Candra Wijaya: Tim Thomas Salah Pilih Ganda Kedua

30 Mei 2018 11:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Firman Abdul Kholik di Piala Thomas 2018. (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
zoom-in-whitePerbesar
Firman Abdul Kholik di Piala Thomas 2018. (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
ADVERTISEMENT
Candra Wijaya adalah satu di antara begitu banyak penonton yang kecewa dengan kekalahan Indonesia di semifinal Piala Thomas 2018. Jumat (25/5/2018) pekan lalu, Indonesia kalah 1-3 dari China yang akhirnya keluar sebagai juara.
ADVERTISEMENT
Satu poin Indonesia disumbang oleh ganda terbaik dunia Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo. Melihat performa skuat yang diturunkan di empat besar, Koh Candra -- begitu sapaan akrabnya -- menilai secara teknis maupun pengalaman para pemain Indonesia sudah sesuai kapasitas.
Yang menjadi catatan Candra adalah sektor tunggal yang sayangnya gagal memenuhi ekspektasi publik untuk mempersembahkan angka di semifinal. Sebagai tunggal pertama, Anthony Sinisuka Ginting kalah dua gim dari Chen Long. Kemudian, perlawanan Jonatan Christie selama tiga gim juga dimentahkan oleh Shi Yuqi.
"(Untuk) ganda, kita tahu ada Kevin/Gideon jadi secara kesuluruhan bukan berarti Tim Thomas Indonesia buruk. Yang perlu dievaluasi memang dari sektor tunggal. Tunggal putra kita secara teknik dan akurasi pukulan serta kapasitas pengalaman cukup. Tapi aneh bila kemampuan yang seharusnya mampu itu tidak bisa mencuri satu angka pun," ungkap Candra kepada kumparanSPORT.
ADVERTISEMENT
Melihat cela itu, Candra yang menjadi juara bersama Tim Thomas di tahun 1998, 2000, dan 2002 berujar harus ada perbaikan dari segi pembinaan aspek psikologis. Faktor non-teknis itulah yang nanti bisa menyempurnakan kemampuan para pemain putra Tanah Air. Selain itu, Candra pun tidak menutup kemungkinan untuk mencoba andalan lain sebagai pelapis.
"Ke depan, PBSI harus menyiapkan dan memperhatikan aspek psikologis atau mental pemain. Secara teknis, Indonesia itu negara bulu tangkis. Ada yang bilang perlu dirombak (pengurusnya). Bagi saya, tidak perlu terlalu berisik, ya. Siapa pun yang di dalam secara teori dan program sudah lengkap, tapi implementasi dan pelatih-pelatih yang menerapkan itu (yang jadi kunci)," papar pria 42 tahun ini.
"Mungkin saja pemain memang masih butuh motivator. Atau kalau kapasitas mereka di situ, ya, kita harus mencari potensi lain yang dipersiapkan untuk mereka," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Semifinal Piala Thomas 2018: Ahsan dan Hendra (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
zoom-in-whitePerbesar
Semifinal Piala Thomas 2018: Ahsan dan Hendra (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Nah, setelah Jonatan kalah dan Indonesia tertinggal 1-2, asa untuk menyamakan skor diemban ganda kawakan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan. Namun, mantan ganda putra nomor satu dunia itu tidak bisa menundukkan Li Junhui/Liu Yuchen. Bagi Candra, keputusan menurunkan Ahsan/Hendra sejatinya lebih riskan ketimbang memilih Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto.
"Kita melihat lagi usia memang tidak bisa dibohongi. Usaha maksimal Ahsan/Hendra sudah sangat baik, tapi saya bilang ini contoh. Bagaimana China sempat di bawah performa dan sangat memperhitungkan Ahsan/Hendra. Tapi China, berkat kegigihan daya juang dan secara teknik serta mental siap, justru berbalik (unggul). Ahsan/Hendra yang tidak bisa berkembang," katanya.
"Mau tidak mau (harus menurunkan Fajar/Rian). Kalau mereka diturunkan dibilang kurang aman atau gambling, menurut saya itulah ganda terbaik yang kita punya (sebagai pelapis Marcus/Kevin). Menang atau kalah kita harus fight dengan memercayakan kepada anak-anak muda kita yang memang berada di golden age," pungkas Candra.
ADVERTISEMENT