Eni Nuraini: 'Pabrik Emas' di Belakang Lalu Zohri dkk.

23 April 2019 18:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eni Nuraini (keurudung) menerima penghargaan sebagai Pelatih Asia Terbaik 2019 dalam acara Gala Awards di Doha, Qatar. Foto: Dok: PB. PASI
zoom-in-whitePerbesar
Eni Nuraini (keurudung) menerima penghargaan sebagai Pelatih Asia Terbaik 2019 dalam acara Gala Awards di Doha, Qatar. Foto: Dok: PB. PASI
ADVERTISEMENT
Dear Eni,
Atas nama Asosiasi Atletik Asia dan semua anggota federasi atletik di Asia, saya dengan bangga mengumumkan bahwa Anda terpilih sebagai Pelatih Terbaik Asia 2019.
ADVERTISEMENT
Penghargaan ini adalah bukti kerja keras dan dedikasi Anda. Anda telah bekerja tanpa pamrih untuk membawa kemenangan bagi negara Anda, juga Asia...
**
Begitu penggalan surat yang dikirim Presiden Asian Athletics Association atau Asosiasi Atletik Asia (AAA), Dahlan Al Hamad, kepada Eni Nuraini Martodiharjo, 4 April 2019 lalu.
Lewat surat itu juga, Eni diundang menghadiri Gala Awards pada Sabtu, 20 2019, di Wyndham Grand Regency Hotel, Doha, Qatar. Sebelum terbang ke Doha untuk menerima penghargaan, Eni sempat mengutarakan syukurnya.
"Saya kaget, tak pernah membayangkan dapat itu. Saya dikabarkan saat ke kantor (PASI), tiba-tiba diberi tahu soal undangan ke Gala Awards," kata Eni kepada wartawan.
Lalu, berdirilah Eni di panggung AAA Gala Awards 2019, Sabtu (20/4/2019), untuk menerima trofi disaksikan langsung oleh Sebastian Coe, Presiden Federasi Atletik Dunia alias International Association of Athletics Federations (IAAF).
ADVERTISEMENT
Jadi, siapa Eni?
Eni Nuraini menerima penghargaan sebagai Pelatih Asia Terbaik 2019 dalam acara Gala Awards di Doha, Qatar. Foto: Dok: PB. PASI
Eni dan Gala Awards 2019
Eni Nuraini Sumartoyo bukanlah nama asing di dunia atletik Tanah Air. Sang empunya nama adalah pelatih kawakan di Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI), terlampau senior karena di luar lapangan, Eni juga seorang nenek bercucu tujuh.
Tapi di atas trek, lahan pekerjaan Eni sehari-hari, tak ada membantah 'kesaktian' wanita berumur 72 tahun ini. Penghargaan pelatih atletik terbaik tahun 2019 bagi Eni utamanya disumbang dari torehan musim 2018.
Di Asian Games pada Agustus, Eni sukses mempersembahkan perak lewat tim estafet 4x100 meter putra yang terdiri dari Fadlin, Eko Rimbawan, Bayu Kertanegara, dan Lalu Muhammad Zohri.
Sebelumnya lagi, pada Juli 2018, Eni berhasil mengangkat nama Zohri ke level dunia usai meraih titel juara nomor 100 meter World U-20 Championships di Finlandia dengan catatan waktu 10,18 detik.
ADVERTISEMENT
Undangan dari AAA untuk Eni Nuraini. Foto: Dok: PB. PASI
"Saya berterimakasih kepada AAA atas apresiasinya kepada saya, dan penghargaan ini memicu saya untuk berbuat yg lebih baik lagi," kata Eni usai menerima penghargaan di Doha, Sabtu (20/4).
Dari foto yang diunggah PASI, Eni terlihat mengenakan kebaya warna emas dengan kerudung warna senada. Trofi warna perak terlihat kontras dalam genggaman sang pelatih. Di samping kiri Eni, ada Sebastian Coe.
Sementara dengan senyum merekah di kanan Eni, Tigor Tanjung, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PASI, juga berdiri sambil memegang trofi penghargaan sebagai Sekjen Federasi Atletik yang Menjabat Terlama (The Longest Serving General Secretary of Athletics Federation Award).
Eni Nuraini (keurudung) menerima penghargaan sebagai Pelatih Asia Terbaik 2019 dalam acara Gala Awards di Doha, Qatar. Foto: Dok: PB. PASI
zoom-in-whitePerbesar
Eni Nuraini (keurudung) menerima penghargaan sebagai Pelatih Asia Terbaik 2019 dalam acara Gala Awards di Doha, Qatar. Foto: Dok: PB. PASI
Eni, Puluhan Tahun Bergelut di Dunia Olahraga
Penghargaan sebagai pelatih terbaik di 2019 oleh AAA adalah pelengkap kesempurnaan karier Eni. Sejak 1985 atau 34 tahun silam, Eni menggeluti kepelatihan atletik di Indonesia dimulai dari perkumpulan Fajar Mas Murni (FMM) di Jakarta, kemudian pada 2006 resmi berstatus pelatih nasional di PASI.
ADVERTISEMENT
Dari rilis resmi PASI, Eni disebut menekuni profesi pelatih karena mengikuti jejak sang suami, Sumartoyo Martodihardjo, yang juga bergerak di bidang atletik. Untuk meresmikan statusnya, Eni pun mengambil kursus kepelatihan IAAF Level 2.
Sebelum terjun ke dunia pelatih, Eni sendiri adalah atlet renang Indonesia di era 60-an.
Dari namanya, skuat 'Merah-Putih' mendapat perak (nomor ganti perorangan) dan perunggu (nomor estafet gaya bebas) di Asian Games 1962, edisi keempat sekaligus kali pertama hajat multiajang olahraga se-Asia itu digelar di Indonesia.
Kini, Eni tanpa kenal lelah terus membina dan melatih para pelari andalan PASI. Tujuan utama terdekat, tentu saja mempersembahkan prestasi di Olimpiade 2020, multiajang olahraga tertinggi di dunia.
"Harapan saya, tim estafet kita bisa lolos ke Olimpiade 2020 di Tokyo," ujar Eni.
ADVERTISEMENT
Tim estafet pria putra. Foto: Andika Wahyu/Antara/INASGOC
Anak Emas Eni: Dari Suryo Agung lalu ke Lalu Zohri
Puluhan tahun menjadi pelatih, baik itu level provinsi dan nasional, juga level Asia hingga dunia, jejak emas Eni pun ikut tercipta dari prestasi para pelari didikannya.
Di level nasional, ada dua emas persembahan Ahmad Sumarsono Sakeh di PON 2004 Palembang. Di PON berikutnya, Eni juga mengantarkan anak asuhnya meraih emas.
Sebagai pelatih Suryo Agung Wibowo, Eni berhasil mengantarkan sang atlet menjadi pemegang rekor tercepat di Asia Tenggara di nomor 100 meter putra saat mengikuti SEA Games 2009 Laos.
Dan, hampir 10 tahun setelahnya, rekor tercepat se-Asia Tenggara itu dipecahkan oleh Lalu Muhammad Zohri, yang juga sama-sama dilatih oleh Eni. Zohri menyegel rekor nasional 10,13 detik di Asian Athletics Championship 2019.
ADVERTISEMENT
Lalu Muhammad Zohri dan Eni Nuraini. Foto: Dok: PB. PASI
Bawa Zohri Cetak Rekor Nasional di Doha
Ya, setelah menerima trofi Pelatih Terbaik Asia 2019 dari AAA, kesuksesan Eni yang teranyar adalah mengantarkan Zohri menjadi pelari tercepat se-Asia Tenggara menggantikan Suryo.
Hasil tersebut didapat Zohri dalam penampilannya di final lari 100 meter putra Asian Athletics Championship (Kejuaraan Atletik Asia) 2019, Senin (22/4) malam setempat atau Selasa (23/4) dini hari WIB.
Meski hanya puas sebagai runner-up, catatan 10,13 detik milik Zohri sudah mengantarkan catatan pribadi terbaik sekaligus rekor nasional. Sementara emas didapat Kiryu Yoshihide (Jepang), lewat waktu 10,10 detik.
Bagi Zohri sendiri, rekor nasional 10,13 detik itu memperbaiki hasilnya di semifinal dengan catatan 10,15 detik.
Sayangnya, kesuksesan Zohri belum bisa diulang oleh Emilia Nova dari nomor lari gawang putri. Tampil di Heat 2, Emil --begitu sang atlet disapa-- gagal ke final karena catatan waktu 13,70 detik miliknya hanya berada di posisi lima.
ADVERTISEMENT
Ongky, pelatih Emil, menjelaskan bahwa Emil merasakan sakit di bagian tumit. "Seperti yang sudah-sudah, Emil selalu melawan rasa sakit itu dan mengatakan akan tetap berusaha memberikan yang terbaik. Sebagai pelatih saya bertanggung jawab atas kegagalan ini," ujar Ongky dikutip dari PASI.
Lalu Muhammad Zohri atlet Indonesia juara dunia atletik nomor Lari 100 meter Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Kembali soal Zohri, apakah rekor nasional (rekornas) dan rekor tercepat di Asia Tenggara yang dibukukannya menjadi bekal jelang Olimpiade 2020? "Asal kelemahan khususnya di start (diperbaiki, red), Zohri pasti bisa menembus jajaran atlet dengan waktu di bawah 10 detik," kata Eni.
Saat ini, rekor dunia di nomor 100 meter putra dipegang oleh bintang asal Jamaika, Usain Bolt, dengan waktu 9,58 detik. Sementara di level Asia, rekor dipegang Femi Ogunode (Qatar) selama 9,91 detik.
ADVERTISEMENT
Satu yang pasti, PASI semakin membuktikan diri untuk jadi lumbung emas Indonesia, agar yang harum tak melulu hanya bulu tangkis, angkat besi, dan panahan.
Karena, untuk menegaskannya lagi, ada Eni Nuraini Sumartoyo sebagai pabrik emas, yang tak kenal lelah mengantarkan para atlet berlari menggapai mimpi, juga emasnya.
"Alhamdulillah bisa memecahkan rekornas, karena memang sejak awal sudah menjadi harapan Lalu untuk memecahkan rekornas Suryo Agung," ucap Eni.