news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Apa, sih, yang Bikin Lakers Gagal ke Play-off bersama LeBron James?

26 Maret 2019 18:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
LeBron James usai merampungkan laga perdana bersama Lakers. Foto: Reuters/USA Today/Jaime Valdez
zoom-in-whitePerbesar
LeBron James usai merampungkan laga perdana bersama Lakers. Foto: Reuters/USA Today/Jaime Valdez
ADVERTISEMENT
Setelah kalah 106-111 dari Brooklyn Nets pada Sabtu (23/3/2019) siang WIB, Los Angeles Lakers resmi tak lolos ke babak play-off NBA 2018/19. Hasil itu bikin Lakers tertahan di posisi 11 klasemen Wilayah Barat, terpaut 11 kemenangan dari Oklahoma City Thunder di posisi 8--sebagai tempat terakhir ke play-off.
ADVERTISEMENT
Dengan musim reguler yang tersisa 10 laga lagi saat itu, secara matematis Lakers tak mungkin lagi mengejar rival-rival di atasnya. Bagi Lakers sendiri, ini menjadi keenam kalinya dalam enam musim beruntun mereka tak lolos ke play-off, catatan terburuk sepanjang keikutsertaan di NBA.
Semakin miris karena ini terjadi saat Lakers merekrut LeBron James di awal musim. Bagi James, ini menjadi kali pertama buatnya tak lolos ke babak play-off NBA sejak terakhir kali merasakannya pada musim 2004/05 bersama Cleveland Cavaliers.
Lantas, faktor apa saja yang akhirnya membuat proyek besar Lakers dengan mendatangkan James berujung kegagalan menembus play-off (lagi). kumparanSPORT membahas beberapa poinnya di bawah ini.
Ambisi Muluk Lakers dengan James Berujung Tidak Harmonisnya Tim
ADVERTISEMENT
Sebelum James datang, Lakers adalah tim dengan rata-rata usia termuda di NBA (24,5 tahun). Artinya, mayoritas pemain Lakers minim pengalaman dan untuk mensiasatinya, Lakers mendatang sejumlah pemain veteran macam Rojon Rondo, JaValee McGee, Lance Stephenson, Michael Beasley, hingga Tyson Chandler.
Namun, Lakers mungkin lupa bahwa James belum pernah bermain di Wilayah Barat yang notabene lebih ketat dari Wilayah Timur--di mana James menghabiskan 15 musim di sana bersama Cleveland Cavaliers dan Miami Heat. Alhasil, racikan tim baru ini gagal menunjukkan tajinya.
Wajah-wajah anyar pun tak memberi hasil maksimal. Beasley bahkan dilepas ke Liga Basket China karena minim kontribusi, Rondo dan Stephenson tampil inkonsisten sebagai guard, sementara McGee kewalahan menjaga paint area, dan Chandler tak bisa melapis McGee.
ADVERTISEMENT
Ujung-ujungnya, James jadi sosok yang paling diandalkan atau dengan kata lain terlalu superior, ya. Rata-rata pemain berusia 34 tahun itu mencetak 27,5 poin, 8,6 rebound, dan 8,1 assist per gim. Cuma Kyle Kuzma (18,7) dan Brandon Ingram (18,3) sebagai sosok yang paling dekat soal rata-rata poin.
Pada akhirnya, kondisi ini bikin keharmonisan tim tergerus. Contoh paling kentara ketika James duduk berjauhan dengan pemain lain di bench saat melawan New York Knicks, pertengahan Maret lalu. Kondisi itu ibarat kalkulasi dari drama transfer yang sebelumnya terjadi saat Lakers gagal mendatangkan Anthony Davis dari New Orleans Pelicans.
Jika ditelisik, hasil pertandingan Lakers lebih buruk setelah jendela transfer ditutup dan kontroversi di dalam tim terjadi. Sejak 10 Februari hingga 25 Maret, Lakers kalah 14 kali dari 18 pertandingan. Berbeda dari 20 laga awal musim di mana mereka menang 11 kali dan kalah 9 kali.
ADVERTISEMENT
Badai Cedera yang Membuat Lakers Kian Oleng
"James bukan orang yang terbiasa kalah dan tidak masuk play-off. Jelas, 18 pertandingan yang tak dilalui Lakers dengan James karena cedera, menyulitkan mereka. Mungkin Anda tak berpikir alasan gagal ke play-off karena itu, tapi ketika dia tak menepi, mereka ada di peringkat keempat. Sangat disayangkan," ujar shooting guard Miami Heat, Dwyane Wade, terkait kegagalan Lakers dan James.
Ucapan Wade kepada CBS Sports tersebut bukan tanpa dasar. Lakers, yang sudah ketergantungan dengan James, semakin kesulitan ketika pemain andalannya itu mesti ditepikan per 25 Desember 2018 usai mengalami cedera pangkal paha.
Rajon Rondo (tengah) melakukan selebrasi bersama LeBron James dan Kyle Kuzma. Foto: USA Today/Reuters/David Butler II
James butuh waktu sebulan untuk memulihkan cedera ini. Itu berarti ada 18 pertandingan yang dilewati Lakers tanpanya hingga 29 Januari 2019. Cuma 7 kemenangan yang mampu dibukukan oleh Lakers dalam kurun itu. Ini yang membikin mereka keluar dari jajaran perebutan play-off.
ADVERTISEMENT
Setelah James kembali, Lakers nyatanya tak bisa bangkit dari tren negatif. Dari 23 pertandingan setelah James pulih, Lakers cuma menang 6 kali. Padahal, 15 kali James menjadi pendulang angka terbanyak. Itu menandakan bagaimana ketergantungan yang tinggi pada sosok kelahiran Ohio tersebut, bikin Lakers tak berkembang.
Selain itu, badai cedera juga menerap pemain kunci lainnya macam Lonzo Ball, Rondo, dan Ingram, sehingga Lakers kekurangan sosok-sosok yang bisa mengangkat permainan tim.
Pelukan King James untuk Irving. Foto: Ken Blaze-USA TODAY Sports
***
Proyek besar yang dicanangkan Lakers dengan menghadirkan James kudu berujung kegagalan. Namun, James bisa berharap ini akan menjadi kali terakhir dirinya tak lolos ke play-off dan Lakers bisa segera mengakhiri puasa tak lolos ke babak gugur NBA karena mulai munculnya pemain-pemain potensial.
ADVERTISEMENT
Ya, seperti yang dijelaskan sebelumnya, Kuzma dan Ingram adalah salah dua dari pemain muda Lakers yang melejit penampilannya usai James datang. Kini, pekerjaan rumah Lakers untuk berbenah di musim depan adalah mematangkan skuat yang ada plus menghadirkan pemain dengan kaliber play-off, agar ketergantungan pada sosok James tak terjadi lagi.
Toh, James pun meraih cincin juara di Heat dengan bantuan pemain top seperti Wade dan Chris Bosh, pun ketika berjaya di Cavaliers bersama Kyrie Irving dan Kevin Love. Artinya, sehebat apa pun kemampuan James, ia butuh penyokong untuk membawa Lakers bangkit dari masa-masa suram.