Eko Saputra: Terinspirasi 'The Flash', Kini Jadi Sprinter Peraih Perak

12 Oktober 2018 17:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eko Saputra, atlet para atletik Indonesia di ajang Asian Para Games 2018. (Foto:  Jakarta Post Images/INAPGOC/Stefan Sihombing  )
zoom-in-whitePerbesar
Eko Saputra, atlet para atletik Indonesia di ajang Asian Para Games 2018. (Foto: Jakarta Post Images/INAPGOC/Stefan Sihombing )
ADVERTISEMENT
Olahraga dan karakter super hero 'The Flash' membuat Eko Saputra bangkit dari keterpurukan. Melalui dua hal itu, Eko menunjukkan bahwa keterbatasan penglihatan tak menghalanginya untuk berprestasi dan membuat Indonesia gemilang di kancah internasional.
ADVERTISEMENT
Ketika duduk di kelas 5 Sekolah Dasar (SD), saraf kedua mata Eko putus lantaran menabrak pohon kelapa ketika bermain 'kucing-kucingan' dengan kawan sebaya. Eko menyebut momen itu kepada para pewarta sebagai awal mula ia diterpa depresi.
Namun, Eko beruntung karena berselang lima bulan setelah kejadian tersebut, ia berkenalan dengan atletik nomor lari. Hasratnya untuk menjajal dan berprestasi di olahraga ini kian terpacu setelah menyaksikan film super hero Flash ciptaan DC Comics itu.
Dengan keterbatasan jarak pandang, Eko mendobrak rintangan dan mulai aktif ikut kejuaraan. Dan di SD Bertingkat Satu, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Eko mulai meniti jalan menjadi sprinter hingga akhirnya menjadi salah satu para atlet andalan Indonesia di ajang Asian Para Games 2018.
ADVERTISEMENT
"Dulu saya main kucing-kucingan pas malam hari, jadi agak remang pandangannya. Saya pikir teman saya yang ada di depan, tetapi ternyata pohon kelapa yang saya tabrak. Langsung buram pandangan saya, katanya ada saraf mata yang terputus, dua-duanya," kata Eko di mixed zone Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Kamis (11/10/2018).
"Saya pertama kali ingin ke atletik karena melihat film Flash zaman dulu. Saya berpikir seperti ini: 'Dia (Flash) saja bisa lari cepat, kenapa saya tidak bisa.' Akhirnya ingin seperti dia."
"Momen yang membuat saya bangkit ketika saya kecelakaan pas kelas 5 SD, berselang 5 bulan saya ikut lomba lari. Waktu itu medalinya juga masih kaya permen-permen seperti itu. Hal itu membuat saya kembali percaya diri, apalagi orang tua juga tidak pernah melarang untuk mencoba banyak hal," kenangnya.
ADVERTISEMENT
"Walaupun saya punya keterbatasan penglihatan, saya tetap mencoba untuk berolahraga. Meski saya tidak punya kondisi seperti orang normal lainnya, saya ingin dihargai di masyarakat. Kenapa tidak, orang-orang seperti saya yang punya keterbatasan, juga bisa berusaha."
Eko Saputra, atlet para atletik Indonesia di ajang Asian Para Games 2018. (Foto:  Jakarta Post Images/INAPGOC/Stefan Sihombing  )
zoom-in-whitePerbesar
Eko Saputra, atlet para atletik Indonesia di ajang Asian Para Games 2018. (Foto: Jakarta Post Images/INAPGOC/Stefan Sihombing )
Asian Para Games 2018 sendiri adalah debut buat Eko di multievent difabel se-Asia. Hebatnya, Eko menorehkan prestasi apik dengan menyabet perak di nomor lari 200 meter putra kategori T12 (low vision) dan satu perunggu di nomor 400 meter T12.
Raihan ini membuat optimisme sosok berusia 21 tahun tersebut meninggi untuk menorehkan prestasi lain di ajang lebih besar. Terlebih, ia baru dipanggil ke pelatihan nasional (pelatnas) pada 2018, dan kini ia menargetkan untuk tampil gemilang pada ASEAN Para Games di Filipina.
ADVERTISEMENT
Bagi Eko, prestasi bukan hanya menyoal prestise sebagai seorang atlet, melainkan untuk mengangkat moral dan mengubah paradigma masyarakat luas dalam memandang penyandang disabilitas.
Tak ada yang tidak bisa, begitu kata Eko saat ditanya soal kesulitan apa yang ia alami ketika berlari di atas lintasan. Meski memiliki keterbatasan pengelihatan, Eko tak pernah takut untuk menatap jauh kepada masa depannya.
"Kepercayaan diri saya lahir karena kita harus percaya, walaupun mempunyai batas-batas tersendiri dalam diri kita. Cobalah keluar dari batas itu, kita akan bisa mewujudkannya meskipun orang lain dan kita sendiri awalnya tidak percaya," imbuhnya.
"Dulu saya sering dikucilkan, orang tua saya juga dari ekonomi kelas bawah, saya punya keterbatasan. Kemudian saya berpikir kenapa keterbatasan ini tidak bisa membuat orang tua saya bangga suatu saat nanti. Orang tua saya juga sering bilang 'kamu bisa bangkit'," tutup Eko.
ADVERTISEMENT