Evaluasi Piala Sudirman 2019: Dari Kurang 'Power' hingga Inkonsistensi

26 Mei 2019 16:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anthony Sinisuka Ginting dan pelatih tunggal putra, Hendry Saputra (kanan), di semifinal Piala Sudirman 2019. Foto: Dok. PBSI
zoom-in-whitePerbesar
Anthony Sinisuka Ginting dan pelatih tunggal putra, Hendry Saputra (kanan), di semifinal Piala Sudirman 2019. Foto: Dok. PBSI
ADVERTISEMENT
Indonesia gagal memenuhi target juara di Piala Sudirman 2019. Pada laga semifinal di Guanxi Sports Center, Sabtu (25/5/2019), Indonesia kalah 1-3 di tangan Jepang.
ADVERTISEMENT
Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo menjadi satu-satunya penyumbang poin bagi Indonesia. Mereka mendapatkannya pada pertandingan pertama. Setelahnya, Jepang melakukan comeback dengan meraup poin via Akane Yamaguchi, Kento Momota, dan Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara
Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) menilai ada banyak faktor yang menyebabkan Indonesia gagal ke final. Salah satunya penampilan sektor tunggal putra yang inkonsisten.
Menurut Susy Susanti, Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI, Anthony Sinisuka Ginting kurang bisa mengimbangi permainan Kento Momota di pengujung gim. Bertanding pada partai ketiga saat kedudukan 1-1, Anthony kalah 17-21 dan 19-21.
Pada laga berdurasi 66 menit itu, Anthony beberapa kali gagal menyamakan skor di momen-momen krusial. Pertama saat kedudukan 16-17 di gim pertama, lalu pada kedudukan 19-20 di gim kedua. Bahkan pada gim kedua, Anthony melakukan kesalahan di depan net dan memberikan poin penentu kemenangan untuk Momota.
ADVERTISEMENT
Pebulu tangkis tunggal putra Indonesia Anthony Sinisuka Ginting pada babak semi final Piala Sudirman 2019 di Guangxi Sports Center Gymnasium, Nanning, China, Sabtu (25/5/2019). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
"Anthony menampilkan permainan cukup baik saat melawan Momota. Sayangnya, dia masih banyak membuat kesalahan-kesalahan sendiri, terutama di poin kritis," ujar Susy dalam keterangan resminya.
“Konsistensinya yang harus ditingkatkan lagi. Secara peringkat 'kan mereka sudah ada di sana, cuma konsistennya waktu main itu (yang masih bermasalah)," imbuh Susy, yang juga menjabat Manajer Tim di Piala Sudirman 2019.
Anthony bukan satu-satunya pemain yang mendapatkan sorotan. Susy ikut mengomentari penampilan Jonatan Christie yang turun satu kali pada laga lawan Taiwan pada perempat final.
Bermain di partai ketiga, Jonatan kalah telak 11-21 dan 13-21 dari Chou Tien Chen. Padahal, sebelum pertandingan tersebut, Jonatan meski unggul head-to-head (5-0) atas Chou.
Jonatan Christie usai kalah dari Chou Tien Chen di Piala Sudirman 2019. Foto: Dok. PBSI
ADVERTISEMENT
"(Mereka) Bisa main bagus, tahu-tahu tidak bisa stabil --baik Anthony maupun Jonatan. Kami berharap supaya mereka lebih matang, konsisten, seperti Momota yang bisa jaga (penampilan) banget, tidak pernah kalah dari yang nggak-nggak (non-unggulan, red)," kata Susy.
"Seorang pemain bisa dilihat matangnya dari situ. Sama seperti (Viktor) Axelsen, Chen Long, mereka kalau pun kalah sama pemain yang selevel, paling tidak lima besar dunia,” tuturnya.
Begitu Anthony kalah, Indonesia pun tertinggal 1-2. Tim 'Merah-Putih' pun bergantung pada Greysia Polii/Apriyani Rahayu yang bermain pada laga keempat. Jika Greysia/Apriyani menang, Indonesia menyamakan kedudukan dan memaksa pertandingan berlangsung hingga laga kelima.
Namun, Greysia/Apriyani dari Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara (15-21 dan 17-21). Sepanjang permainan, Greysia/Apriyani memang kesulitan menembus rapatnya pertahanan pasangannomor satu dunia itu.
ADVERTISEMENT
“Di ganda putri, Greysia/Apriyani harus tingkatkan lagi power dan ketahanannya. Ganda putri Jepang itu kuat dan tahan, kita juga harus bisa mengimbangi mereka, kalau tidak, bagaimana mau mengalahkan mereka?” ucap Susy.
Susy Susanti, Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI sekaligus Manajer Tim Indonesia di Piala Sudirman 2019, menyaksikan laga semifinal antara Indonesia dan Jepang. Foto: Dok. PBSI
Susy juga tidak menampik bahwa sektor tunggal putri tertinggal dari sektor-sektor lainnya. Pada pertandingan semifinal kemarin, tunggal putri Indonesia, Gregoria Mariska Tunjung, kalah telak (13-21 dan 13-21) dari Akane Yamaguchi.
Meski begitu, Susy menilai bahwa Gregoria punya teknik yang bagus. Semestinya, kata Susy, kemampuan teknik itu bisa dijadikan senjata untuk melawan Yamaguchi.
“Gregoria itu butuh kerja keras, butuh penangangan lebih. Dia pukulannya bagus, tapi tidak bisa tahan lama sampai akhir. Safe-nya juga (tidak kuat)," katanya.
Meski Indonesia kandas di semifinal, Susy tetap melihat sisi positifnya. Ia memuji kekompakan Tim Indonesia sepanjang turnamen.
ADVERTISEMENT
PBSI memboyong 20 atlet yang terdiri dari 12 atlet putra dan delapan putri. Mereka tidak mempermasalahkan siapa yang dimainkan dan siapa yang dicadangkan.
“Kalau dari segi kekompakan, semua betul-betul kompak dan support. Atlet-atlet yang di luar lapangan berikan dukungan ke temannya yang lagi main. Kualitas permainan yang harus ditingkatkan lagi,” tutup Susy.