David Jacobs, Berprestasi di Tenis Meja Umum Meski Sandang Disabilitas

5 Oktober 2018 10:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Atlet Asian Para Games 2018, David Jacob. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet Asian Para Games 2018, David Jacob. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mahatma Gandhi pernah bilang, “di mana ada cinta di sana ada kehidupan.” Nyatanya untaian kata Gandhi itu ada benarnya. Dian David Michael Jacobs betul merasakannya.
ADVERTISEMENT
Pria yang lebih dikenal sebagai David Jacobs itu bertumbuh dengan rasa cinta yang teramat besar pada tenis meja. Tenis meja telah menghidupkan jiwanya yang sunyi sepi setelah David dihadapkan dengan realitas lahir dengan tangan kanan mengidap gangguan fungsional. Gangguan itu telah membawa David terhanyut rasa minder.
Pada siang terik itu kumparan berkesempatan berjumpa dengan David. Dirinya saat itu tengah berlatih di Hartono Trade Center, Solo Baru.
Atlet tenis meja difabel David Jacobs (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet tenis meja difabel David Jacobs (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Tangan kiri pria 41 tahun itu dengan begitu tangkas memukul bola-bola yang mengarah kepadanya. Semangatnya terus berkobar meski keringat deras mengucur. Berkali-kali dia mengganti bajunya karena sudah terlampau basah.
Selesai latihan, sekitar pukul 13.00 WIB, David kemudian mulai bertutur. Perjumpaannya dengan tenis meja terjadi saat usianya menginjak 10 tahun. Bukan di Makassar kota kelahirannya, tapi perkenalan itu terjadi di Batang, Jawa Tengah. Saat itu orang tua David pindah ke sana karena tuntutan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
“Itu di dekat rumah ada meja ping pong, meja tenis meja. Akhirnya saya, kakak saya, teman saya, tetangga, suka main-main tenis meja,” cerita David, Senin (10/9).
Setiap hari David terus bermain tenis meja di samping rumah. Pikirannya tidak macam-macam, tenis meja adalah murni kegemaran saat itu.
Tak sedikit pun dia berangan-angan kelak menjadi seorang atlet. Tetapi, saat itu orang tua David melihat anaknya menyimpan bakat di dunia tenis meja. Mereka kemudian mencarikan seorang pelatih untuk mengasah bakat sang anak.
“Ya orang tua saya memang selalu kasih semangat, kasih saya motivasi walaupun saya memiliki keterbatasan fisik, tidak sama fisiknya dengan orang lain umumnya tapi paling enggak saya punya kelebihan yang bisa ke depannya saya bisa bagus gitu,” kata David.
ADVERTISEMENT
Beberapa saat berlatih dengan pelatih pribadi, David kemudian dimasukkan dalam sebuah klub tenis meja. Klub itu isinya bukan orang-orang dengan keterbatasan layaknya David, tapi berisi orang-orang yang memiliki fisik sempurna. David setiap hari terus berlatih dengan mereka.
Hingga pada akhirnya dia berhasil meraih juara, dari mulai ajang tingkat daerah hingga nasional. Hal itulah yang mengantarkan David dipilih menjadi pemain nasional Indonesia.
Juara nasional yang tak terlupakan
Pada tahun 2000 David berhasil menjadi kampiun nasional tenis meja tunggal putra. Saat itu kejuaraan tersebut berlangsung di Kediri, Jawa Timur. Gelar juara itu merupakan hal yang paling berkesan dan terus dia ingat di sepanjang kariernya.
Menurutnya, pencapaian itu adalah pembuktian dari keraguan yang kerap kali tertuju padanya.
ADVERTISEMENT
“Di tunggal itu saya juara nasional istilahnya membuktikan bahwa keterbatasan fisik, punya kekurangan itu tidak, bisa lah tetap berprestasi. Saya bisa mengalahkan pemain-pemain terbaik Indonesia saat itu (dengan fisik normal),” ungkap David.
Atlet tenis meja difabel David Jacobs (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet tenis meja difabel David Jacobs (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Dengan kerja keras, doa, semangat serta dukungan dari orang-orang terdekat David membungkam mereka yang telah meragukannya.
“Banyak lah yang mungkin enggak percayalah istilahnya saya bisa jadi pemain nasional,” sebut David.
Terlepas dari belenggu ragu masyarakat, David terus melaju. Sebagai pemain nasional, berbagai prestasi apik telah dia raih. Sebut saja, medali perunggu SEA Games Kuala Lumpur 2001, medali perak SEA Games Manila 2005, medali perunggu SEA Games Laos 2009, dan masih banyak lainnya.
SEA Games Laos menjadi ajang perpisahan David dengan dunia tenis meja umum. Usianya yang sudah menginjak kepala tiga membuat dia ingin pensiun dan memberi kesempatan ke pemain yang lebih muda.
ADVERTISEMENT
David mantap pensiun dari dunia tenis meja nasional. Namun, itu tak membuatnya berhenti bermain tenis meja. Dia terus bermain hingga pada akhirnya dia kembali didapuk menjadi pemain nasional, tapi tak lagi di kelas umum melainkan di kelas penyandang disabilitas.
Jumpa dengan dunia disabilitas
Pada 2010 seorang teman datang kepada David dan membujuknya untuk bergabung dengan National Paralympic Committee (NPC). Dengan bergabung ke situ, dia bisa kembali mewakili Indonesia di ajang tenis meja dunia di nomor penyandang disabilitas. David tak menolaknya.
“Dari Jakarta saya datang ke Solo bertemu dengan Pak Ketua NPC Pak Seny Marbun. Jadi setelah itu saya mulai bergabung di NPC,” kenang David.
Atlet tenis meja, David Jacobs. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet tenis meja, David Jacobs. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Beralih nomor nyatanya tak membuat David kesulitan beradaptasi. Dia merasa tempaan yang dia terima selama di nomor umum sudah cukup melatihnya.
ADVERTISEMENT
“Ditempa di dunia umum itu. Latihannya begitu keras, jadi waktu saya masuk Para Games itu saya benar-benar secara fisik, teknik, juga mental juga sudah siap gitu lho. Kalau masalah dulu latihan dengan umum sekarang dengan Para games itu enggak ada masalah sih,” jelas David.
Justru, berjumpa dengan para penyandang disabilitas membuat David lebih bersemangat. David bisa memotivasi para atlet yang notabene mayoritas lebih muda darinya itu untuk lebih berprestasi meski dilanda keterbatasan.
Atlet tenis meja difabel David Jacobs (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet tenis meja difabel David Jacobs (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Di nomor disabilitas, prestasi David begitu mentereng. Dia tercatat merajai ajang tenis Asia Tenggara dan juga Asia. Sementara, di tingkat dunia dia adalah satu-satunya atlet tenis meja Indonesia yang berhasil meraih medali di Paralimpiade (ajang olahraga multi-event terbesar dunia).
ADVERTISEMENT
“Tahun 2012 itu saya lolos Paralympic di London, dan saya bisa mendapat medali perunggu. Dan itu, memang selama tenis meja sampai sekarang ikut Paralympic memang belum ada yang pernah dapat medali. Jadi memang pertama saya dapat medali itu tenis meja,” ungkap David.
Kini, usia David sudah memasuki 41 tahun. Sedikit pun dia tak berencana untuk pensiun. Dia akan terus bermain tenis meja sampai fisiknya tak mampu lagi.
“Pokoknya sudah gimana ya tenis meja adalah bagian hidup saya lah. Malah saya dibilang bukan jenuh ya malah tiap hari saya pengin main,” tutup David.
kumparan akan menyajikan story soal atlet-atlet penyandang disabilitas kebanggaan Indonesia dan hal-hal terkait Asian Para Games 2018 selama 10 hari penuh, dari Kamis (27/9) hingga Sabtu (6/10). Saksikan selengkapnya konten spesial dalam topik ‘Para Penembus Batas’.
ADVERTISEMENT