Ashleigh Barty: Dari Lapangan Kriket ke Singgasana Juara Miami Terbuka

31 Maret 2019 13:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ashleigh Barty juara Miami Terbuka 2019. Foto: Steve Mitchell-USA TODAY Sports
zoom-in-whitePerbesar
Ashleigh Barty juara Miami Terbuka 2019. Foto: Steve Mitchell-USA TODAY Sports
ADVERTISEMENT
"Oh, Barty, you’re so fine, you’re so fine, you blow our minds! Ash Barty! [Clap, clap.] Ash Barty!"
ADVERTISEMENT
Nyanyian itu menggema di seantero tribune Margaret Court Arena, menjadi kawan karib Ashleigh Barty saat berlaga di Australia Terbuka 2019.
Mereka yang menikmati musik era 1980-an pasti mengetahui nyanyian tadi atau setidaknya, pernah mendengar sepintas. Chant itu disadur dari lagu 'Hey Mickey' yang dinyanyikan oleh Toni Basil.
Tidak ada gelar juara yang dibawa pulang Barty di Australia Terbuka. Dylan Alcott dan Heath Davidson menjadi wakil tuan rumah yang menutup kompetisi dengan gelar juara.
Alcott menjadi juara di dua nomor sekaligus: tunggal wheelchair quad dan ganda wheelchair quad. Nomor kedua itulah yang dijuarainya bersama Davidson. Sementara, nomor tunggal putri yang digeluti Barty bermuara Naomi Osaka mengangkat trofi juara.
Ashleigh Barty tembus perempat final Australia Terbuka 2019. Foto: LUCY NICHOLSON
ADVERTISEMENT
Dua bulan setelahnya, Barty tak berhenti berlaga. Dua tahun hiatus dari dunia tenis sudah cukup panjang baginya. Maka, melangkahlah Barty ke Miami Terbuka 2019.
Langkah itu tak berakhir buntung. Pada Minggu (31/3/2019), ia mencetak sejarah dengan menjadi petenis Australia pertama--baik putra maupun putri--yang menutup Miami Terbuka dengan duduk di singgasana juara. Sejarah itu dicatatkannya usai mengalahkan Karolina Pliskova di partai puncak, 7-6 (7-1), 6-3, di Hard Rock Stadium, Miami Gardens Florida.
Tenis adalah ranah yang membingungkan bagi Barty. Ia memang sempat menjadi juara di nomor tunggal putri junior Wimbledon 2011. Dua tahun setelahnya, ia menjajal di sirukit ganda putri selama setahun penuh. Bahkan pada 2013, dua dari empat seri Grand Slam nomor ganda putri ditempuhnya sampai ke final bersama Casey Dellacqua.
ADVERTISEMENT
Bahayanya menjadi profesional, kejenuhan acap datang menjadi lawan. Barty boleh digadang-gadangkan sebagai harapan baru jagat tenis Australia. Tapi apalah arti nama besar dan kemenangan bila tak ada lagi kesenangan yang bisa dinikmati? Pada 2014, Barty memutuskan untuk rehat dari dunia tenis yang membesarkan namanya.
"Saya butuh waktu untuk memulihkan mental saya. Saya membutuhkannya lebih dari apa pun. Ini menjadi periode yang sangat sulit dan saya tidak dapat menikmati tenis seperti sebelumnya," jelas Barty kepada Charlie Eccleshare untuk wawancaranya bersama Telegraph.
Nyatanya, dalam proses tersebut Barty menemukan ruang lain yang ia pikir bisa dijajal: kriket. Berbeda dengan tenis, kriket masih menjadi olahraga semiprofesional di Australia. Barangkali yang berkutat dalam benak Barty kala itu, ia masih bisa bertanding tanpa tekanan kelewat berat ala profesional.
ADVERTISEMENT
Perjalanan Barty bersama kriket dimulai ketika ia bertemu dengan Andy Richards yang waktu itu melatih tim bertajuk Quensland Fire, tapi dalam proses hengkang ke Brisbane Heat. Richards-lah yang mengamati peluang Barty untuk banting setir menjadi atlet kriket.
Bertahun-tahun menggeluti tenis sejak muda memberikan keuntungan tersendiri bagi Barty. Tangannya begitu kokoh, pukulannya begitu kencang. Alhasil, posisi batter (pemukul, kalau di nomor putra disebut batsman) menjadi begitu sesuai bagi Barty. Richards bahkan terkesan dengan kepiawaian Barty menjadi batter. Pada sesi perdananya saja, pukulan Barty tidak pernah meleset.
Singkat cerita, Barty mulai berlatih dengan Quensland Fire (klub lokal) dan ikut bertanding bersama Western Suburbs District Cricket Club di kompetisi liga pendek bernama Brisbane's Women's Premier Cricket Twenty20 (T20).
ADVERTISEMENT
Western Suburbs pun menjejak ke final dan menelurkan Barty sebagai topskorer tim. Setelahnya, Brisbane Heat merekrut Barty untuk berlaga di Women's Big Bash League (WBBL) Twenty20.
Barty vs Giorgi di babak kedua AT 2018. Foto: REUTERS/Thomas Peter
"Rasanya menakjubkan bisa bertemu dengan wanita-wanita dari cabang olahraga lain. Saya juga menyukai berbincang dengan mereka yang tidak paham betul dengan tenis. Bermain bersama tim yang diisi oleh orang-orang yang tidak peduli dengan apa yang saya lakukan sebelumya adalah hal yang begitu saya butuhkan," jelas Barty.
Tenis, walaupun mengenal nomor ganda, adalah olahraga yang identik dengan individualitas. Sifat tenis yang menuntut para petarungnya untuk menjadi soliter inilah yang membikin Barty jenuh.
"Saya suka olahraga tim, itulah sebabnya pekan-pekan Fed Cup selalu menjadi waktu favorit saya. Saat setiap orang bergabung dan bekerja sebagai tim semuanya menjadi fantastis. Ini menjadi kelangkaan di ranah tenis. Rasanya menyenangkan karena saya bisa menjadi bagian dari tim karena membuat lampu sorot tidak hanya tertuju kepada saya," tutur Barty.
ADVERTISEMENT
"Kriket di nomor putri adalah olahraga semiprofesional di Australia. Namun, wanita-wanita itu bekerja dengan begitu keras. Saya pikir, mereka pantas diapresiasi karena sudah membesarkan olahraga ini," jelas Barty.
Jarak adalah perkara lucu. Saat Barty menjauh dari tenis, saat itu pula ia menyadari bahwa tenis merupakan pangglilan hidupnya. Dua tahun tak berlaga sebagai profesional, Barty memutuskan untuk kembali ke lapangan tenis pada 2016.
Tapi, Barty tahu diri. Persaingan di dunia tenis bukan perkara yang mudah buat ditaklukkan. Di awal-awal comeback-nya, Barty hanya menyasar turnamen-turnamen kecil di nomor ganda putri. Kabar baiknya, tiga dari lima turnamen yang dijajalnya berakhir dengan gelar juara.
Melangkah setapak demi setapak tidak membuat Barty terpuruk. Ia kembali ke dunia tenis dengan status peringkat 325 dunia. Lantas, di akhir musim 2017, ia sudah naik ke peringkat 17 dunia di nomor tunggal putri.
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat (AS) Terbuka 2018 menjadi tapal batas Barty. Bersama petenis tuan rumah, CoCo Vandeweghe, ia menjadi juara juara di nomor ganda putri. Gelar juara itu direngkuh usai mengandaskan perlawanan Timea Babos/Kristina Mladenovic, 3–6, 7–6(7–2), 7–6(8–6), di partai pemungkas.
"Hiatus menjadi waktu-waktu yang begitu saya nikmati. Saya menemukan diri sendiri sebagai individu dan bertemu dengan sekelompok wanita yang begitu gigih memperjuangkan kriket. Tapi, ternyata tenis memang panggilan hidup saya," ucap Barty.
Menjadi petenis di bawah bendera Australia ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, atlet mana, sih, yang tak bangga kala bertanding membawa nama baik negara sendiri? Di sisi lain, Australia punya sejarah panjang di ranah tenis, berkilau pula.
ADVERTISEMENT
Namun, itu cerita masa lalu. Ambil contoh di Australia Terbuka saja. Walaupun digelar di negara sendiri, Australia Terbuka tidak menjadi kompetisi yang 'memanjakan' petenis tuan rumah.
Bila melihat daftar juara, Christine O'Neil menjadi petenis Australia yang terakhir kali menjuarai Australia Terbuka nomor tunggal putri sejak 1978. Bahkan di era terbuka, hanya ada empat petenis wanita Australia yang menjadi juara di seri pembuka kompetisi Grand Slam ini. Selain O'neil, ketiga petenis itu adalah Margaret Court, Evonne Goolagong Cawley, dan Kerry Melville Reid.
Tak pelak, keberhasilan Barty mengalahkan Maria Sharapova di babak keempat Australia Terbuka mendatangkan angin segar--walau kita tahu, langkah Barty selesai di perempat final karena kalah dari Petra Kvitova.
ADVERTISEMENT
Barty paham benar Australia begitu mengharapkan kemunculan petenis juara. Namun, ia juga tahu seperti apa rasanya kehilangan kesenangan bermain tenis. Itulah sebabnya, hingga kini ia tak mau membiarkan obsesi merengkuh juara menggerus kecintaannya pada tenis.
Meski terkesan naif, prinsip demikian nyatanya tak menghalangi langkah Barty untuk bersaing di papan atas. Buktinya, ya, torehan sejarah di Miami Terbuka tadi.
Gelar juara yang direngkuhnya di Miami Terbuka dipastikan akan mengangkatnya dari peringkat 11 ke peringkat sembilan dunia. Gelar juara itu pula yang menegaskan bahwa Australia belum kehilangan petenis yang sanggup menjadi juara di kompetisi mayor.
Namun di atas segalanya, gelar juara itu membuktikan bahwa masih ada kesenangan yang bisa diunduh Barty lewat pukulan demi pukulan yang dilepaskannya di atas lapangan tenis.
ADVERTISEMENT