Bagaimana Cara Sebuah Game Masuk Kategori eSports?

4 Agustus 2018 9:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
eSports di Indonesia. (Foto: M. Faisal/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
eSports di Indonesia. (Foto: M. Faisal/kumparan)
ADVERTISEMENT
Jika sedang senggang, apa yang biasanya Anda lakukan? Main video game? Yah… Boleh jadi itu salah satunya. Entah itu di perangkat seluler, di konsol seperti Xbox, PlayStation (PS), atau bermain game di komputer (PC) dan laptop.
ADVERTISEMENT
Banyak orang yang memainkan game, tapi tidak berarti semua game yang dimainkan itu adalah game yang termasuk ke dalam kategori eSports. Hal ini disebabkan dari pengertian eSports itu sendiri, sebagai sebuah video game yang dikompetisikan.
Oleh karena itu, ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh sebuah game agar bisa masuk ke dalam kategori eSports. Ketua Indonesia eSports Association (IeSPA), Eddy Lim, memberikan gambaran cukup mudah untuk kita pahami terkait syarat-syarat tersebut.
"eSports itu sebenarnya adalah game-game yang dipertandingkan, kalau game online adalah game yang memang biasa kita semua mainkan. Kalau eSports itu, ya, game yang dipertandingankan dan biasanya bertaraf internasional," kata Eddy saat dihubungi kumparanSPORT, Selasa (31/7).
"Game itu ‘kan ada banyak, bahkan sampai ratusan, tapi tidak semuanya eSports. Misalnya, ada dua orang coba bikin pertandingan game Candy Crush, ini boleh-boleh saja. Tapi, tidak bisa disebut eSports karena belum dipertandingkan secara internasional dan diikuti banyak negara," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Dari penuturan Eddy, kita bisa memahami bahwa syarat utama sebuah game menjadi eSports adalah dipertandingkan dalam skala yang besar. Namun, untuk bisa diadu, dilombakan, dan didapati pemenangnya, tentu ada beberapa syarat lain yang harus dimiliki sebuah game.
Jika menilik lebih jauh, game artinya harus memiliki beberapa aspek seperti kompetitif, dalam artian seorang pemain atau tim bisa beradu untuk memperoleh tujuan yang sama. Tujuan ini pun berbeda, tergantung dari jenis game masing-masing.
Kompetitif pun menghadirkan syarat lain, karena untuk bisa bersaing, sebuah game kudu bisa menghadirkan jenis permainan yang memungkinan para pemain saling mengalahkan. Sehingga pemenang ditentukan berdasarkan skill, teknik dan taktik bermain, pengambilan keputusan, serta mentalitas pemain.
Pengunjung bermain game. (Foto: REUTERS / Mike Blake)
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjung bermain game. (Foto: REUTERS / Mike Blake)
"Perbedaan dari pemain di level tinggi dan pemain yang benar-benar tinggi adalah keterampilan dalam memori otot serta koordinasi antara tangan dan mata. Lebih cepat dari lawan Anda akan membuat perbedaan yang besar," kata Sean ‘Probe’ Kempen, seorang atlet eSports dari Australia, seperti dilansir Time.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, sebuah game wajib memiliki karakter dan item yang berimbang, agar bisa saling mengalahkan. Kondisi ini bisa membuat pemain menentukan karakter mana yang ia sukai dan dianggap cocok dengan startegi yang ingin dimainkan untuk menghindarkan karakter lawan mengalahkannya.
Sebagai analoginya, mari kita ambil contoh gelaran Premier League yang beberapa musim ke belekang semakin kompetitif. Dengan tim berisikan kekuatan yang tak jauh berbeda, siapa yang menjadi juara kemungkinan besar berganti setiap musimnya. Karena ketat itulah, Premier League menjadi liga paling glamor dan banyak ditonton.
"Untuk para fans eSports, melihat jari seseorang bergerak dengan sangat cepat, seperti menonton Usain Bolt berlari," kata Mark Cohen, Senior Vice President dari Electronic Sports League (ESL), masih kepada Time.
ADVERTISEMENT
Lain hal dengan liga lain, semisal Bundesliga di mana hanya Bayern Muenchen yang terlihat dominan dan jadi langganan juara. Kondisi ini membuat para pemain lebih memlih bergabung dengan Muenchen, yang justru akan membuat mereka makin dominan. Alhasil, minat untuk menonton pertandingan bisa berkurang.
Serupa dengan dua contoh di atas, dengan karakter yang terlalu hebat--mungkin saja tidak bisa dikalahkan atau tergantung jenis game itu sendiri--para pemain cenderung lebih memilih menggunakan karakter tersebut. Hal ini jelas berpengaruh kepada aspek kompetitif tadi, karena tidak adanya variasi permainan.
Ketidakseimbangan ini membuat jalannya sebuah game berisiko jadi monoton dan memengaruhi minat penonton. Selain itu, pemain pun bisa saja bosan karena memainkan dan menghadapi hal yang sama tiap kali bermain. Menilik keadaan ini, kita juga bisa melihat bagaimana pemain-pemain di liga yang kurang kompetitif, memilih untuk hijrah ke tim lain--dalam pembahasan ini, pemain beralih ke game lain.
ADVERTISEMENT
Dua unsur di atas (kompetitif dan berimbang) membuat aspek lain akan muncul, yaitu diminati banyak orang, baik sebagai pemain atau penonton. Game yang akhirnya dipertandingakan dalam skala besar dan diikuti oleh berbagai negara, seperti yang dikatakan oleh Eddy tadi, bisa masuk kategori eSports.
Kompetisi game yang dikategorikan sebagai eSports. (Foto: AFP/THOMAS SAMSON)
zoom-in-whitePerbesar
Kompetisi game yang dikategorikan sebagai eSports. (Foto: AFP/THOMAS SAMSON)
Secara umum, dari banyaknya game yang bermunculan masuk ke dalam kategori eSports saat ini, kita bisa memilahnya ke dalam beberapa jenis yaitu Fighting Games, first-person shooters (FPS), real-time strategy (RTS), atau multiplayer online battle arena (MOBA), Sports Games, Racing. Ada pula beberapa game yang punya genre berbeda, tapi tetap masuk kategori eSports karena animo pengguna yang besar.
Dari sekian jenis, game dengan genre fighting menjadi permainan pertama —dalam kategori eSports— yang dipertandingkan pada 1999. Dalam perjalannnya, jenis game MOBA dan FPS menjadi begitu populer. Namun, keadaan ini menjadi dilema untuk perkembangan eSports ke depannya.
ADVERTISEMENT
Hal ini berkaitan erat dengan masuknya eSports sebagai cabang olahraga (cabor) eskhibisi di Asian Games 2018 setelah disepakati oleh Olimpic Council of Asia (OCA). Namun, nyatanya ada syarat khusus untuk game eSports masuk ke ajang olahraga empat tahunan terbesar di Asia ini.
Beberapa di antaranya tidak ada unsur kekerasan, adu tembak yang mengarah ke terorisme, dan efek darah. Oleh karena itu, dari enam game yang akan dipertandingkan tadi, tak ada game macam Counter-Strike: Global Offensive (CS:GO), Tekken, atau Defense of the Ancients 2 (DotA 2), yang berlawanan dengan syarat dari OCA, meski punya banyak peminat.
Kendati begitu, masuknya eSports ke dalam Asian Games menjadi angin segar bagi para penggiat game, karena mereka bisa berinovasi untuk menciptakan video game baru yang cocok dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, pembuatan game tetap harus bijak dan memenuhi kriteria untuk bisa masuk ke dalam kategori eSports. Terlebih, eSports berpeluang menjadi cabor resmi pada Asian Games 2022 di China.
Dengan semakin banyaknya game yang masuk kategori eSports dan memenuhi syarat OCA, tentu akan mendukung kemajuan eSports itu sendiri, bukan?