 2017 7:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kekecewaan para penggawa Italia. (Foto: REUTERS/Max Rossi )
zoom-in-whitePerbesar
Kekecewaan para penggawa Italia. (Foto: REUTERS/Max Rossi )
ADVERTISEMENT
Italia, salah satu negara adidaya sepak bola itu gagal tampil di Piala Dunia 2018. Hasil tersebut dipastikan setelah mereka cuma bermain imbang tanpa gol saat menjamu Swedia di babak play-off Selasa (11/14/2017) dini hari WIB, di San Siro.
ADVERTISEMENT
Padahal, paling tidak Italia kudu menyarangkan dua gol untuk mengawetkan 14 kali keikutsertaan mereka secara beruntun di ajang sepak bola paling akbar di muka bumi itu.
Italia tampil dominan sepanjang laga. Penguasaan bola sebesar 76% dan total 27 tembakan berhasil dicatatkan Gli Azzurri. Tapi, kreativitas yang jadi masalah utama Italia di laga kali ini.
Sebelum pertandingan dimulai, Giampiero Ventura sudah dibuat pusing karena kehilangan Marco Verratti. Artinya, dirinya juga kehilangan gelandang kreatif yang bakal memperkaya variasi serangan timnya.
Adalah Alessandro Florenzi yang dipilih untuk mengisi pos yang ditinggal Veratti. Tak salah memang, sebab Florenzi juga tampil agresif di laga tersebut.
Tapi perlu diingat jika Florenzi berposisi alami sebagai seorang winger, dengan kata lain dia akan cenderung melakukan serangan dari tepi. Padahal, pos sayap kiri sudah diisi Matteo Darmian dan kanan dihuni Antonio Candreva.
ADVERTISEMENT
Berkaca pada kekalahan di leg pertama, sudah seharusnya Italia mengantisipasi permainan Swedia yang mengandalkan kombinasi skema longball plus pressing tinggi. Itulah alasan Ventura memasang Jorginho sejak awal pertandingan, yakni untuk menghindari efek pressing yang diterapkan tim tamu.
Alasannya jelas, pemain kelahiran Brasil itu lebih mahir ketimbang Daniele De Rossi dalam pendistribusian bola. Memang Jorginho sendiri sempat kesulitan di menit-menit awal karena dirinya harus berdaptasi dengan pakem tiga bek --format yang tak biasa diterapkan Jorginho bersama Napoli.
Penyebab lainnya adalah karena Swedia menumpuk para pemainnya di lini tengah, khususnya Marcus Berg dan Ola Toivonen. Ya, sepasang penyerang Swedia itu menjadi senjata ideal untuk menerima umpan-umpan jauh yang dilepaskan dari lini belakang.
ADVERTISEMENT
Imbasnya, trio bek Italia, yakni Giorgio Chiellini, Andrea Barzagli, dan Leonardo Bonucci cenderung mengarahkan serangan ke sisi sayap alih-alih kepada Jorginho. Menurut Whoscored, persentase serangan Italia dari lini tengah hanya menyentuh angka 26%.
Meskipun demikian, Jorginho berperan apik dalam mengakomodir serangan. Buktinya tiga umpan kunci berhasil dicatatkan, termasuk bola kirimannya kepada Immobile yang nyaris berbuah gol.
Jika Jorginho lebih berperan sebagai pusat aliran bola di tengah, maka Marco Parolo diplot untuk muncul dari lini kedua. Tak cukup efektif, sih. Tapi jangan salah, Parolo amat berfungsi untuk mengatasi longball andalan Swedia. Sebelas kali dia unggul dalam duel udara jadi buktinya.
Mungkin satu-satunya kesalahan Ventura adalah menurunkan Manolo Gabbiadini sebagai tandem Ciro Immobile. Tampil di garda terdepan, penyerang Southampton tersebut hanya mampu melepaskan sebiji tembakan, itu pun tak mengenai sasaran.
ADVERTISEMENT
Apalagi Gabbiadini juga bukan tipikal penyerang yang mahir dalam duel udara. Masalahnya, di laga kali ini Italia yang cenderung mengandalkan serangan dari sisi sayap, intens dalam melepaskan umpan silang, baik itu dari Antonio Candreva, Darmian, dan Florenzi.
Minimnya kreativitas, masalah utama Italia.   (Foto: REUTERS/Alessandro Garofalo)
zoom-in-whitePerbesar
Minimnya kreativitas, masalah utama Italia. (Foto: REUTERS/Alessandro Garofalo)
Padahal pemain yang unggul dari segi kecepatan seperti Lorenzo Insigne, bisa difungsikan untuk mengakali lini belakang Swedia yang unggul dari segi postur.
Setelah satu jam lebih berselang gol yang ditunggu tak kunjung datang, Ventura yang kelabakan lalu memasukkan Andrea Belotti, Stephan El Shaarawy, dan Federico Bernardeschi. Dua nama terakhir bahkan beroperasi di sektor yang sama, yaitu sisi kiri.
Waktu yang kian menipis membuat serangan makin sporadis. Di satu sisi, Swedia bisa dengan mudah membaca alur serangan yang dikerahkan oleh Italia karena minimnya opsi.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, aplaus layak diberikan kepada Jan Andersson. Pelatih berusia 55 tahun itu tahu betul bagaimana memaksimalkan skuatnya.
Anak asuhnya memang tampil pragmatis dengan skema bertahan dan cuma mengandalkan longball untuk membangung serangan. Namun itu adalah keputusan paling tepat untuk mengantisipasi Italia yang unggul dari skill individu. Toh nyatanya, Italia tak mampu menjebol gawang Swedia.