Cedera yang Antarkan Nitya Krishinda Maheswari Jadi Pelatih

9 Januari 2019 20:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nitya Krishinda Maheswari (kanan) dan Apriyani Rahayu (kiri). (Foto: dok.Humas PP PBSI)
zoom-in-whitePerbesar
Nitya Krishinda Maheswari (kanan) dan Apriyani Rahayu (kiri). (Foto: dok.Humas PP PBSI)
ADVERTISEMENT
Nitya Krishinda Maheswari sempat menjadi sosok nomor satu di skuat putri Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Sayangnya, kehebatan sang kapten tergerus oleh cedera yang dialaminya. Tak hanya sekali, dua kali sudah cedera parah membuat tubuh Nitya tak lagi sekuat dan sehebat dulu.
ADVERTISEMENT
Cedera parah pertama menghantui pemain PB Jaya Raya ini pada 2016. Saat itu, Nitya merupakan andalan ganda putri Tanah Air berpasangan dengan Greysia Polii. Namun, keduanya memutuskan mundur dari BWF World Super Series Final pada 14-18 Desember 2016 karena Nitya harus bersiap ke meja operasi untuk menyembuhkan lutut kanannya.
Nitya baru pulih pada Maret 2017. Tentu saja, lutut kanan pemain kelahiran 16 Desember 1988 ini tak lagi mampu menyokong secara maksimal pergerakannya di lapangan. Namun, mantan kapten Tim Uber Indonesia 2016 ini tidak menyerah. Dia masih berjuang di lapangan hijau, kali ini bukan bersama Greysia, melainkan Ni Ketut Mahadewi Istriani.
Namun pada 2018, cedera kembali mendera Nitya. Ketika melawan kompatriot, Greysia Polii/Apriyani Rahayu, di perempat final Thailand Terbuka, 13 Juli 2018, Nitya/Ketut menyerah di skor 4-12. Nitya kesakitan di tengah lapangan sambil memegangi kaki kirinya. Mimpi buruk bagi PBSI, penggemar, dan terutama Nitya sendiri, menjadi kenyataan.
ADVERTISEMENT
Bukan terkilir biasa, pemeriksaan setelah insiden itu menunjukkan bahwa 75% otot achilles sebelah kirinya putus. Sejak itu, Nitya menghilang dari panggung bulu tangkis. Meski begitu, pemain berusia 30 tahun ini sudah memiliki lembaran prestasi dalam rapor emas bulu tangkis Tanah Air. Bersama Greysia, Nitya mempersembahkan emas Asian Games 2014. Sebelumnya, Nitya dan Anneke Feinya Agustine juga menyumbangkan emas di SEA Games 2011.
Kini, sang kapten tak mau meninggalkan dunia tepak bulu yang membesarkan namanya. Sumbangsih seorang Nitya Krishinda Maheswari kini dikucurkan dalam bentuk kepelatihan. Ya, Nitya kini mendampingi Kepala Pelatih Ganda Putri PBSI, Eng Hian dan Asisten Kepala Pelatih Ganda Putri PBSI, Chafidz Yusuf, di tim pelatih ganda putri PBSI.
ADVERTISEMENT
"Dulu tidak kepikiran jadi pelatih, mikirnya saya sebagai atlet ya all out, latihan yang benar, kasih prestasi semampu saya. Kemarin ada waktu kosong setelah cedera, saya kepikiran, apa enak, ya, tidak ada kegiatan lagi?" kata Nitya kepada PBSI, Rabu (9/1/2019).
"Tapi, di sisi lain saya masih enggak bisa kalau nggak di bulu tangkis. Dengan adanya tawaran dari Koh Didi (sapaan akrab Eng Hian, red) seperti ini, oh saya jadi bisa memberi untuk PBSI, untuk negara, dalam konteks berbeda tapi di bidang yang sama," ujarnya mantap.
"Mungkin saya sudah tidak main, tapi saya pikir ada hal yang bisa saya bagi, hal apapun dalam bentuk sharing, atau program latihan yang pernah saya dapat, bisa diterapkan dengan cara begini, begitu. Sebetulnya lebih ke sharing, bukannya menggurui."
ADVERTISEMENT
Nitya pun sudah mencicipi lakon pertamanya sebagai pelatih di pemusatan latihan nasional (pelatnas) PBSI Cipayung. Menurutnya, tanggung jawab pelatih justru lebih besar dari pemain. "Membimbing atlet untuk jadi lebih baik itu tidak gampang. Walaupun baru merasakan, jadi tahu, oh begini toh rasanya jadi Koh Didi. Kami tidak bisa membiarkan atlet dikasih program dan dijalani begitu saja, benar-benar harus dilihat, mereka gerakannya benar nggak, ngelakuinnya pas atau enggak, jadi sekarang lebih detail," tuturnya.
Dengan tugas dan kontribusi barunya sebagai tim pelatih PBSI, Nitya ikut mendorong motivasi dan mental para pemain muda yang dilatihnya. Bagi Nitya, semua atlet punya kemauan untuk juara. "Tapi, bisa kelihatan, mana yang cuma mau doang, mana yang mau dan benar-benar mau menjalankan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Apalagi saya dan koh Didi yang pernah mengalami sebagai pemain, jadi kami tahu kalau atlet ini benar-benar atau sekadar menjalankan saja. Atlet kadang belum bisa memahami, latihan ini untuk ini, latihan ini manfaatnya untuk ini."
Terakhir, meski tak lagi berperang di lapangan dengan raket di tangan, Nitya masih menjunjung tinggi asa untuk mempersembahkan prestasi bagi bangsa, kini dengan cara berjuang menjadi sosok pelatih yang terbaik.
"(Pengalaman melatih) masih baru banget ya, jadi saya belum bisa menilai apa-apa. Saya nggak mau terlalu membatasi diri, bikin jarak, bahwa saya bukan pemain lagi, nanti gimana gimana. Malah nanti anak-anaknya tidak nyaman ke saya. Pasti ada batasan, tapi nggak terlalu kelihatan."
"Kalau diminta (mendampingi pemain di lapangan), saya mengikuti. Tanggung jawab saya 'kan sudah beda, mungkin itu jadi tantangan buat saya. Dulu saya dikasih tahu, sekarang sudah punya pengalaman bagaimana sih suasana di pertandingan," ujarnya mengakhiri.
ADVERTISEMENT