Bulu Tangkis Denmark: Dari Aula Sempit ke Panggung Dunia

10 Oktober 2019 15:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pebulu tangkis tunggal putra Denmark, Anders Antonsen. Foto: MATHIAS BERGELD/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Pebulu tangkis tunggal putra Denmark, Anders Antonsen. Foto: MATHIAS BERGELD/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Orang-orang Denmark gemar berolahraga di dalam ruangan. Suhu yang begitu dingin menjadi salah satu penyebab.
ADVERTISEMENT
Itulah kenapa pada 1925, Skovshoved Idraetsforening --klub olahraga yang berbasis di utara Kopenhagen-- membangun sebuah aula agar mereka bisa berolahraga. Tenis jadi pilihan pertama.
Sayangnya, entah bagaimana, aula tersebut terlalu kecil. Tenis yang membutuhkan setidaknya lapangan berukuran 10 x 23 meter tak bisa dimainkan di sana.
Namun, aula sudah terlanjur dibangun. Mereka kebingungan sampai akhirnya salah satu anggota klub, yang memiliki toko olahraga, bertemu dengan seorang pelanggan yang sempat memintanya untuk mereparasi sebuah raket.
Raket itu tampak berbeda dengan raket tenis. Ia tampak kecil, katanya. Senar yang berada di tengah-tengah kepala raket juga lebih tipis. Tak seperti raket tenis.
Ia kemudian bertanya kepada sang pelanggan apakah raket tersebut adalah raket tenis atau tidak. Kata si pelanggan, itu adalah raket yang ia beli di Inggris dan tidak dimainkan untuk tenis.
ADVERTISEMENT
"Lalu, untuk apa?" tanyanya.
"Bulu tangkis."
Mendengar jawaban itu, si anggota klub bingung. Ia tak pernah tahu perihal olahraga satu ini sebelumnya. Ia penasaran. Maka, rentetan pertanyaan lain, terutama soal teknis bermainnya, ia lontarkan.
Dari sana ia paham bahwa olahraga tersebut tak membutuhkan lapangan yang terlalu besar. Olahraga ini jauh lebih cocok ketimbang tenis untuk dimainkan di dalam ruangan.
Kembalilah ia ke Skovshoved Idraetsforening sambil membawa kabar gembira. Itu menjadi pertama kali bulu tangkis menjejak ke Denmark.
Rahasia Bulu Tangkis Denmark
Pebulutangkis tunggal putra Denmark, Victor Axelsen. Foto: Hu Yan/REUTERS
Bagaimana pun kelahirannya, bulu tangkis adalah anomali di Denmark. Meski ada banyak orang yang memainkan bulu tangkis di Denmark, bulu tangkis tak benar-benar dianggap sebagai olahraga. Tambah aneh jika kau menggantungkan hidup pada bulu tangkis. Bagi orang Denmark kebanyakan, bulu tangkis cuma hobi.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini pernah dikeluhkan Mathias Boe pada 2013. Ia bilang bahwa orang-orang di negara asalnya kerap bertanya dengan nada meragukan apakah benar Boe menjalani bulu tangkis sebagai pekerjaan.
Jelas saja ia kesal. Meski begitu, Boe maklum. Lagi pula bulu tangkis tetap berkembang setiap tahunnya di Denmark.
Boe adalah buktinya. Bersama Carsten Mogensen, ia mempersembahkan medali perak Olimpiade 2012. Peringkat satu dunia BWF juga sempat mereka tempati.
Ganda Putra Denmark Mathias Boe & Carsten Mogensen Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Perlu diingat bahwa Boe dan Mogensen cuma sedikit dari begitu banyak pebulu tangkis Denmark lain yang juga berprestasi. Selain mereka, masih ada Peter Gade, Anders Skaarup Rasmussen, Victor Axelsen, Anders Antonsen, Kamilla Rytter Juhl, hingga Christinna Pedersen.
Boe, Mogensen, Peter Gade, atau Pedersen, adalah atlet bulu tangkis yang mewakili generasi terdahulu. Sementara Axelsen dan Antonsen adalah generasi terkini.
ADVERTISEMENT
Itu berarti, kesuksesan bulu tangkis Denmark sudah seperti tradisi. Ia terus berlanjut dari generasi ke generasi. Ada regenerasi yang jelas di sana.
Axelsen dan Antonsen bahkan tak benar-benar berada di angkatan yang sama. Axelsen yang berusia 25 tahun lebih dulu mencuat. Ketika ia masih di puncak performa dan bisa diandalkan, Antonsen menyusul.
Antonsen pada Indonesia Masters Super 500 awal 2019 lalu bertanding tanpa dukungan Federasi Denmark. Ia datang dengan biaya dan sponsor sendiri, tanpa suporter, tanpa pelatih. Namun, Antonsen masih mampu meraih tempat teratas.
Dari sini pertanyaan muncul, apa sebenarnya rahasia bulu tangkis Denmark? Mengapa mereka tetap berprestasi walau tanpa dukungan federasi? Bagaimana bakat-bakat baru tetap muncul meski bukan olahraga populer?
ADVERTISEMENT
Pebulu tangkis Denmark, Anders Antonsen, di Indonesia Open 2019. Foto: AFP/Adek Berry
Salah satu jawabannya adalah peran klub-klub lokal. Klub-klub ini sudah bermunculan sejak bulu tangkis pertama kali diperkenalkan di Denmark. Dimulai dari Skovshoved, berlanjut dengan klub-klub lain, seperti Gentofte atau Helsinge, pada tahun-tahun berikutnya.
Berdasarkan data terakhir federasi, kini Denmark memiliki sekitar 660 klub. Jumlah itu cukup tinggi untuk negara yang luas keseluruhannya bahkan tak lebih besar dari Jawa, yakni 42.933 km.
Sebagian klub-klub tersebut juga memiliki cabang. Jangan lupakan pula bahwa angka tadi hanya hitungan resmi federasi. Tidak menutup kemungkinan ada klub kecil yang belum terdata.
Para pemain benar-benar diajari dasar-dasar bulu tangkis sejak dini. Meski yang bergabung tak banyak, mereka benar-benar akan dididik dengan fasilitas terbaik bersama pelatih-pelatih terbaik pula.
ADVERTISEMENT
Hal ini diakui oleh Gade yang kini juga menjadi pembina sekaligus pelatih sebuah klub bernama Peter Gade Academy. Yep, namanya sendiri.
"Ketika berusia lima tahun, banyak yang sudah diajari dasar-dasar bulu tangkis. Mereka dididik tentang bagaimana olahraga ini seharusnya dimainkan," kata Gade, dikutip dari The Star, media asal Malaysia.
"Sudah terlambat untuk meminta seseorang mengubah cara mereka memegang grip, misalnya, ketika usianya 18 atau 19 tahun. Para pemain junior kami tergabung di klub dan dilatih oleh para pelatih terbaik," lanjut mantan pebulu tangkis nomor satu dunia itu.
Bulu tangkis butuh lawan tanding. Atas dasar ini, digelarlah sejumlah kompetisi yang sudah dimulai sejak level junior. Dalam hal ini, federasi juga punya peran.
ADVERTISEMENT
"Sistem klub yang baik adalah jantung bulu tangkis Denmark. Ini hal yang unik bila dibandingkan dengan seluruh dunia," kata Bo Jensen, CEO Federasi Bulu Tangkis Denmark kepada The Star.
"Kami memiliki pemain dari usia 5 hingga 65 tahun yang berlatih secara teratur sesuai level mereka masing-masing. Mereka juga memiliki kompetisinya. Mereka akan disalurkan ke level lanjutan jika memiliki potensi," ucap Jensen.
Tak ada penjelasan rinci dari federasi terkait bagaimana pola latihan di klub bulu tangkis Denmark. Namun, mantan pebulu tangkis Wales era 80-an, Philip Sutton, pernah berkisah soal pengalamannya mengikuti latihan di salah satu klub kepada sebuah surat kabar lokal yang terbit sekitar 20 tahun lalu.
Saat itu, ia dilatih langsung oleh legenda bulu tangkis Denmark sekaligus peraih sebelas gelar All England, Erland Kops. Sejak hari pertama, ia bercerita bahwa latihan yang dijalani amat intens. Pertandingan internal yang dihelat juga terasa seperti kompetisi.
ADVERTISEMENT
Mereka sangat disiplin. Tak ada pemain yang kemudian, misalnya, mangkir dari latihan atau semacamnya. Tak ada pula perlakuan khusus kepada pemain nasional. Setiap hal yang Sutton saksikan pada akhirnya membuat dia tercekat sekaligus kagum.
"Semua pertandingan dijalani seperti event sungguhan. Beberapa hal membuat saya kesulitan. Bagian terbaiknya adalah ketika saya sudah diizinkan mandi dan kemudian menghabiskan setengah jam bersantai di sauna. Fasilitas seperti itu benar-benar menjadi pembeda," tulisnya.
"Semua pemain di klub mendapat instruksi langsung dari pelatih. Pemain yang sudah top tidak jadi pengecualian, tetap harus mengikuti aturan yang ada. Di sisi lain, mereka menghabiskan banyak waktu mempelajari dan menganalisis permainan satu sama lain. Mereka juga saling membantu," kenang Sutton.
ADVERTISEMENT
Latihan dan kompetisi seperti itulah yang membentuk performa dan karakter pemain-pemain seperti Gade, Boe, Axelsen, hingga Antonsen. Namun, proses tersebut tak akan berjalan tanpa bantuan para sukarelawan.
Bendera Denmark Foto: Imesh
CEO Federasi Bulu Tangkis Denmark mengatakan bahwa sukarelawan menjadi salah satu faktor masifnya perkembangan bulu tangkis negara mereka. Yang menarik, jumlahnya mencapai sekitar 10 persen dari total populasi Denmark.
"Para sukarelawan ini tidak dibayar satu sen pun. Mereka melakukan pekerjaan sukarela selama punya waktu luang. Setiap pekannya, ada sekitar 600.000 sukarelawan yang terlibat dalam sejumlah tugas," kata Jensen.
"Pola pikir mereka sederhana, yakni untuk mengabdi kepada masyarakat. Mereka ingin berkontribusi pada pengembangan olahraga dan itu akan jadi pengalaman yang baik bagi mereka. Budaya seperti ini telah tertanam dalam sistem kami sejak lama," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Singkat kata, bulu tangkis Denmark tak mencuat dengan sendirinya walau lahir secara kebetulan. Bulu tangkis Denmark adalah kombinasi kerja keras, disiplin tingkat tinggi, dan dukungan penuh masyarakat. Padu-padan itulah yang akan terus membawa bulu tangkis Denmark terbang tinggi kendati tak luput dari masalah.