Di Atas Lapangan, Wozniacki Menjadi Orang Denmark yang Sebenarnya

29 Januari 2018 20:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Grand Slam pertama Wozniacki (Foto: REUTERS/Issei Kato)
zoom-in-whitePerbesar
Grand Slam pertama Wozniacki (Foto: REUTERS/Issei Kato)
ADVERTISEMENT
Kehidupan orang Denmark yang serba santai, tercermin dengan baik lewat riwayat tenis ala Caroline Wozniacki.
ADVERTISEMENT
Bila kebanyakan petenis semakin membabi-buta merebut gelar setelah raihan Grand Slam-nya, maka tidak demikian dengan Wozniacki. Alih-alih lapar gelar, ia justru memilih untuk bersikap nothing to lose, menganggap Grand Slam sebagai perkara yang tidak lebih penting daripada kesenangannya bermain tenis.
Wozniacki, juara Australia Terbuka 2018 yang sekarang juga berstatus sebagai peringkat satu dunia, memang tidak terkenal sebagai petenis yang ambisius. Ia tidak menjejali diri sendiri dengan statistik pertandingan ataupun target gelar juara yang tak ada habisnya. Bahkan bila atlet-atlet peduli dengan berat badannya, tidak demikian dengan Wozniacki.
“Sebenarnya sewaktu belum puber saya benar-benar kurus. Namun, setelah puber berat badan saya meningkat. Kalau boleh jujur, saya tidak terlampau peduli dengan timbangan. Sejak menjadi petenis, berat badan saya cenderung tetap. Jadi, saya cuek-cuek saja. Kalau setelah pensiun berat badan saya berubah, ya, itu perkara nanti.”
ADVERTISEMENT
Ruang ganti menjadi tempat yang menakutkan bagi mereka yang akan berlaga di Grand Slam. Ruang ganti itu cenderung hening karena para petenis memang diberi tempat tersendiri. Biasanya, petenis-petenis itu memang membutuhkan keheningan untuk meningkatkan konsentrasi menjelang pertandingan.
Namun, kamar ganti Wozniacki punya bentuk yang lain. AS Terbuka 2009 menjadi kali pertama Wozniacki melakoni Grand Slam. Karena itu menjadi turnamen besar pertamanya, otomatis pertandingan pertamanya di turnamen itu juga menjadi perjumpaan pertamanya dengan ruang ganti ala Grand Slam.
Alih-alih membiarkan diri tenggelam dalam ketenangan, Wozniacki malah memutar lagu-lagu kesukaannya menjelang pertandingan. Dia menyukai ketenangan. Namun, ketenangan yang teramat sangat justru menjadi hal yang memuakkan untuknya. Makanya, ia mengubah ruang ganti menjadi lebih ceria.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak membiarkan ruang ganti terlampau sepi. Beberapa petenis memang membutuhkan ketenangan. Namun, saya juga butuh kesenangan.”
“Makanya, saya selalu memutar beberapa lagu saat di kamar ganti. Saya tidak terlalu ingat apa yang saya dengarkan di AS Terbuka 2009. Kalau tidak Mariah Carey, pasti Celine Dion,” demikian Wozniacki menjelaskan ruang ganti pertamanya di kompetisi Grand Slam.
Sebagai orang Denmark, Wozniacki terbiasa hidup santai. Tahun 2016, orang-orang Denmark dinobatkan sebagai orang paling bahagia di dunia. Diselidiki, kebahagiaan mereka muncul karena menghidupi Hukum Jante.
Hukum Jante pertama kali terdengar tahun 1933 lewat cerita fiksi berjudul A Fugitive Crosses His Tracks, yang ditulis oleh seorang penulis campuran Denmark-Norwegia, Aksel Sandemose.
Grand Slam perdana Wozniacki. (Foto:  REUTERS/Toru Hanai)
zoom-in-whitePerbesar
Grand Slam perdana Wozniacki. (Foto: REUTERS/Toru Hanai)
ADVERTISEMENT
Ceritanya, di sebuah kota kecil bernama Jante, para penguasa mengumumkan sepuluh perintah yang mengatur bagaimana orang harus bersikap. Hukum itu tidak hanya berlaku di Jante, tapi di seluruh tempat.
Inti hukum yang ditulis dalam cerita itu adalah sikap menerima dan tidak menonjolkan diri sebagai pilihan hidup paling aman. Jika sikap ini yang dipilih, niscaya hidupmu akan bahagia. Tanpa masalah, tanpa kesusahan.
Karier tenis Wozniacki tidak diawali dari ambisi. Tidak pula bermula dari kemiskinan, seperti kebanyakan atlet. Ia bermain tenis karena satu alasan: suka berolahraga.
Sejak usia tiga tahun, Wozniacki terbiasa untuk melakoni olahraga. Mulai dari senam sampai sepak bola, semua sudah dimainkannya. Entah bagaimana ceritanya, ia sampai pada satu titik ia ingin menjadi pemain sepak bola.
ADVERTISEMENT
Ia menghabiskan waktu bermain sepak bola dengan teman-temannya. Sayangnya, waktu itu sepak bola bukan (atau mungkin sampai sekarang) olahraga populer untuk perempuan. Waktu ia masih menggilai sepak bola, Wozniacki tidak bisa menemukan tim sepak bola perempuan sehingga bisa bergabung.
Ayahnya tidak setuju bila Wozniacki bermain sepak bola. Bukan karena tidak menyukai olahraganya, tapi ia tidak suka kalau Wozniacki hanya berteman dengan laki-laki. Apalagi menghabiskan begitu banyak waktu bersama mereka.
Meminta Wozniacki untuk berhenti berolahraga adalah mustahil. Masalahnya, Wozniacki begitu menyukai olahraga. Akhirnya mereka menemukan jalan tengah: Wozniacki bermain tenis.
Karena awalnya Wozniacki sekadar bermain tenis tanpa tujuan serius, ayahnya yang melatihnya bermain tenis saat berusia tujuh tahun. Sering berlatih selama beberapa tahun, Wozniacki menjuarai turnamen junior pertamanya saat berusia 12 tahun. Kala itu, ia memenangi pertandingan final dalam dua set langsung 6-0, 6-0.
ADVERTISEMENT
“Seketika saya sadar bahwa sebenarnya saya bisa bermain tenis dengan baik. Lantas, seorang wartawan mewawancarai saya dan bertanya tentang apa yang ingin saya lakukan saat dewasa nanti. Saya bilang padanya bahwa saya ingin menjadi petenis terbaik di dunia,” dan dimulailah karier Wozniacki sebagai petenis.
Wozniacki dan Halep setelah laga final. (Foto: REUTERS/Edgar Su)
zoom-in-whitePerbesar
Wozniacki dan Halep setelah laga final. (Foto: REUTERS/Edgar Su)
Sempat berpredikat sebagai petenis nomor satu dunia tahun 2010 dan 2011, karier Wozniacki merosot setelahnya. Rentetan cedera menjadi persoalan yang tak ada habisnya. Bermula dari cedera telapak tangan sampai pergelangan kaki.
Akibatnya, Wozniacki bahkan terlempar dari peringkat 50 besar dunia pada pertengahan tahun 2016. Bila petenis lain menghadapi situasi ini, maka sebagian besar dari mereka akan menggenjot prestasi sedapat-dapatnya. Mengusahakan pemulihan secepat mungkin.
ADVERTISEMENT
Namun, Wozniacki tidak pernah peduli dengan petenis lain. Alih-alih membuktikan kepada publik bahwa eranya belum habis, Wozniacki justru sibuk dengan profesi sampingannya sebagai model baju renang. Ia juga terlibat dalam sejumlah pemotretan untuk media bertajuk Sports Illustrated.
Foto-fotonya muncul di tahun 2015 sampai 2017. Pemotretan tahun 2015 bahkan dilakoninya sebulan setelah ia kalah dari Victoria Azarenka di pertandingan babak kedua Australia Terbuka 2015.
Pada bulan Februari, para petenis kebanyakan akan membicarakan perjalanan seri pertama Grand Slam mereka dan persiapan menjelang Grand Slam seri kedua yang digelar bulan Maret. Namun, Wozniacki berbeda. Ia memenuhi akun-akun sosial medianya dengan foto-foto dari pemotretannya bersama media tadi.
“Saya pergi ke kantor Sports Illustrated dan menawarkan diri untuk menjadi model. Saya bilang kepada mereka, saya selalu ada di sini bila mereka membutuhkan model. Seperti itu saja.”
ADVERTISEMENT
Gelagat dan perkataan Wozniacki yang kelewat santai ini menjadi manifestasi terbaik dari kecenderungan orang-orang Denmark untuk hidup santai. Menerima apa pun yang ada di tangannya. Mencoba hal-hal baru tanpa ambisi.
Bila hidup santai dapat meloloskan orang-orang Denmark dari masalah, maka ini pulalah yang terjadi dalam karier Wozniacki. Bagi mereka yang pernah menduduki peringkat satu dunia tapi belum pernah mengangkat Grand Slam, pertanyaan pers tentang kapan menjuarai kompetisi terelite di ranah tenis ini bakal jadi makanan sehari-hari.
Ketimbang mengumbar janji dan renjana (passion) yang berapi-api menyoal tenis, Wozniacki memilih untuk diam. Baginya, perkara menaikkan peringkat dan meraih gelar tidak perlu dilakukan dengan susah-payah yang kentara dan berisik.
Apa hasilnya? Entah bagaimana awalnya, yang jelas, Wozniacki kembali ke peringkat tiga besar dunia pada tahun 2017. Tanpa perjalanan yang grusa-grusu, tahu-tahu Wozniacki sudah menjuarai WTA Finals 2017 yang dihelat di Kallang, Singapura. Di turnamen ini ia mengalahkan nama-nama besar. Mulai dari Elina Svitolina, Simona Halep, sampai Venus Williams.
ADVERTISEMENT
Seri pertama Grand Slam 2018 menjadi puncak dari cerita-cerita kesantaian tentang Wozniacki. Memasuki turnamen sebagai peringkat dua dunia, ia melaju ke final. Tak banyak bicara, tak banyak protes menyoal hawa Australia yang kelewat terik.
Ia tak ambil pusing dengan ribut-ribut Margaret Court dan Billie Jean King. Semuanya dilalui dengan santai. Pertandingan-pertandingan ditutup tanpa pernyataan sesi konferensi pers yang menarik perhatian.
Cara Wozniacki melakoni pertandingan final melawan Simona Halep juga mencerminkan sikap hidup yang santai yang jadi ciri khas orang-orang Denmark. Alih-alih bermain agresif dan berinisiatif membangun serangan, ia cenderung bermain bertahan. Meladeni setiap reli yang ditawarkan Halep dengan sabar.
Makanya, reli-reli di partai final itu cenderung panjang. Dan pada saatnya, baru Wozniacki melepaskan smes. Membuat permainan ofensif Halep menjadi tak berbicara banyak.
ADVERTISEMENT
"Gelar Australia Terbuka ini memberikan pandangan baru tentang perburuan Grand Slam. Saya akan tetap berkompetisi, tapi lebih santai. Semuanya harus menjadi lebih menyenangkan. Yang paling penting, saya tidak kehilangan kesenangan saat berusaha merebut Grand Slam," bagi Wozniacki, apalah gunanya kejayaan jika sudah tak bisa dinikmati?
Hukum Jante memang pertama kali terdengar dari cerita fiksi. Belum ada konfirmasi resmi, apakah cerita itu memang lahir dari pengamatan terhadap hidup orang-orang Denmark sejak dulu atau memang lahir dari rekaan penulisnya. Yang jelas, sampai sekarang, orang-orang Denmark menghidupi Hukum Jante. Hidup dengan santai, menghindarkan diri dari masalah.
Dan sebagai orang Denmark, Wozniacki paham betul tentang hal ini. Ia menghidupi tenisnya dengan gelagat ala Jante. Ia terhindar dari kesusahan-kesusahan tak penting yang lahir dari rahim ambisi. Dan yang paling mengherankan, kini ia berdiri sebagai peringkat satu dunia.
ADVERTISEMENT
Kemenangan melawan Simona Halep di Rod Laver Arena tak hanya mengantarkannya kepada gelar Grand Slam perdana, tapi mencatatkan namanya sebagai wanita Denmark pertama yang meraih Grand Slam--yang berarti menjadi wanita negara Skandinavia pertama yang merengkuh gelar paling prestisius di jagat tenis.
Apa boleh bikin, jika keberuntungan memang bisa datang dalam banyak bentuk, maka menjadi manusia santai adalah salah satunya.