Asian Para Games: Berharap Jakarta Menjadi Kota Ramah untuk Difabel

4 Oktober 2018 10:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menaiki tangga adalah tantangan untuk difabel. (Foto: Nova Wahyudi/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Menaiki tangga adalah tantangan untuk difabel. (Foto: Nova Wahyudi/Antara)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Asian Para Games 2018 sudah mengetuk pintu depan, promosi pun sudah gencar dilakukan —entah itu oleh pemerintah pusat ataupun daerah. Baliho, videotron, plus beragam media promosi lain dengan tema cabang olahraga bagi atlet-atlet penyandang disabilitas alias difabel juga sudah bermunculan.
ADVERTISEMENT
Jakarta, untuk saat ini, bisa disebut berwajah 'Asian Para Games' dengan segala pernak-pernik tersebut. Namun, apakah Jakarta sudah berwajah ramah untuk penyandang disabilitas?
Pada 2015, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menerbitkan sebuah penelitian yang berjudul 'Mereka Yang Dihambat’. Lewat penelitian itu, mereka menyimpulkan bahwa layanan transportasi publik (TransJakarta, kereta api komuter), gedung pemerintah, gedung instansi non-pemerintah, seluruhnya berada di kriteria "kurang aksesibel" ataupun "tidak aksesibel".
Selain akses di dalam gedung, penelitian LBH ini pun menyebutkan bahwa tapak bangunan dan luar bangunan juga mendapat kriteria kurang dan tidak aksesibel.
Menurut Cucu Saidah selaku inisiator dari Jakarta Barrier Free Tourism (JBFT), sebuah komunitas yang peduli pada kesadaran publik akan penyandang disabilitas, kota yang ramah memiliki artian yang luas. Setiap orang disebutnya bisa merasa mandiri ketika berada di suatu daerah, tak hanya bagi penyandang disabilitas, tetapi juga untuk masyarakat umum lainnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau untuk saya, yang dikatakan ramah dan aksesibel itu adalah siapa pun termasuk penyandang disabilitas dan lansia bisa bebas produktif di tengah masyarakat. Kita bebas hambatan, mau ke pasar, ke sekolah, kita bisa mandiri ke mana-mana," kata Cucu melalui sambungan telepon kepada kumparanSPORT.
"Kota yang sudah manusiawi di mana siapa pun bisa berkegiatan dengan mudah, aman, nyaman. Pelan-pelan juga harus ada penghapusan paradigma soal disabilitas karena tak semua penyandang disabilitas itu terlihat. Kalau seperti saya yang menggunakan kursi roda jelas terlihat, tapi banyak juga yang tidak terlihat."
***
Jika ditarik mundur, Indonesia sendiri 'hanya' punya waktu sekitar 2 tahun untuk menyelenggarakan Asian Para Games 2018, terhitung sejak akhir 2015 setelah mengajukan diri menggantikan Vietnam. Oleh karena itu, percepatan penambahan fasilitas publik yang ramah bagi semua masyarakat termasuk penyandang disabilitas menjadi tantangan yang dihadapi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Waktu persiapan yang sangat mepet diakui oleh Danis H. Sumadilaga, selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun, Danis menyebut upaya pembenahan yang dilakukan sudah berjalan baik dan terbukti sukses dengan acuan Asian Games 2018.
"Kita sudah persiapan hampir dua tahun lamanya, mungkin efektifnya memang sekitar 1,5 tahun. Kita juga kan mendadak mengajukan diri menjadi tuan rumah Asian Games dan Asian Para Games. Tapi, kita bisa berhasil," kata Danis saat dihubungi oleh kumparanSPORT.
Menurut Danis, PUPR sendiri hanya mengurusi kawasan Gelora Bung Karno (GBK), sedangkan daerah-daerah lain di Jakarta diurusi oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Kendati begitu, Danis menegaskan bahwa Kementerian PUPR terus berupaya bersinergi dengan pihak-pihak lainnya.
ADVERTISEMENT
"Bersinergi dengan semua pihak. Kami mengurusi komplek GBK saja dan sebagain jalan di luar seperti di trotoar TVRI sampai Hotel Mulia, tapi kalau seperti di Jalan Sudirman dan MRT itu Pemprov DKI yang mengurusi."
Janji Anies Baswedan Tertagih di Asian Para Games
Saat debat Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, Anies menyebut Jakarta memang tidak ramah untuk anak, perempuan dan penyandang disabilitas. Oleh karenanya, saat itu ia berjanji bakal melibatkan difabel dalam pembuatan kebijakan.
"Kami tidak ingin sok tahu. Ide dari mereka (difabel), keberpihakan dari kami," kata Anies pada Jumat, 10 Februari 2017.
Sekitar setahun setelah janji yang dilontarkan tersebut, Anies dihadapkan pada sebuah hajatan yang mengharuskannya mengebut realisasi dari janjinya. Lantas, beberapa kebijakan pun mulai gencar dikeluarkan oleh sosok berusia 49 tahun ini.
ADVERTISEMENT
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan fasilitas publik di kawasan Halte Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Selasa (4/9). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan fasilitas publik di kawasan Halte Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Selasa (4/9). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Fasilitas publik ramah disabilitas ditambah, beberapa di antaranya adalah membuat pelican crossing di Halte TransJakarta Bank Indonesia, sebagai solusi dari tidak ramahnya Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang kerap tak memiliki ramp (bidang miring untuk pengganti tangga).
Selain itu, stasiun-stasiun kereta komuter saat ini memiliki ramp, guiding block, serta kursi tunggu prioritas. kumparanSPORT juga menelusuri beberapa kawasan Jakarta untuk melihat sejumlah trotoar yang telah direvitalisasi. Di antaranya trotoar di Jl. MH Thamrin, Jl. Sudirman, Jl. Pattimura, Jl. Gatot Subroto.
Sejumlah fasilitas untuk penyandang disabilitas memang telah terpasang semacam Portal S berbahan stainless steel untuk pengguna kursi roda dan guiding block untuk memandu tunanetra. Namun, masih banyak dari pemasangan fasilitas ini yang tidak sesuai, seperti guiding block yang terhalang tiang atau terputus karena trotoar rusak.
ADVERTISEMENT
Kendati begitu, pada 9 September lalu, Anies menyatakan bahwa Jakarta telah ramah difabel. Hal itu didukung dengan kerjasama Pemprov DKI bersama TransJakarta untuk menyediakan 270 armada bus low entry yang ramah buat penyandang disabilitas.
Fasilitas Difabel. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fasilitas Difabel. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
"Kami menyiapkan semua bus TransJakarta lower entry yang deck rendah sudah siap. Totalnya itu lebih 270 kendaraan yang akan kami siapkan untuk mobilitas para atlet,” ucapnya.
Anies juga berupaya menunjukkan keberpihakannya kepada difabel dengan menggratiskan TransJakrta kepada para penyandang disabilitas selama gelaran Asian Para Games 2018. Khusus bagi masyarakat umum (tidak menyandang disabilitas), gratis naik TransJakarta pada Sabtu dan Minggu.
“Bagi penyandang disabilitas akan bisa menggunakan TransJakarta secara gratis sepanjang pelaksanaan Asian Para Games ini,” kata Anies saat melepas parade Momo Asian Para Games di kawasan Monas, Jakarta, Minggu, (23/9).
ADVERTISEMENT
Kendala-kendala yang Dihadapi Jakarta
Masih banyaknya fasilitas publik yang tak ramah difabel di Jakarta memiliki akar permasalahan yang kompleks. Menurut Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR, Endra Atmawidjaja, beberapa daerah di Jakarta merupakan kota dadakan yang ruang publiknya tidak dipersiapkan.
"Kendalanya dari kesadaran pemerintah kota sendiri, karena saat ini banyak muncul kota yang tak direncanakan dengan baik, kota dadakan, tiba-tiba jadi kota. Jadi ruang publiknya tidak dipersiapkan,"' kata Endra saat ditemui kumparanSPORT di kantor PUPR.
ADVERTISEMENT
"Di Jakarta Selatan, dulu yang tidak didesain untuk menjadi kota sekarang menjadi kota, bisa dilihat Ciganjur, Cilandak, Sawangan sampai ke Depok. Jadi ruang jalannya sempit langsung kita ketemu dengan ruang privat. Kita tidak mungkin memperlebar jalan karena pasti akan sangat mahal, butuh pembebasan lahan."
Akan tetapi, Endra tak menyempitkan contohnya hanya sebatas Jakarta saja. Menurutnya, permasalahan munculnya kota dadakan juga dialami oleh beberapa kawasan lain di Indonesia. Oleh karenannya, dibutuhkan seorang pemimpin daerah yang mempunyai kemampuan dalam mamanajemen wilayah.
"Kebanyakan kota di Indonesia karakternya tidak direncanakan tapi tumbuh secara organik, di seluruh Indonesia bukan hanya Jakarta. Oleh karena itu, kemampuan pemerintah kota untuk mengatur kotanya kalah cepat dengan pertumbuhan masyarakatnya," ujar Endra.
ADVERTISEMENT
"Butuh pemimpin yang urban manajer, bukan hanya dari sisi politiknya saja. Bukan berarti mereka harus arsitek atau lulusan teknik, ya. Mereka bisa punya tim, tapi mereka pun harus punya kemampuan untuk me-manage kota dengan baik."
Selain masalah tersebut, minimnya partisipasi dan kesadaran masyarakat terhadap fasilitas publik untuk penyandang disabilitas menjadi kendala lain. Tak jarang trotoar yang disediakan guiding block malah digunakan untuk parkir liar, tempat berjualan, bahkan dilintasi kendaraan bermotor.
"Prinsip di ruang publik itu adalah all access (semua bisa mengakses), jadi tidak boleh ada hambatan bagi siapa pun untuk menikmati ataupun mendapatkan pelayanan dari ruang publik. Kita memang perlu kesadaran agar bisa memahami ke setiap orang bahwa tidak boleh ada hak yang dikurangi dari penyandang disabilitas itu," tutur Endra.
ADVERTISEMENT
Banyaknya masyarakat yang belum memahami perihal fasilitas publik untuk penyandang disabilitas juga diakui oleh Cucu. Akan tetapi, menurutnya hal ini berkaitan erat dengan penyediaan fasilitas dari pemerintah yang belum memadai serta jauhnya akses yang harus dijangkau.
Kondisi tersebut membuat penyandang disabilitas memiliki ruang lingkup yang sempit dan sangat jarang bisa dilihat oleh masyarakat umum ketika menggunakan fasilitas yang sudah disediakan.
"Masalah belum banyak orang yang paham ini berhubungan dengan pola pikir, ya, karena akses dan fasilitas juga sangat jauh dan menyulitkan. Sehingga membuat penyandang disablitas sulit ke luar rumah, terbatas, jadi seperti terlupakan."
"Masyarakat bisa jadi tidak tahu fungsi ramp dan guide block itu fungsinya untuk apa, di satu sisi peran pemerintah dalam mengambil kebijakan juga berperan, saling berkaitan dari berbagai sisi," kata Cucu.
ADVERTISEMENT
Indonesia Harus Bertanggung Jawab
Pada bagian Halaman Refleksi dalam penelitian LBH tahun 2015, disebutkan bahwa Indonesia telah meratifikasi Convention on The Rights of Persons with Disabilities (CRDP) atau konvensi hak penyandang disabilitas ke dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011.
Dengan konvensi ini, pemerintah Indonesia berkewajiban untuk merealisasikan hak-hak yang termuat dengan cara mengubah peraturan-peraturan perundang-undangan, kebiasaan dan praktik-praktik yang diskriminatif terhadap penyandang disabilitas, dan menjami partispiasi penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan macam pendidikan, kesehatan, pekerkaan, politik, olahraga, seni dan budaya, serta pemanfaatan teknologi, informasi, dan komunikasi.
Realisasi dari konvensi ini pun dipertanyakan oleh Cucu. Menurutnya, harus ada perubahan paradigma bahwa memandang penyadang disabilitas tidak hanya berdasarkan rasa iba (charity), tetapi lebih kepada kesamaan hak asasi manusia (HAM).
ADVERTISEMENT
"Persepsinya masih hanya sekadar charity, kasihan, dianggap lemah, perlunya hanya dibantu, dan tidak produktif. Tetapi belum berubah, harusnya lebih ke pendekatan hak asasi manusia bagaimana kesetaraan dan kesamaan akses di semua bidang dan layanan,” ucapnya.
Fasilitas Difabel. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fasilitas Difabel. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Pertanggungjawaban pemerintah Indonesia untuk merealisasikan peraturan tertulis kian tertuntut karena telah melahirkan UU Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandan Disabilitas. Dalam salah satu butir di UU tersebut pun secara jelas mengatakan bahwa pemerintah harus menjamin kesetaraan penyandang disabilitas.
Bab I Pasal 3 butir b berbunyi:
"mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, mandiri, serta bermartabat."
Cucu yang menjadi penyambung lidah para penyandang disabilitas berharap ada bukti konkret dari pemerintah terkait UU yang terdiri dari 13 Bab dan 153 pasal ini. "Harusnya kita berubah, ketika Indonesia meratifikasi CRDP tahun 2011, apalagi UU yang baru sudah ada, ya, tahun 2016."
ADVERTISEMENT
Momentum Asian Para Games
Sebuah perhelatan akan mendapat tantangan selanjutnya setelah acara rampung terselenggara. Perhatian pemerintah terhadap fasilitas yang sudah dibangun untuk menyambut Asian Para Games akan diuji dan dituntut untuk terus berkelanjutan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Cucu berharap Asian Para Games bisa menjadi momentum untuk membuka jalan bagi lintas kementerian berkoordinasi dalam membuat suatu kebijakan. Harapannya, tak ada lagi saling mengandalkan, tak ada lagi saling menyalahkan.
Cucu pun memaparkan beberapa butir ide yang terpikirkan untuk bisa mewujudkan harapan tersebut.
"Asian Para Games harus diapresiasi karena pemerintah punya keberanian menyelanggrakan ini. Dari penyelengraan ini mulai dari perencanaan sampai pelaksaan dan selesai, harus ada evaluasi bersama dengan semua pihak, tidak hanya pemerintah tapi juga panita pelaksana."
ADVERTISEMENT
"Evaluasi ini tidak hanya soal fasilitas, tapi evaluasi soal bagaimana kesempatan pemerintah mengubah persepsi terhadap penyandang disabilitas. Kemudian ada rekomendasi, baik untuk kementeriaan tertentu dan rekomendasi untuk bentuk koordinasinya. Lalu harus ada tekanan bahwa evaluasi itu tak hanya di atas kertas saja, harus ada tekanan bahwa rekomendasi harus dilakukan."
"Hasil evaluasi akan tergambar seperti apa, kemudian jadi contoh untuk implementasi UU dan peraturan di daerah lain, tak hanya di Jakarta. Jadi bahan refleksi di kementerian terkait. Kita sudah banyak memberi rekomendasi di atas kertas, kita segala sesuatu di atas kertas sudah bagus, tinggal aplikasinya saja," tegas Cucu.
Jendi Pangabean, atlet renang berkaki satu. (Foto: Nova Wahyudi/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Jendi Pangabean, atlet renang berkaki satu. (Foto: Nova Wahyudi/Antara)
Sementara itu, Endra lebih menekankan Asian Para Games sebagai momentum mengedukasi masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Ajang ini menjadi bukti bahwa kita bisa memberi perhatian, fasilitas publik kita sudah ramah untuk atlet dan penonton difabel. Ini momentum yang bagus untuk mengedukasi publik bahwa kota ini (Jakarta) bukan hanya untuk masyarakat biasa, tapi semuanya bisa menikmati akses."
"Juga untuk lebih mengedukasi masyarakat tentang pentingnya ruang publik sebagai bagian dari hak masyarakat tanpa terkecuali. Media juga berperan untuk mensosialisasikan itu, di samping kita membicarakan olahraganya juga sisi kemanusiaan pun harus disentuh," ucap Endra.
***
Menjadi tuan rumah Asian Para Games memang bukan perkara mudah bagi Indonesia, selain banyaknya peraturan tertulis yang belum dilaksanakan dengan maksimal, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk menjaga peninggalan fasilitas pasca-acara bagi penyandang disabiltas ini ke depannya.
ADVERTISEMENT
Dalam jurnal berjudul "Beyond Olympic Legacy: Understanding Paralympic Legacy Through a Thematic Analysis” yang diterbitkan oleh Laura Misener, Simon Darcy, David Legg, dan Keith Gilbert pada 2013 silam, disebutkan bahwa banyak negara yang tidak menaruh perhatian khsusus terhadap fasilitas publik setelah ajang olahraga untuk penyandang disabilitas.
Namun, bukan berarti tak ada peluang bagi Indonesia untuk  membuktikan bahwa pembenahan fasilitas tak hanya bersifat sementara. Dalam kesimpulan yang diambil oleh jurnal tersebut, masih ada banyak harapan untuk para penyandang disabilitas setelah gelaran rampung dengan ikut terlibat dalam banyak kegiatan dan menunjukkan eksistensi diri.
Senada dengan Jurnal dari Laura Misener dkk. Cucu menganggap Asian Para Games bisa menjadi kesempatan untuk kawan-kawan penyandang disabilitas bersuara dan mendorong pemerintah untuk bersinergi dalam mewujudukan peraturan perundang-undangan yang telah disepakati.
ADVERTISEMENT
"Semakin bersuara, artinya teman-teman disabilitas bisa membuka lintas kementerian karena selama ini urusan aksesibiltas itu dianggapnya hanya urusan satu atau dua instansi pemerintah saja."
"Kalau satu wilayah aksesibel untuk penyandang disabilitas 'kan artinya tidak ada lagi hambatan, jadi semua orang bisa merasakan kemudahan dan mendapat manfaat. Disabilitas itu hambatan, bisa terjadi untuk siapa saja, umur, gender, di mana saja. Berpikirnya, disabilitas bagian dari keberagaman yang ada di manapun dan kapanpun," tutup Cucu.
====
*Simak pembahasan mengenai perhelatan Asian Para Games 2018 dan fasilitas publik untuk difabel di konten khusus “Ramah Difabel”.